-->

Sumber Daya Alam dalam Pandangan Islam


Oleh : Tri S, S.Si

Lagi-lagi kebijakan pemerintah tidak berpihak pada rakyat, akibat kebijakan ini rakyat banyak dipersulit. Sebelumnya kenaikan tarif PPN 12%. Kali ini aturan pengecer tidak lagi diperbolehkan menjual elpiji 3 kg secara bebas.

Komentar Sri Mulyani yang menyatakan kaget dengan harga gas elpiji 3 kg, Rp21.000 dengan harga dari pemerintah yakni Rp14.500. Menteri ESDM membuat kebijakan baru ini, katanya hanya untuk menertibkan saja. Kebijakan larangan penjualan elpiji 3 kilogram di pengecer hanya bertahan selama beberapa hari saja, karena banyak penolakan dari warga sebagai konsumen dan usaha warga.

"Kebijakan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia merupakan kebijakan blunder karena mematikan usaha kecil, menyusahkan konsumen, dan melanggar komitmen Presiden Prabowo yang berpihak pada rakyat kecil," ujar Fahmy kepada Liputan6.com, Selasa (4/2/2025).

Pada akhirnya Presiden Prabowo menanggapi kelangkaan elpiji 3 kg yang terjadi di pasaran dengan memberikan izin kepada pengecer untuk tetap menjual gas bersubsidi tersebut, namun dengan sejumlah ketentuan.
“Presiden Prabowo telah menginstruksikan kepada Menteri ESDM untuk mengaktifkan kembali pengecer berjualan gas elpiji 3 kg sambil menertibkan pengecer jadi agen sub pangkalan secara parsial,” ujar Ketua Harian DPP Partai Gerindra sekaligus orang dekat Prabowo, Sufmi Dasco, melalui unggahan di X pada Selasa, 4 Februari 2025.

Dampak Kebijakan Dzalim

Walau sempat dilarang sebentar sudah menyebabkan banyak menimbulkan masalah di tengah masyarakat. Gas yang merupakan salah satu kebutuhan primer yang harus terpenuhi untuk kebutuhan rumah tangga seperti memasak setiap hari. Bagi penjual makanan di warung-warung dan pedagang makanan keliling. Jika kemudian dibatasi cara mendapatkannya maka akan semakin banyak masalah yang akan muncul.

Seperti dikutip dari Liputan6.com, Tangerang Selatan - Tidak hanya diwarnai adu mulut, antrean gas elpiji 3 kg di wilayah Tangerang, Banten juga menyelipkan cerita duka. Seorang ibu paruh baya bernama Yonih (62) meninggal dunia usai terjatuh sembari menenteng 2 tabung gas elpiji 3 kg, Senin (3/2/2025).

Kemudian harga makanan di warteg akan mengalami penyesuaian seiring adanya biaya tambahan untuk membeli gas non subsidi.

Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni mengaku bahwa para penjual warteg terdampak kebijakan pembelian gas melon hanya melalui agen resmi ini. Akhirnya, para pedagang mulai beralih ke gas non subsidi yang berukuran lebih besar. Misalnya gas ukuran 12 kilogram yang dibanderol sekitar Rp194.000-an.
"Pelarangan ini dapat membuat harga gas menjadi lebih mahal karena konsumen harus membeli dalam jumlah besar," ujar Mukroni saat dihubungi Merdeka.com di Jakarta, Senin (3/1/2025).

Mungkin masih banyak lagi masalah yang akan bermunculan. Lagi-lagi rakyat jadi korban. Pemerintah seharusnya memberikan kebijakan yang memudahkan bukan menyusahkan. Sebenarnya akar masalah semua ini adalah karena hari ini negara mengadopsi sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dengan kehidupan dalam mengatur roda pemerintahan. 

Gas dalam Islam adalah sumber daya alam termasuk kepemilikan umum, dan pengelolaannya diserahkan kepada Negara dan hasilnya digunakan untuk kemaslahatan rakyat. Seharusnya gas bisa didapatkan dengan mudah tanpa harus membeli dengan harga yang mahal ataupun membeli dengan mengantri berjam-jam. Islam memberikan kemudahan baik dalam mengelola sumberdaya alam dan mendistribusikannya ke tengah-tengah masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat. 

Melansir dari Kompas.com, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan, harga elpiji 3 kilogram (kg) di masyarakat seharusnya tidak lebih dari Rp 15.000 per tabung. Bahlil menekankan, tingginya harga jual di warung eceran berpotensi besar menggagalkan rencana pemerintah untuk memberikan subsidi gas secara tepat sasaran. 

"Kita harus fair untuk memperbaiki, tapi juga diakui kan bahwa ada yang menyalahgunakan subsidi yang harus kita perbaiki, yah. Itu yang paling penting," ucap Bahlil. 

Memang dalam sistem ekomomi kapitalis dalam mendistribusikan barang atau jasa diukur dengan standar yakni harga. Dalam hal ini gas merupakan barang yang dalam pandangan Islam seharusnya didistribusikan dengan tanpa membeli alias gratis untuk semua masyarakat baik kaya atau miskin, muslim atau non muslim.

Islam juga melarang kepemilikan umum dikelola oleh Individu, swasta ataupun pihak asing. Karena akan menyalahi aturan dalam syariat Islam dan hal ini untuk menghindari terjadinya intervensi asing yang akan menimbulkan kerusakan di tengah-tengah masyarakat.

Dalam hadits menyebutkan bahwa umat Islam berserikat dalam tiga hal yakni air, api dan padang. Artinya: Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api. (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Dalam hadits yang lain,
Artinya: Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api; dan harganya adalah haram. (HR. Ibnu Majah)

Di dalam hadis-hadis ini terdapat penetapan bahwa manusia, baik muslim maupun kafir, berserikat dalam ketiga hal itu. Demikian juga penafsiran syirkah (perserikatan) dalam air yang mengalir di lembah, sungai besar seperti Jihun, Sihun, Eufrat, Tigris dan Nil. Pemanfaatan air itu posisinya seperti pemanfaatan matahari dan udara. Muslim maupun nonmuslim sama saja dalam hal ini.

Hadis ini mengandung makna bahwa air, rumput, dan api merupakan fasilitas umum yang harus dibagi bersama oleh masyarakat. Fasilitas umum ini tidak boleh dimiliki secara pribadi oleh individu, kelompok, atau negara. 

Dalam hal ini, posisi penguasa atau negara adalah sebagai pengelola, bukan sebagai pemilik. Maka pos pemasukan dan pengeluaran dari sumber kepemilikan umum ini menempati pos tersendiri di Baitul Mal. Semuanya digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan umat atau rakyat. Islam melarang tegas negara, ataupun individu untuk menswastanisasi harta milik umum (rakyat) tersebut, apalagi hingga dikelola oleh swasta atau individu.

Namun hari ini dalam sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini, sumber daya alam termasuk migas telah diswastanisasi. Tambang milik umum seperti minyak, gas, emas, dan tambang lainnya telah banyak di privatisasi oleh individu maupun perusahaan. Hal ini akhirnya berdampak pada sulitnya rakyat mendapatkan haknya kecuali harus membayar harga yang ditetapkan. 

Dalam Islam, negara berkewajiban mengelola harta milik umum seperti air, tambang, dan lain sebagainya. Hasilnya dikembalikan demi kesejahteraan rakyatnya. Karena penguasa adalah pengurus umat, tugasnya adalah mengurusi seluruh urusan umat dan penguasa kelak akan dimintai pertanggung jawabanya di hadapan Allah SWT atas apa yang diurusnya.

Wallahua'lam bisshowab