-->

Banjir Melanda, Negara Salah Tata Kelola


Oleh : Hasna Hanan

KabarBaik.co – Banjir parah merendam Desa Driyorejo, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik. Sebanyak ribuan rumah warga terendam air bah. Bahkan ketinggian air terus meningkat.

Kapolsek Driyorejo Kompol Musihram mengatakan, banjir ini disebabkan meluapnya Kali Surabaya atau dikenal Kali Mas. Banjir terjadi sejak Senin (24/2) malam dan berlangsung hingga hari ini, Rabu (26/2).

Parah, akibat luapan kali Surabaya itu, kendaraan menumpuk padat berhenti diperempatan legundi sementara itu berdasarkan hasil pendataan , banjir luapan Kali Mas merendam empat dusun. Yakni Dusun Semambung, Dusun Lopang, Dusun Karanglo dan Dusun Driyorejo 

Jumlah rumah warga yang terendam mencapai 1.536 rumah, dengan rincian Dusun Semambung 366 rumah, Dusun Lopang 200 rumah, Dusun Karanglo 270 rumah dan Dusun Driyorejo 700 rumah. Sehingga totalnya 1.770 KK

Selain luapan kali malang faktor utama yang lainnya penyebab banjir tahun ini adalah cuaca ekstrem yang melanda tidak hanya Gresik, tetapi juga daerah lain seperti Surabaya dan Mojokerto. Debit air yang tinggi dari wilayah hulu memperparah kondisi di Gresik.

Upaya Pemda Gresik dalam pengadaan  kolam retensi di Tambakberas yang sebelumnya mampu menahan banjir hingga Desember 2024, karena cuaca yang begitu ekstrem, kolam retensi itu tak lagi sanggup menampung luapan air. 

Menindaklanjuti kondisi serupa terjadi Bupati Gresik, Fandi Akhmad Yani berencana akan membangun kolam retensi baru di Balongpanggang, sebagai bentuk mitigasi untuk mencegah bencana serupa datang kembali. Apakah upaya tersebut efektif dalam menyelesaikan persoalan banjir selama ini, yang terus berulang.

Persoalan Banjir Belum Menyentuh Akarnya 

Setiap tahun banjir terus melanda di setiap daerah dengan berbagai faktor penyebabnya.Wakil Ketua Komisi III sekaligus anggota Banggar Abdullah Hamdi, menilai kebijakan tersebut belum tepat. Ia menyoroti kolam retensi yang telah dibangun di Tambak Beras, Cerme, yang hingga kini belum dapat berfungsi secara optimal.

Meski normalisasi Kali Lamong telah dilakukan dengan biaya besar, banjir masih terjadi dan tanggul kembali jebol. Maka perlu perencanaan yang matang pembangunan kolam retensi tersebut tidak hanya di tambak beras tetapi juga di kedamean dan Menganti yang juga terdampak banjir parah. Jangan sampai efisiensi yang dilakukan pemerintah mengorbankan kesejahteraan masyarakat.

Terjadinya banjir berulang bukan semata karena curah hujan tinggi dan pendangkalan sungai. Namun, akar masalahnya adalah kebijakan pembangunan kapitalistik yang telah mengabaikan lingkungan dan dampaknya pada masyarakat.Inilah paradigma berfikir Kapitalisme menghantarkan pada konsep pembangunan yang abai pada kelestarian lingkungan dan keselamatan manusia, maka pembangunan harus memiliki paradigma yang tepat, sehingga memudahkan kehidupan manusia, namun juga menjaga kelestarian alam. Islam memberikan arahan pada negara bagaimana membangun negara dengan tepat dan mengalokasikan anggaran belanja dengan tepat sasaran bukan untuk investasi dan kepentingan korporasi.

Islam Solusi Persoalan Banjir 

Hujan adalah rahmat. Sedemikian teliti Allah menggambarkan proses terjadinya hujan. Kita pun dianjurkan membaca doa, “Allahumma shayyiban naafi’aa” saat turun hujan agar menjadi hujan yang bermanfaat.

Dengan begitu, pasti seimbang pula fungsi ekologis hujan tersebut bagi suatu kawasan. Ketika terjadi kerusakan lingkungan akibat ulah manusia, maka hujan yang semestinya menjadi rahmat justru berubah menjadi bencana, na’użu billāh

Allah Taala berfirman, “Dialah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira yang mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan) sehingga apabila (angin itu) telah memikul awan yang berat, Kami halau ia ke suatu negeri yang mati (tandus), lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan.”

Juga dalam ayat, “Kami turunkan air dari langit dengan suatu ukuran. Lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi dan sesungguhnya Kami Maha Kuasa melenyapkannya.”(QS Al-Mukminun [23]: 18).

Penguasa semestinya malu jika ada julukan “banjir tahunan” atau “bencana alam langganan”. Hal itu menunjukkan sikap abai terhadap mitigasi bencana, alih-alih mengantisipasinya. Sudah semestinya penguasa kembali pada hakikat kekuasaan yang dimilikinya, yakni semata demi menegakkan aturan Allah Taala dan meneladan Rasulullah saw. dalam rangka mengurus urusan umat.

Rasulullah saw. bersabda, “Imam/khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Islam tidak anti terhadap pembangunan. Banyaknya pembangunan di dalam sejarah peradaban Islam justru telah terbukti riil berfungsi untuk urusan umat. Bangunan-bangunan peninggalan peradaban Islam itu bahkan masih banyak yang berfungsi baik hingga era modern ini, padahal usianya sudah ratusan tahun.

Pembangunan dalam Islam juga mengandung visi ibadah, yaitu bahwa pembangunan harus bisa menunjang visi penghambaan kepada Allah Taala. Untuk itu, jika suatu proyek pembangunan bertentangan dengan aturan Allah ataupun berdampak pada terzaliminya hamba Allah, pembangunan itu tidak boleh dilanjutkan.

Begitu pula perihal tata guna lahan. Penguasa sudah semestinya memiliki inventarisasi fungsi dari masing-masing jenis lahan. Lahan yang subur dan efektif untuk pertanian sebaiknya jangan dipaksa untuk dialihfungsikan menjadi permukiman maupun kawasan industri.

Juga lahan pesisir, semestinya difungsikan menurut potensi ekologisnya, yakni mencegah abrasi air laut terhadap daratan. Sedangkan kawasan hutan hendaklah dilestarikan sebagai area konservasi agar dapat menahan/mengikat air hujan sehingga tidak mudah menimbulkan tanah longsor, sekaligus menjaga siklus air.

Semua ini bisa terwujud karena motivasi pembangunan dilakukan sebagai bagian dari penerapan syariat Islam secara kafah sehingga tentu saja membuahkan keberkahan bagi masyarakat. Ini sebagaimana firman Allah Taala, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf [7]: 96).

Wallaha'lam bishowab