-->

AMBISI TRUMP MENGUASAI GAZA DAN PENGKHIANATAN PARA PEMIMPIN MUSLIM


Oleh : A. Salsabila Sauma

Washington menolak usulan Mesir terkait Gaza pascaperang yang diajukan dalam pertemuan puncak di Kairo baru-baru ini. usulan tersebut adalah rencana senilai $53 miliar untuk membangun kembali Gaza di bawah administrasi Otoritas Palestina sebagai alternative terhadap proposal Presiden AS Donald Trump mengenai relokasi paksa warga Palestina dan pengambilalihan wilayah tersebut. (theguardian)

Pihak AS juga menyatakan bahwa Hamas harus segera mengembalikan seluruh tahanan dan pergi meninggalkan Gaza supaya perdamaian antara Palestina-Israel bisa terlaksana. Sebab sayap militer Hamas dianggap sebagai ancaman besar yang menghambat tujuan perdamaian.

SIKAP NEGARA LAIN DAN DAMPAK YANG TERUS BERLANJUT

Para pemimpin Arab mendukung rencana yang diajukan oleh Mesir untuk membangun kembali Gaza dan menolak relokasi penduduk Palestina. Pemerintah Indonesia sendiri melalui Kementrian Luar Negeri RI, dengan tegas menolak rencana relokasi dan menyerukan kepada komunitas Internasional agar memastikan penghormatan terhadap hukum Internasional. (voaindonesia)

Namun sikap Trump jelas tak mencerminkan penghormatan terhadap hukum Internasional. Setelah menyatakan ingin membangun kembali Gaza, kini Trump malah menolak proposal yang diajukan Mesir untuk rekontruksi Gaza. Trump menolak ikut terlibat dalam pembangunan sampai Hamas mau menyerahkan diri dan meninggalkan Gaza. Hal ini jadi kelihatan jelas bahwa sejak awal Amerika tak pernah mau menolong Gaza. Upaya mereka yang terlihat malah ingin menguasai Gaza dan memberikannya pada entitas zionis.

Selain itu, pasca gencatan senjata pun kondisi warga Gaza tidak banyak yang berubah. Mereka masih hidup dalam penderitaan. Rumah-rumah yang sudah hancur. Harta benda yang tidak berbekas serta sarana dan prasarana yang belum bisa berfungsi kembali karena zionis Israel masih terus menahan bantuan yang masuk ke Gaza. Bahkan mereka terus memborbardir wilayah Gaza di tengah keadaan tanah tersebut yang sudah hancur lebur.

YANG HARUS DILAKUKAN

Pertama, umat muslim harus menyadari bahwa segala macam bentuk diplomatic atau perundingan Internasional tidak akan pernah memberikan keadilan dan solusi mutlak terhadap Palestina. Diskusi alot antara pihak mediasi dan sionis Israel membuktikan bahwa gencatan senjata permanen ataupun rekontruksi Gaza oleh pihak Amerika dan zionis Israel tidak akan pernah terjadi.

Lebih dari 70 tahun Palestina terus terjajah oleh pihak zionis Israel. Berbagai perundingan dan kesepakatan yang dilakukan selalu saja membuat penderitaan warga Palestina berlanjut. Tidak ada satupun hasil perjanjian yang benar-benar menguntungkan Palestina, yang ada selalu berakhir kerugian dan kesengsaraan berlebih. 

Kemudian yang paling penting lagi, umat Islam dan para pemimpin muslim sudah mesti memahami bahwa ada solusi yang lebih pasti dan menjamin kesejahteraan bagi warga Palestina. Solusi mutlak yang melahirkan jaminan keadilan pula, yaitu jihad dan khilafah.

Zionis secara ilegal menduduki Palestina dan telah merampas tanah kaum muslim. Oleh karena itulah jihad dilakukan untuk mengusir penjajah Zionis dari tanah Palestina dan mengembalikan tanah yang telah direbut serta membebaskan umat Islam dari penindasa. Hanya dengan jihad tanah Plaestina dapat dibebaskan, bukan dengan diplomatic atau perjanjian fana apapun. 

Jihad dapat dicapai di bawah pemerintahan yang adil dengan prinsip-prinsip kekuasaan dalam Islam, yang dikenal dengan sistem Khilafah. Khilafah bertujuan untuk mengakhiri perpecahan dunia Islam yang bersekat negara yang lemah dan tidak memiliki kekuatan politik untuk mengubah situasi. Negara Khilafah akan memiliki kemampuan untuk melawan kekuatan penjajah, termasuk Zionis. 

Umat Islam dapat menghadapi tekanan internasional dengan lebih solid dan efektif serta meraih solusi yang adil bagi Palestina dan solusi tersebut memerlukan komitmen umat Islam untuk mewujudkan kembali sistem Khilafah. Sistem yang bisa memberikan perlindungan dan keadilan bagi Palestina dan umat Islam di seluruh dunia.