-->

Razia Miras Dan Prostitusi Sifatnya Sementara Tidak Berefek Jera, Hukum Islam Solusinya


Oleh: Hasna Hanan 

KabarBaik.co – Tim Kalam Munyeng Sat Samapta Polres Gresik menggelar razia minuman keras (Miras) dan prostitusi di wilayah Kecamatan Duduksampeyan. Razia ini sebagai respons cepat atas keluhan masyarakat yang disampaikan dalam program Jumat Curhat, kemarin.

Dipimpin langsung Kasat Samapta Polres Gresik AKP Heri Nugroho, tim melakukan penyisiran di beberapa warung remang-remang di Desa Tambakrejo, Kecamatan Duduksampeyan. Dalam operasi tersebut, petugas menemukan adanya peredaran miras ilegal di sejumlah warung.

“Barang bukti yang berhasil diamankan meliputi dua botol kosong bir bintang, tiga botol arak, dua botol kawa-kawa, dua botol guinness, serta satu botol anggur merah,” kata Heri Nugroho, Minggu (2/2).

Kemaksiatan terus beredar dimanapun dan kapanpun, setiap detik, setiap menit mereka bak jamur dimuaim hujan tak pernah berhenti ketika masih di dalam sistem yang memuja kebebasan dan ideologi sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) sebagai dasar solusi persoalan hidup rakyatnya.

Rakyat tidak akan pernah takut akan hukum buatan manusia yang ternyata lemah dan tidak ada keadilan serta tidak membuat efek jera bagi para pelaku kemaksiatan apapun sanksi yang diberikan kepada mereka, karena pada faktanya hukum dan peradilan bisa dibeli dengan uang maka keringanan hingga kebebasanpun dari jeratan hukum bisa terjadi dan hukum adalah alat yang hanya bersifat regulasi aja bagi negara, ketika dikatakan hukum itu hanya tajam kebawah tapi tidak keatas itulah yang kini sedang terjadi dalam sistem Kapitalisme Demokrasi.

Keresahan masyarakat terkait maraknya miras dan prostitusi dilingkungan mereka yang kemudian tindaklanjuti dengan razia ini efeknya hanya sementara, Terlebih yang digerebek adalah warung-warung warga yang dianggap sebagai tempat yang tidak mendapatkan izin untuk menjual miras. Sedangkan, di tempat milik pengusaha besar, seperti bar dan diskotik, kenapa tidak ada razia di sana? Padahal, di sana sudah pasti ada miras. Bahkan, biasanya sepaket dengan perjudian, narkoba, dan pelacuran.

Harusnya negara kalau benar-benar serius memberantas miras, kenapa bukan pabrik mirasnya saja yang digerebek? Atau keran impor miras ditutup? Bukankah ini yang namanya kebijakan setengah hati dan hukum yang tebang pilih?

Apalagi, jika menengok UU Minol yang menyebutkan bahwa miras masih boleh dijual di tempat-tempat tertentu seperti tempat pariwisata, bukankah ini menegaskan kebijakannya kian sekuler? Ini karena peredaran miras pada akhirnya diperbolehkan jika bermanfaat, misalnya di area wisata yang itu menjadi daya tarik wisatawan mancanegara.

Kehidupan sekuler melahirkan masyarakat yang liberal, yaitu masyarakat yang memiliki pemahaman kebebasan tingkah laku. Budaya Barat yang terus masuk tanpa filter, menjadikan mabuk dan prostitusi sebagai gaya hidup dan kebutuhan dalam penyelesaian problem mereka.

Pandangan Islam 

Islam memandang apapun jenis kemaksiatan baik itu miras maupun prostitusi adalan bentuk Jarimah(kejahatan) yang dosanya besar, karenanya  Islam sebagai agama yang Syamil dan Kamil memberikan seperangkat aturan untuk melakukan pencegahan sebelum memberikan sangsi yang berefek jera.

Mekanisme didalam Islam:
1. Negara khilafah sebagai ra'in pelayan umat akan memberikan pemahaman kepada umat melalui sarana pendidikan tentang haramnya miras, membangun kesadaran serta ketaqwaan Umat untuk menjauhi hal-hal yang dilarang agama termasuk miras dan perzinahan, Allah telah jelas melarang peredaran miras hingga yang terkena dosa bukan peminumnya saja, tetapi juga penjualnya dan orang-orang yang terlibat di dalam peredarannya, seperti sopir pengangkut miras, orang yang mengambil untung dari penjualan miras, kuli angkutnya, yang mengoplosnya, dan lain-lain.

“Allah melaknat khamar (minuman keras), peminumnya, penuangnya, yang mengoplos, yang minta dioploskan, penjualnya, pembelinya, pengangkutnya, yang minta diangkut, serta orang yang memakan keuntungannya.” (HR Ahmad),

2. Prostitusi berkaitan erat dengan sistem sosial masyarakat. Untuk itu, negara wajib menciptakan tata sosial yang sesuai syariat. Dalam kehidupan sosial, negara wajib mengontrol interaksi yang terjadi antara laki-laki dan perempuan hanya pada perkara yang dibolehkan syarak, yakni pendidikan, kesehatan, dan muamalah syar’i.

3. negara wajib menciptakan kehidupan sosial yang bersih dari stimulus syahwat. Negara juga berkewajiban menindak tegas setiap tayangan maupun visualisasi baik dalam bentuk gambar maupun suara yang berpotensi membangkitkan syahwat. Media harus bersih dari berbagai hal yang merusak tatanan kehidupan masyarakat, termasuk eksploitasi privasi kehidupan seseorang yang berpotensi memengaruhi perspektif Islam yang sahih di masyarakat.

4. Islam juga memiliki seperangkat sistem sanksi yang tegas dan menjerakan bagi pelaku maksiat. Hal ini akan mampu mencegah terjadinya prostitusi dalam segala bentuknya. Islam tidak mengenal prinsip kebebasan yang menjadi dalih bagi manusia untuk berbuat sekehendak hatinya.

Dan hukum bagi penjual atau pengedar miras (termasuk aneka jenis narkoba) diimplementasikan dengan hukuman takzir. Takzir adalah jenis hukuman yang tidak ditentukan jumlahnya dalam syariat,  tetapi ditetapkan oleh kadi (hakim). Hukuman bagi penjual atau pengedar miras atau narkoba bisa dalam bentuk hukuman penjara hingga hukuman mati, terutama jika terbukti menyebabkan kerusakan besar dalam masyarakat.

Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh di antara tanda-tanda dekatnya Hari Kiamat itu adalah ilmu dicabut, kebodohan menjadi dominan, khamar banyak dikonsumsi, dan zina makin tersebar luas.”
Wallahu'alam bishowab