-->

Dilema Gen Z : Bekerja Keras, Tapi Sulit Punya Rumah


Oleh : Meidy Mahdavikia

Bagi generasi muda saat ini, memiliki rumah layak huni semakin menjadi impian yang sangat sulit terwujud. Harga tanah dan properti terus melambung tinggi setiap tahunnya, sementara pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan sering kali stagnan atau bahkan di bawah standar kelayakan. Situasi ini diperparah dengan sulitnya mendapatkan pekerjaan yang stabil dan bergaji cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, apalagi menabung untuk membeli rumah.

Berdasarkan laporan *(antaranews.com, 14/2/2025)* menunjukkan bahwa program subsidi rumah dari pemerintah, seperti Program Sejuta Rumah, yang dianggap merupakan peluang bagi Gen Z untuk memiliki rumah ternyata masih belum mampu menjadi solusi yang efektif. Banyak generasi muda yang tetap kesulitan mendapatkan rumah karena persyaratan yang tidak fleksibel, lokasi yang jauh dari pusat ekonomi, serta keterbatasan unit yang tersedia. Akibatnya, banyak Gen Z yang harus bertahan dengan menyewa rumah atau bahkan tetap tinggal bersama orang tua hingga usia yang lebih tua dibandingkan generasi sebelumnya.

Sistem kapitalisme yang mengendalikan ekonomi saat ini semakin memperparah kondisi ini. Harga tanah dan properti dikendalikan oleh mekanisme pasar yang lebih mengutamakan keuntungan dibandingkan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Kepemilikan properti lebih didominasi oleh korporasi besar dan spekulan, yang semakin mempersempit peluang bagi masyarakat kelas menengah dan bawah untuk memiliki rumah sendiri.

Saat Kekayaan Mengalir ke Segelintir Orang

Fenomena sulitnya Gen Z memiliki rumah bukan terjadi tanpa sebab. Ini adalah akibat langsung dari penerapan sistem ekonomi kapitalis yang hanya menguntungkan segelintir elite dan mengabaikan kesejahteraan rakyat secara luas. Dalam sistem ini, tanah dan properti diperlakukan sebagai komoditas yang diperjualbelikan demi keuntungan, bukan sebagai kebutuhan dasar yang seharusnya dijamin oleh negara.

Gaji yang stagnan dan sulitnya mendapatkan pekerjaan dengan upah layak juga merupakan dampak dari kebijakan ekonomi kapitalis yang lebih mementingkan kepentingan investor dan korporasi daripada kesejahteraan pekerja. Banyak perusahaan yang menekan biaya tenaga kerja untuk meningkatkan keuntungan, sementara harga kebutuhan pokok terus meningkat tanpa diimbangi dengan kenaikan upah yang sepadan.

Pemerintah sering kali hanya menawarkan solusi parsial berupa subsidi perumahan atau skema kredit rumah, yang pada kenyataannya tidak menyelesaikan akar permasalahan. Subsidi perumahan hanya menguntungkan segelintir orang, sementara mayoritas masyarakat tetap kesulitan menjangkau hunian layak. Dengan demikian, negara seolah berlepas tangan dari tanggung jawabnya dalam menjamin kebutuhan dasar rakyatnya.

Jaminan Perumahan dalam Naungan Islam

Islam sebagai sistem kehidupan memiliki solusi yang komprehensif untuk menjamin kesejahteraan rakyat, termasuk dalam hal kepemilikan rumah. Dalam sistem Khilafah, negara bertanggung jawab penuh untuk memastikan setiap individu mendapatkan tempat tinggal yang layak. Khalifah sebagai raa'in (pengurus rakyat) wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat, termasuk dalam hal perumahan.

Sistem ekonomi Islam mengatur kepemilikan tanah dan properti dengan mekanisme yang berbeda dari kapitalisme. Tanah tidak boleh dikuasai oleh segelintir elite atau spekulan yang mempermainkan harga demi keuntungan pribadi. Negara akan mengelola tanah dengan kebijakan yang adil, seperti distribusi tanah bagi rakyat yang membutuhkan dan penyediaan rumah bagi mereka yang kurang mampu.

Dalam sejarah Khilafah, negara selalu berperan aktif dalam menjamin kesejahteraan rakyat, termasuk dalam penyediaan perumahan. Pemerintah Islam membangun berbagai fasilitas publik, termasuk pemukiman rakyat, tanpa menjadikannya sebagai komoditas bisnis yang dikendalikan oleh segelintir orang.

Selain itu, sistem ekonomi Islam memastikan bahwa setiap individu memiliki akses terhadap pekerjaan yang layak. Negara berkewajiban membuka lapangan pekerjaan di berbagai sektor seperti pertanian, perdagangan, dan industri, sehingga setiap warga negara mampu memperoleh penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk memiliki rumah sendiri.

Dengan penerapan sistem Islam yang berlandaskan keadilan dan kesejahteraan, persoalan sulitnya Gen Z memiliki rumah dapat diatasi secara menyeluruh. Bukan dengan subsidi parsial atau skema kredit berbunga yang tentu saja menimbulkan dosa, tetapi dengan memastikan bahwa perumahan adalah hak setiap individu yang dijamin oleh negara. Dengan demikian, tegaknya Khilafah akan menjadi solusi hakiki bagi ketimpangan ekonomi yang sedang terjadi saat ini, serta mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan.