Tantangan Gen Z dalam Kepemilikan Properti
2 minute read
Oleh : Hebi
Gen Z semakin sulit memiliki hunian properti. Bukan tanpa sebab, bukan pula karena Gen Z tidak pandai mengatur keuangan. Tapi belenggu kapitalisme semakin menguat yang membuat nilai properti terus melesat tinggi tanpa solusi. Meskipun sudah memiliki pekerjaan pun belum tentu bisa membeli rumah. Karena dengan gaji UMR berat membeli harga properti yang melangit. Belum lagi gaji untuk membiayai kebutuhan sandang dan pangan yang makin hari makin meroket.
Harga tanah dan properti yang naik setiap tahunnya jauh berbeda dengan harga tanah dan properti pada zaman generasi terdahulu. Tapi yang mengherankan dalam era kapitalis kini, banyak yang “menumpuk” sertifikat tanah dan properti. Siapa lagi kalau bukan orang- orang elite. Jelas kesenjangan yang sangat terasa.
Untuk menjawab permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Program Sejuta Rumah (PSR). Kementerian PUPR bekerja sama dengan para pelaku pembangunan perumahan dalam menyediakan hunian yang layak bagi masyarakat. Tapi apakah itu bisa menjadi solusi? Bisa saja tetapi ini adalah solusi parsial ala kapitalis. Pemerintah seolah-olah meringankan beban masyarakat yang ingin memiliki rumah dengan angsuran ringan. Padahal angsuran yang dibayarkan tidak tanggung-tanggung lamanya bisa 10 sampai dengan 20 tahun. Pun banyak kritikan terkait perumahan tersebut karena kurang layak huni. Seperti lokasi yang jauh, di luar jangkauan transportasi publik, air dan sanitasinya buruk. Alih-alih meringankan, kebijakan pemerintah ini merupakan langkah untuk lepas tanggung jawab terhadap pemenuhan papan bagi warga negara.
Dalam pemerintahan yang menerapkan syariat islam (khilafah). pemenuhan kebutuhan papan dijamin oleh negara. Langkah pertama yang dilakukan khilafah untuk menjamin pemenuhan kebutuhan tersebut adalah dengan mewajibkan setiap laki-laki bekerja. Khalifah akan membuka seluas-luasnya lapangan kerja agar setiap kepala keluarga dapat memenuhi kebutuhannya masing-masing dengan bayaran yang pantas.
Kedua, apabila atas alasan yang dibenarkan oleh syariat misalnya kepala keluarga sudah tidak dapat bekerja dikarenakan sakit atau sudah tua dan tidak kuat bekerja, maka keluarganya berkewajiban membantu dalam pemenuhan kebutuhan pokok.
Jika keluarganya pun tidak dapat melaksanakannya. Maka langkah ketiga yakni khalifah akan turun tangan untuk memenuhi kebutuhan pokok tersebut. Dalam hal ini jika belum memiliki rumah, keluarga tersebut akan tinggal di rumah yang dibangun menggunakan uang negara atau menggunakan harta milik umum dan kebijakan pemberiannya sesuai dengan ijtihad yang ada. Rumah tersebut pun dapat dijual dengan harga terjangkau, disewakan, bahkan diberikan cuma-cuma.
Penerapan syariat islam secara struktural akan menuntaskan masalah negara dari akar hingga tercipta kesejahteran setiap warga negara yang hidup di dalam negara khilafah. peraturan yang sempurna ini akan saling berintegrasi hingga tidak akan ada lagi kondisi memprihatinkan seperti sekarang ini yang terjadi di negara yang kita cinta, Indonesia. Kesenjangan yang sangat ketara dan penderitaan rakyat di depan mata.
Wallahu’alam Bisshawab.
Posting Komentar