AL-QUDS DIKOOPTASI, UMAT ISLAM TIDAK BOLEH DIAM
Oleh : Ummu Malika Hanan
Kelompok perlawanan Palestina Hamas menuduh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada menghindari kewajibannya berdasarkan perjanjian gencatan senjata Gaza. Hamas juga meminta para mediator memulai negosiasi untuk tahap kedua dari kesepakatan tersebut.
Israel mengatakan pada hari Minggu pagi bahwa mereka telah menyetujui gencatan senjata sementara di Gaza selama bulan Ramadan bagi umat Muslim dan hari raya Paskah bagi umat Yahudi, menyusul usulan utusan AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff.
Langkah tersebut dilakukan saat Tel Aviv menghentikan masuknya bantuan kemanusiaan ke daerah kantong Palestina tersebut, beberapa jam setelah berakhirnya tahap pertama gencatan senjata Gaza dan perjanjian pertukaran tahanan.
"Netanyahu berusaha membatalkan perjanjian gencatan senjata yang telah ditandatangani, untuk memenuhi perhitungan politiknya yang sempit dengan mengorbankan tawanan Israel di Gaza," kata Hamas dalam sebuah pernyataan.
"Ini adalah upaya terang-terangan untuk menghindari perjanjian dan menghindari perundingan untuk tahap kedua," tambahnya.
Tidak ada pengumuman dari utusan AS tentang pengaturan gencatan senjata sementara di Gaza.
Kelompok Palestina tersebut menyebut keputusan Netanyahu untuk menghentikan bantuan ke Gaza sebagai "pemerasan murahan, kejahatan perang, dan kudeta terang-terangan terhadap perjanjian gencatan senjata."
Kelompok itu menepis tuduhan Netanyahu terhadap Hamas atas pelanggaran kesepakatan Gaza sebagai "tuduhan tidak berdasar dan menyesatkan yang ditujukan untuk menutupi pelanggaran Israel yang dilakukan setiap hari dan sistematis terhadap kesepakatan tersebut."
Menurut kelompok itu, lebih dari 100 warga Palestina telah tewas akibat tembakan tentara Israel di Gaza sejak kesepakatan gencatan senjata mulai berlaku pada 19 Januari, selain menghalangi bantuan kemanusiaan dan bahan-bahan pertolongan ke daerah kantong itu.
Hamas mendesak para mediator untuk menekan Israel "agar memenuhi kewajibannya berdasarkan kesepakatan dan menerapkan protokol kemanusiaan dengan mengizinkan masuknya bahan-bahan tempat berlindung dan peralatan penyelamatan ke Gaza."
Fase enam minggu pertama dari kesepakatan gencatan senjata, yang mulai berlaku pada 19 Januari, secara resmi berakhir pada tengah malam pada hari Sabtu. Namun, Israel belum setuju untuk melanjutkan ke fase kedua kesepakatan tersebut untuk mengakhiri perang di Gaza.
Netanyahu telah berupaya untuk memperpanjang fase pertukaran awal untuk mengamankan pembebasan sebanyak mungkin tawanan Israel tanpa menawarkan imbalan apa pun atau memenuhi kewajiban militer dan kemanusiaan dari kesepakatan tersebut.
Hamas menolak untuk melanjutkan dengan syarat-syarat ini, dan bersikeras agar Israel mematuhi ketentuan gencatan senjata dan segera memulai negosiasi untuk tahap kedua, yang mencakup penarikan penuh Israel dari Gaza dan penghentian total perang.
Perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan telah menghentikan perang genosida Israel di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 48.380 korban, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan meninggalkan daerah kantong itu dalam reruntuhan.
November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi kasus genosida di Pengadilan Internasional atas perangnya di daerah kantong itu.(anadolu)
Umat Islam Harus Bersatu
Masjid Al-Aqsa adalah tempat tersuci ketiga di dunia bagi umat Islam. Dikutip dari Mahdy Saied Rezk Karisem dalam buku Sejarah & Keutamaan Masjid Al-Aqsa dan Al-Quds, menyatakan bahwa Masjid Al-Aqsa merupakan kiblat pertama bagi umat Islam yang terletak di Kota Baitul Maqdis (Al-Quds) Palestina. Selain itu, di masjid Al-Aqsa perjalanan isra mi'raj Baginda Nabi Muhammad dilakukan menuju Sidratul Muntaha.
