Pajak dalam Perspektif Sistem Sekuler Kapitalis dan Islam
Oleh : Ana, Aktivis Muslimah
Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan perpajakan di Indonesia telah menjadi topik kontroversial, terutama setelah kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Kebijakan ini menuai kritik karena dianggap semakin membebani rakyat kecil yang sudah terhimpit dengan naiknya harga kebutuhan pokok, termasuk LPG bersubsidi dan barang-barang lainnya.
Artikel dari CNBC Indonesia (2025), Kompas, Tirto, dan BBC menyoroti dampak dari kebijakan ini, menunjukkan meskipun tujuan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara, implementasinya sering kali tidak mempertimbangkan kemampuan rakyat kecil. Dalam perspektif ekonomi Islam, sistem perpajakan yang berlaku saat ini mencerminkan ketidakadilan struktural yang dapat diatasi dengan penerapan prinsip-prinsip Islam yang lebih berorientasi pada keadilan sosial dan kesejahteraan.
Kenaikan PPN dan Dampaknya
Kenaikan PPN menjadi 12% seperti yang dilaporkan CNBC Indonesia (2025) dan Kompas.id berdampak signifikan pada harga barang dan jasa. Barang kebutuhan pokok, yang sebelumnya dianggap sebagai kategori bebas pajak, kini juga terkena dampak kebijakan ini. Sebagai contoh, harga LPG 3 kg dan 12 kg mengalami kenaikan yang membebani masyarakat kecil, terutama di tengah inflasi yang terus meningkat. Menurut BBC Indonesia (2025), beban pajak yang lebih besar ini semakin memperlebar kesenjangan sosial karena masyarakat miskin cenderung membelanjakan proporsi pendapatan mereka yang lebih besar pada kebutuhan pokok dibandingkan kelompok kaya.
Tirto (2025) menyoroti bahwa pemerintah menggunakan argumen populis untuk membenarkan kebijakan ini, dengan menyatakan pajak adalah kontribusi warga negara untuk pembangunan. Namun, argumen ini sering kali bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan, yakni penerimaan pajak tidak diimbangi dengan pelayanan publik yang memadai. Dalam konteks ini, pemerintah terlihat semakin beralih pada kebijakan populis otoriter yang mengabaikan kebutuhan masyarakat kecil demi mengejar target penerimaan pajak.
Perspektif Ekonomi Islam
Dalam sistem ekonomi Islam, pajak bukanlah instrumen utama untuk membiayai negara. Islam mengajarkan prinsip keadilan dalam distribusi kekayaan melalui mekanisme zakat, infaq, dan sedekah. Zakat, yang bersifat wajib bagi umat Islam, ditujukan untuk membantu delapan golongan yang telah ditentukan dalam Al-Qur'an (QS at-Taubah: 60), termasuk fakir, miskin, dan ibnu sabil. Berbeda dengan pajak dalam sistem sekuler yang bersifat permanen dan cenderung membebani, zakat bersifat proporsional dan hanya dikenakan pada individu yang telah mencapai nisab (batas minimum kekayaan).
Perbandingan Pajak dalam Sistem Sekuler Kapitalis dan Islam
Pertama, definisi dan tujuan. Dalam sistem kapitalis sekuler, pajak adalah kontribusi wajib yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan dalam sistem Islam, pajak (dharibah) adalah harta yang diwajibkan oleh Allah atas umat Islam untuk memenuhi kebutuhan negara dalam kondisi darurat, ketika Baitul Maal tidak mencukupi.
Kedua, fungsi. Dalam sistem kapitalis sekuler, pajak adalah sumber pendapatan utama negara. Sedangkan dalam sistem Islam, pajak hanya bersifat alternatif dan temporer.
Ketiga, pemungutan. Dalam sistem kapitalis sekuler, pajak dikenakan kepada semua orang, tanpa mempertimbangkan kelebihan harta individu. Sedangkan dalam sistem Islam, pajak diambil hanya dari individu yang memiliki kelebihan harta setelah kebutuhan pokok terpenuhi.
Keempat, peruntukan. Dalam sistem kapitalis sekuler, pajak digunakan untuk semua kebutuhan negara dan rakyat. Sedangkan dalam sistem Islam, pajak digunakan untuk kebutuhan tertentu seperti jihad, bantuan fakir miskin, pembangunan infrastruktur mendesak, dan bencana alam.
Dalam ekonomi Islam, pemungutan pajak juga dibatasi oleh prinsip syariah yang melarang praktik yang berpotensi menimbulkan kezaliman. Sebagaimana disebutkan dalam kitab "Al-Amwal fii Daulah al-Khilafah", pajak hanya boleh dipungut ketika pendapatan tetap Baitul Maal tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan negara, dan jumlahnya harus sesuai kebutuhan tanpa ada kelebihan.
Solusi Ekonomi Islam
Untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat kebijakan pajak dalam sistem sekuler, beberapa langkah berbasis ekonomi Islam dapat diterapkan: Pertama, optimalisasi zakat. Pemerintah dapat memperkuat peran zakat sebagai sumber utama pendapatan negara. Zakat tidak hanya membantu mengurangi kesenjangan sosial tetapi juga mendorong redistribusi kekayaan yang lebih adil.
Kedua, reformasi Baitul Maal. Mendirikan dan mengelola Baitul Maal sebagai lembaga keuangan negara yang berfungsi untuk mengelola dana zakat, infaq, sedekah, dan wakaf secara transparan dan profesional.
Ketiga, pajak sementara berbasis syariah. Dalam kondisi darurat, pemerintah dapat mengenakan pajak sementara yang hanya dikenakan pada individu atau perusahaan yang memiliki kemampuan finansial memadai. Hal ini sesuai dengan prinsip syariah yang menekankan keadilan dan maslahat.
Keempat, pengelolaan sumber daya alam. Islam mengajarkan bahwa sumber daya alam adalah milik bersama yang harus dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat. Hasil dari pengelolaan ini dapat digunakan untuk membiayai kebutuhan publik tanpa membebani rakyat dengan pajak yang tinggi.
Kelima, edukasi dan transparansi. Pemerintah perlu meningkatkan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya zakat dan memperkuat transparansi dalam pengelolaan dana publik.
Kesimpulan
Kenaikan PPN menjadi 12% telah menunjukkan kelemahan mendasar dalam sistem perpajakan sekuler yang cenderung membebani rakyat kecil. Dalam perspektif ekonomi Islam, solusi yang lebih adil dan manusiawi dapat ditemukan melalui penerapan mekanisme zakat, infaq, dan sedekah serta pengelolaan sumber daya alam yang sesuai dengan prinsip syariah.
Dengan mengedepankan keadilan sosial dan kesejahteraan, ekonomi Islam menawarkan alternatif yang tidak hanya meringankan beban rakyat tetapi juga memperkuat solidaritas sosial. Oleh karena itu, sudah saatnya Indonesia mempertimbangkan reformasi kebijakan ekonomi yang lebih berorientasi pada nilai-nilai Islam untuk menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera.[]
Posting Komentar