Rusaknya Pergaulan, Bayi Tak Berdosa Jadi Korban
Oleh: Hamnah B. Lin
Kasus pembuangan bayi di Jombang tengah marak. Di awal Februari 2025 ini saja, tercatat sudah dua bayi yang dibuang di Jombang ( Radar Jombang, 04/02/2025 ).
Di wilayah lain, tidak sampai 1x24 jam, polisi berhasil mengamankan seorang perempuan belia, yang diduga ibu kandung bayi yang dibuang di Padukuhan Karangjati, Dusun Krajan, Desa Darungan, Kecamatan Tanggul, Kabupaten Jember ( RMOL.ID, 26/01/2025 ).
Dan masih banyak wilayah lain yang serupa. Sungguh miris, Indonesia dengan jumlah rakyatnya yang mayoritas muslim namun kasus pembuangan bayi sangat meningkat tajam dalam kurun waktu terakhir.
Dalam laporan Indonesia Police Watch (IPW) tercatat sepanjang 2017 ada 178 bayi yang baru dilahirkan dibuang di jalan. Jumlah ini naik 90 kasus dibanding tahun 2016, yang ada 88 bayi yang dibuang. Dari 178 bayi itu, sebanyak 79 bayi di antaranya ditemukan tewas dan 10 bayi (janin) yang belum masanya lahir dipaksakan untuk dikeluarkan atau digugurkan dan dibuang di jalanan.
Kejahatan pembuangan bayi dipicu banyak faktor, di antaranya faktor ekonomi, pergaulan sosial, terkikisnya rasa nurani, dan pergeseran nilai kehidupan. Karena kasus sudah berulang terjadi dan dipicu banyak motif, kejahatan ini tidak bisa kita pandang karena motif ekonomi atau individu semata, tetapi sudah menjadi problem sistemis yang harus diberikan solusi yang sistemis pula. Di antara faktor-faktor yang mendorong maraknya pembuangan bayi ialah sebagai berikut
Dari sisi ekonomi, kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan kadang kala memicu seseorang berbuat kriminal.
Dari sisi sosial, pergaulan bebas saat ini tidak lagi dipandang sebagai hal yang memalukan. Bahkan, banyak generasi kita yang terjebak arus liberalisasi perilaku seperti seks bebas, zina, hingga hamil di luar nikah. Mereka yang mengalami kehamilan tidak diinginkan memilih untuk menggugurkan bayinya (aborsi), membuang bayi yang baru dilahirkan, menaruhnya di panti asuhan, atau menyerahkannya di tempat-tempat yang mau merawat bayi yang terbuang.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, sejak 2020 hingga Juni 2021, ada 212 kasus pembuangan bayi yang terlaporkan, 80% di antaranya ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa. Ini membuktikan bahwa merebaknya seks bebas dapat memicu perilaku jahat. Bagi yang tidak menginginkan kehadiran bayi, mereka seakan diberi pilihan yang lebih “manusiawi”, yaitu menyerahkan bayi-bayi tersebut ke tempat bersalin yang mau merawatnya.
Dari sisi empati dan nurani, jamak kita ketahui sistem kehidupan sekuler telah menjauhkan manusia dari aturan agama (Islam). Masyarakat menjadi individualis dan minim empati.
Sistem sekuler kapitalisme dengan berbagai kebijakannya menyebabkan permasalahan makin pelik. Kebijakan politik ekonomi yang hanya mementingkan kapitalis menjadikan masyarakat makin sulit memenuhi standar hidup yang layak, bahkan memenuhi kebutuhan pokok saja sangat susah. Berbagai tarif layanan publik naik, harga bahan pokok mahal, cari kerja sulit, dan pengangguran meningkat sehingga mendorong bertambahnya angka kemiskinan di negeri ini.
Adapun aturan Islam diterapkan dalam rangka menjalankan kemaslahatan bagi rakyat. Standar dan nilai perbuatan dalam Islam terikat dengan syariat Islam sehingga halal dan haram akan selalu menjadi pedoman dalam menilai sesuatu. Sistem Islam kafah akan mengoptimalkan peran negara sebagai penanggung jawab dan penyelenggara dalam memenuhi kebutuhan rakyat dan menjamin kehidupan mereka berlangsung dengan aman dan sejahtera.
Dengan posisi negara sebagai ra’in ini, penguasa akan menjamin kesejahteraan tiap-tiap rakyat. Negara (Khilafah) akan menerapkan politik ekonomi Islam yaitu jaminan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat (sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan). Negara juga mewujudkan kemampuan rakyat untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier.
Khilafah memiliki mekanisme untuk mewujudkan jaminan kesejahteraan tersebut, yaitu membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya dengan melakukan industrialisasi sehingga dapat menyerap banyak tenaga kerja. Negara juga memberikan bantuan modal dan keterampilan bagi rakyat yang ingin membuka usaha. Pada kondisi yang lain, negara akan memberikan tanah yang menganggur pada rakyat untuk dikelola sehingga produktif dan menjadi sumber mata pencarian.
Khilafah juga mewujudkan suasana ketakwaan di tengah masyarakat dengan pengaturan media massa sesuai prinsip syariat. Tidak ada kebebasan berpendapat, berperilaku, atau pun berekspresi. Setiap ucapan, tulisan, dan tayangan harus sesuai dengan ajaran Islam. Konten-konten yang bertentangan dengan Islam akan dilarang tayang di media massa ataupun media sosial. Dengan demikian, opini umum di masyarakat akan tersuasanakan menjadi islami.
Penerapan sistem pergaulan dan sosial sesuai syariat Islam. Aturan Islam sangat rinci dalam menjaga pergaulan lawan jenis, di antaranya larangan berzina, khalwat (berduaan dengan nonmahram), ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), menjaga pandangan, kewajiban menutup aurat dengan berpakaian syar’i, dan sebagainya. Penerapan sistem pergaulan Islam akan menutup semua celah kemaksiatan, seperti perzinaan.
Selanjutnya kebijakan kuratif melalui penerapan sistem ‘uqubat (sanksi) Islam. Sistem ‘uqubat berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus), yakni tertahannya manusia dari tindakan kriminal (kejahatan). Keberadaannya disebut sebagai zawajir sebab dapat mencegah manusia dari tindak kejahatan.
Sungguh dengan sistem khilafah Islam perbuatan pembuangan bayi yang merupakan kejahatan akan sirna, karena sistem yang berasal dari Allah SWT pasti sempurna menyelesaikan permasalahan manusia.
Allahu A'lam.
Posting Komentar