Usul Kampus Kelola Tambang, Negeri Penuh Lelucon
Oleh : Henise
Indonesia kembali diwarnai oleh kebijakan kontroversial yang membuat banyak pihak mengernyitkan dahi. Usulan agar perguruan tinggi mengelola tambang adalah salah satu kebijakan yang terdengar seperti lelucon, tetapi benar-benar diusulkan oleh pemerintah. Di tengah berbagai permasalahan pendidikan tinggi seperti kurangnya anggaran, ketimpangan kualitas, dan rendahnya daya saing lulusan, pemerintah justru mendorong kampus untuk terlibat dalam sektor pertambangan yang penuh dengan risiko dan kepentingan bisnis besar.
Kebijakan ini bukan hanya menunjukkan absurditas cara berpikir para pemimpin negeri, tetapi juga menyingkap watak kapitalisme yang terus menjadikan pendidikan sebagai komoditas dan alat eksploitasi. Alih-alih menyelesaikan masalah yang ada, solusi yang ditawarkan justru semakin menunjukkan betapa negara ini dikelola dengan pendekatan pragmatis tanpa visi jangka panjang.
Realitas Usulan Kampus Mengelola Tambang
Pemerintah beralasan bahwa pemberian izin pengelolaan tambang kepada kampus bertujuan untuk meningkatkan kemandirian finansial perguruan tinggi. Dengan mengelola tambang, kampus diharapkan memiliki sumber pendanaan sendiri sehingga tidak terlalu bergantung pada APBN atau biaya pendidikan dari mahasiswa.
Namun, realitasnya tidak semudah itu. Industri pertambangan adalah sektor yang penuh dengan kompleksitas, mulai dari perizinan, teknologi, pengelolaan lingkungan, hingga pengawasan tenaga kerja. Kampus, yang selama ini fokus pada dunia akademik dan riset, tiba-tiba diharapkan mampu mengelola industri besar yang bahkan sering kali penuh dengan praktik korupsi dan eksploitasi.
Di sisi lain, usulan ini memperlihatkan bagaimana pemerintah cuci tangan dalam memenuhi tanggung jawabnya terhadap pendidikan. Seharusnya, negara yang memiliki sumber daya alam melimpah bisa menjamin pendidikan gratis dan berkualitas bagi rakyatnya. Tetapi dalam sistem kapitalisme, solusi yang diambil justru menambah beban baru bagi perguruan tinggi yang seharusnya menjadi pusat keilmuan, bukan pusat bisnis pertambangan.
Kritik terhadap Kapitalisme dan Komersialisasi Pendidikan
Kapitalisme telah lama menjadikan pendidikan sebagai sektor bisnis. Kampus yang seharusnya menjadi pusat pengembangan ilmu kini dipaksa untuk mencari keuntungan layaknya korporasi. Biaya pendidikan semakin mahal, sementara kualitasnya tidak merata. Dalam kondisi seperti ini, kampus dipaksa mencari sumber pendanaan sendiri, termasuk dengan mengelola tambang.
Ironisnya, kebijakan ini lahir di tengah fakta bahwa kekayaan tambang Indonesia selama ini justru lebih banyak dinikmati oleh korporasi asing dan oligarki dalam negeri. Alih-alih menasionalisasi tambang dan mengelolanya untuk kepentingan rakyat, pemerintah justru mengalihkan tanggung jawab ke perguruan tinggi yang seharusnya fokus mencetak generasi berkualitas.
Usulan ini juga mengungkap betapa kapitalisme telah merusak konsep pendidikan. Alih-alih menyiapkan generasi yang berilmu dan beradab, kampus justru diarahkan untuk menjadi mesin pencetak uang. Jika tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin universitas di masa depan akan lebih mirip perusahaan tambang daripada institusi keilmuan.
Solusi Islam: Negara Bertanggung Jawab atas Pendidikan dan Sumber Daya Alam
Dalam Islam, pendidikan adalah hak mendasar yang harus dijamin oleh negara. Pendidikan bukan sekadar investasi ekonomi, tetapi sarana utama dalam mencetak generasi yang beriman, berilmu, dan berkontribusi bagi peradaban. Oleh karena itu, negara wajib menyediakan pendidikan yang berkualitas secara gratis bagi seluruh rakyatnya.
Sumber daya alam dalam Islam adalah kepemilikan umum yang tidak boleh diserahkan kepada individu atau korporasi. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ibn Majah)
Hadis ini menunjukkan bahwa sumber daya alam yang vital, seperti tambang, harus dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat, bukan diserahkan kepada swasta, asing, atau bahkan kampus. Hasil dari pengelolaan tambang harus digunakan untuk membiayai kebutuhan publik, termasuk pendidikan.
Dengan sistem Islam, negara memiliki mekanisme keuangan yang kokoh, termasuk pengelolaan baitul mal yang mengatur pemasukan dari zakat, kharaj, jizyah, dan pengelolaan kekayaan alam. Dengan mekanisme ini, negara bisa membiayai pendidikan tanpa harus membebankan kampus dengan tanggung jawab di luar kapasitasnya.
Peran Perguruan Tinggi dalam Islam
Dalam Islam, perguruan tinggi memiliki peran strategis sebagai pusat ilmu pengetahuan yang melahirkan para ilmuwan, ulama, dan pemimpin. Kampus seharusnya menjadi tempat di mana generasi muda dipersiapkan untuk menguasai berbagai bidang ilmu demi kemaslahatan umat, bukan dijadikan alat bisnis yang berorientasi keuntungan.
Negara dalam sistem Islam akan memastikan bahwa kampus memiliki anggaran yang cukup untuk menjalankan fungsi utamanya. Jika kampus ingin terlibat dalam dunia industri, maka itu harus dalam konteks riset dan inovasi yang memberi manfaat bagi masyarakat, bukan sebagai entitas bisnis yang mengejar keuntungan semata.
Selain itu, Islam mendorong sistem pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada materi, tetapi juga membentuk kepribadian Islam dalam setiap individu. Dengan sistem ini, para lulusan perguruan tinggi akan memiliki visi yang jelas dalam membangun peradaban, bukan sekadar mengejar materi dan keuntungan duniawi.
Penutup
Usulan agar kampus mengelola tambang adalah cerminan dari kebijakan yang absurd dan pragmatis. Alih-alih menyelesaikan masalah pendidikan, kebijakan ini justru semakin menunjukkan bagaimana negara lepas tangan dalam menjamin hak pendidikan bagi rakyatnya.
Kapitalisme telah menjadikan pendidikan sebagai komoditas dan kampus sebagai mesin pencetak uang. Jika tren ini dibiarkan, maka dunia pendidikan akan semakin jauh dari esensinya sebagai pusat ilmu dan peradaban.
Islam menawarkan solusi yang lebih adil dan realistis. Negara bertanggung jawab penuh atas pendidikan dan pengelolaan sumber daya alam. Dengan sistem Islam, tambang akan dikelola untuk kepentingan rakyat, dan pendidikan akan diberikan secara gratis dan berkualitas bagi seluruh masyarakat.
Saatnya umat Islam sadar bahwa solusi hakiki tidak akan lahir dari sistem kapitalisme yang penuh kontradiksi. Hanya dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah, pendidikan akan kembali pada perannya yang sejati: mencetak generasi pemimpin yang berilmu, beriman, dan siap membangun peradaban yang mulia.
Wallahu a'lam
Posting Komentar