Oleh karena itu, Al-Quds dan Al-Aqsa tempat yang sangat sakral bagi umat Islam. Umat Islam Palestina terus berusaha agar Al-Quds bisa dikuasai kembali dan tidak akan pernah gentar menghadapi kejahatan Zionis yang dilindungi AS. Ramadan semestinya digunakan untuk menguatkan azam dalam perjuangan melenyapkan penjajahan. Umat Islam tidak boleh lagi berharap pada solusi Barat dan narasi-narasi sesat tentang perdamaian. Entitas Zionis adalah muhariban fi'lan yang wajib dihadapi hanya dengan bahasa perang yang akan efektif dan solutif jika di bawah komando seorang khalifah.
Zionis Israel yang dilindungi negara adidaya AS, hanya bisa dihadapi oleh negara yang memiliki level yang sama. Negara itu tidak lain ialah Khilafah yang pernah menguasai dua per tiga belahan dunia selama berabad-abad. Maka, mewujudkan kembali Khilafah segera tegak di muka bumi adalah sesuatu yang sangat urgen. Penegakkan kembali Khilafah adalah qadliyah mashiriyah yang wajib menjadi agenda utama umat Islam.
Peperangan dan penyerangan Zionis Israel tidak akan pernah berhenti kecuali oleh negara yang memiliki kekuatan selevel adidaya. Untuk mewujudkan negara adidaya (Khilafah) umat Islam di seluruh dunia harus bangkit dan bersatu mengikuti Baginda Nabi dalam membangun wadah yang menerapkan syariat secara kaffah. Saat ini memang umat Islam terpecah belah dalam nation state, racun sekularisme-kapitalisme yang disuntikkan ke tubuh umat Islam. Hal ini membuat umat Islam terpecah memikirkan kondisi bangsanya masing-masing.
Hanya Khilafah Solusi Palestina
Musuh Islam tahu, jika umat Islam bersatu maka mereka 'the end'. Oleh karenanya, umat harus paham agar racun ini segera dibuang jauh-jauh. Tugas kelompok dakwah politik menjelaskan dan memahamkan pada umat tentang bahaya racun tersebut dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Memahamkan pula pada umat tentang syariat yang pasti membawa maslahat salah satunya membebaskan manusia dari penjajahan seperti yang dirasakan oleh umat Islam di Palestina.
Khilafah bukan hanya sebuah kebutuhan mendesak umat Islam sedunia saat ini. Lebih dari itu, Khilafah sebuah keniscayaan dan janji Allah sebagaimana yang Allah sampaikan dalam Al-Qur'an (QS. An-Nuur: 55) juga bisyarah (kabar gembira) dari Rasulullah saw. Khilafah yang pernah ada menjadi jejak sejarah dan bukti meratanya keadilan dan kesejahteraan umat baik muslim maupun non muslim. Ketika Khilafah ada, umat Islam sangat disegani dunia dan tak ada yang berani menyerang dengan alasan apa pun.
Bahkan, ketika Khilafah tegak bisa menyatukan tiga agama dengan rukun di Palestina selama berabad-abad. Keamanan, keadilan, dan kesejahteraan non muslim dijamin oleh negara. Sama sekali tidak ada diskriminasi terhadap kaum minoritas Yahudi atau Nasrani. Berbanding terbalik dengan kondisi saat ini, muslim di Palestina diperlakukan tidak adil. Begitu pun di Indonesia, meski muslim mayoritas diperlakukan tidak adil. Saatnya umat Islam bersatu memperjuangkan, mewujudkan, dan menjemput janji Allah tegaknya Khilafah di muka bumi agar rahmat bisa tersebar ke seluruh penjuru alam. Takbir!
Allahua'lam Bishawab.
Posting Komentar