-->

DILEMATISNYA BURUH PEREMPUAN


Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Ibu Peduli Umat)

Memprihatinkan. Marak PHK masal akhir-akhir ini. Ini jelas menambah beban dan derita rakyat, terutama kaum perempuan yang mayoritas menjadi buruh. Sudah selama mereka banyak berkorban meninggalkan anak di rumah demi membantu ekonomi keluarga, ternyata harapan meraih masa depan cerah dengan meraih kestabilan ekonomi pun pupus sudah; disambut deras air mata tiada terkira.

Karenanya, para buruh perempuan dikoordinasi oleh partai Buruh menuntut hak-haknya; yang disuarakan pada aksi damai saat memperingati Hari Perempuan Internasional pada Minggu 9 Maret 2025 yang lalu (www.tempo.co, Minggu 9 Maret 2025) (1). Mereka menuntut perlindungan pekerja rumah tangga (ART/Asisten Rumah Tangga), perlindungan buruh dari pelecehan dan kekerasan di dunia kerja, upah layak, hak politik, penegakan hukum terhadap eksploitasi pekerja perempuan, serta penghapusan eksploitasi kerja kontrak dan kesenjangan upah. Ada upaya mengatasi gelombang pengangguran para perempuan ini, dengan memberdayakan mereka di bidang UMKM dengan melatih mereka untuk membuat usaha rumahan (www.times.co.id, Rabu 12 Maret 2025) (2). Tapi semua ini adalah Solusi parsial, tidak menyentuh akar masalah.

Perempuan menjadi korban eksploitasi para kapitalis, ini ternyata terjadi semenjak zaman penjajahan dulu. Ini merupakan peninggalan kerja rodi penjajah kolonial. Saat itu pabrik-pabrik dibuka untuk mengolah hasil panen, yang menyedot banyak tenaga kasar; termasuk perempuan dan anak-anak. Awalnya hanya berupa kerja paruh waktu, tapi lama-kemalamaan waktu kerjanya penuh, delapan jam sehari. Mereka banyak dipekerjakan karena bersedia dibayar murah tapi hasil kerjanya bagus karena lebih teliti. Hal ini berlanjut hingga saat ini.

Tuntutan ekonomi menjadi alasan utama kaum perempuan untuk bekerja saat ini. Ini terjadi umumnya di kalangan Perempuan yang tingkat pendidikannya rendah (SD sampai SMU), atau kondisi suami umumnya juga berpendidikan setara yang menyebabkan pendapatan lebih rendah daripada pengeluaran. Kebanyakan mereka bekerja di sektor informal meskipun ada juga yang formal seperti di pabrik. Memprihatinkannya upah mereka rendah secara konstan, tapi mereka cukup puas meskipun tetap mencemaskan masa depan. Ini karena mereka mengutamakan fleksibilitas sehingga mereka memilih pekerjaan yang masih kompetibel dengan peran domestik. Tujuannya untuk membantu perekonomian keuarga, tapi ironisnya berangsur-angsur malah menjadi tulang punggung utama bagi keluarga sehingga jika terkena PHK akan mengguncang kondisi ekonomi keluarga.

Pekerja perempuan ini sangat menantang, sehingga menuai konflik batin. Mereka banyak menderita lelah fisik dan mental. Banyaknya buruh Perempuan yang di PHK saat ini, pasti ada kelegaan di hati kecil mereka karena mereka telah terbebas dari rutinitas pekerjaan yang melelahkan. Ini karena ada perasaan bersalah karena meninggalkan anak. Juga muncul perasaan gagal menjadi seorang ibu. Tapi ini menimbulkan konflik batin juga, karena mereka juga ingin hidup layak dan sejahtera sehingga dengan bekerja ini menjadi Solusi, tapi mereka tidak ingin diberi beban sendirian. Kalaupun bekerja, secara naluriah kaum perempuan ingin berkarya, bukan karena keterpaksaan. Mereka juga ingin fleksibilitas, agar masih bisa menuntaskan kewajiban domestic sebagai ibu dan pengurus rumah tangga. Gajinya pun ingin sebanding dengan pengorbanan.

Dilema ini akibat sudut pandang kapitalime yang menyesatkan, yang memandang perempuan sebagai aset ekonomi yang harus berdaya alias mampu menghasilkan uang, sebagai komoditas yang harus bisa dijual sehingga menjadi korban eksploitasi, sebagai selling point dan sebagai obyek pemasaran. Kapitalisme juga menuntut kaum Perempuan harus mandiri ekonomi dan terlibat aktif dalam sektor ekonomi, sehingga menggiring aktivitas Perempuan dominan di ruang publik. Kapitalisme juga terus menuntut kesetaraan dan keadilan gender, yang pasti akan memunculkan kemudaratan (kerusakan). Dampaknya laki-laki dan perempuan berebut peluang kerja, sehingga kaum pria banyak yang tersisih sehingga tidak mampu memberi nafkah. Urusan domestik pun tidak maksimal ditangani oleh perempuan, terutama dalam pendidikan anak. Campur baur di ruang public memicu banyak fitnah, eksploitasi, peklecehan, dan perselingkuhan. Ini memicu stress sosial secara masal

Berbeda dengan sudut pandang Islam dalam memandang perempuan. Mereka tidak diharuskan bekerja. Aktivitasnya pun mayoritas di ranah domestik, yang ini sesuai fitrah perempuan sebagai ibu dan pengurus rumah tangga. Karena memang kewajiban utama perempuan muslimah adalah al Umm wa rabbatul bait (ibu dan pengurus rumah tangga). Jika perempuan banyak berkutat di ranah domestik, membuat pria memiliki peluang lebih besar untuk mendapat pekerjaan dan mampu memberi nafkah. Urusan domestik pun bisa ditangani dengan maksimal, khususnya dalam hal mendidik anak. Karena para ibu bisa focus mendidik anak di rumah tanpa khawatir beban ekonomi. Ini mencegah campur baur laki-laki dan perempuan yang jelas berdampak negatif. Semuanya akan menimbulkan ketenangan bagi laki-laki dan perempuan. 

Negara dalam Islam, dalam hal ini Khilafah, tentu tidak akan lepas tangan dalam hal ini. Karena perempuan tidak wajib bekerja, karena nafkah mereka wajib ditanggung suami dan ayahnya, yang juga didukung oleh pemenuhan kebutuhan pokok oleh Khilafah di bidang sektor pendidikan, kesehatan dan keamanan. Beban ekonomi sudah tidak menjadi beban pikiran kaum Perempuan, karena sudah ditangani para walinya (ayah atau suami). Perempuan bekerja sebatas di sektor yang membutuhkan keahliannya yang mengeksploitasi sisi keperempuanannya. Khilafah akan membuka lapangan pekerjaan seluas mungkin untuk laki-laki sampai mereka mampu menafkahi keluarga yang menjadi tanggungannya. Sistem ekonomi Islam diterapkan oleh Khilafah sehingga harga kebutuhan akan terjangkau dan merata, sehingga tidak membebani rakyat. 

Inilah Solusi Islam dalam menangani beban derita buruh perempuan, dengan memuliakannya dengan memaksimalkan perang sebagai ibu sebagai tonggak peradaban dan menghapuskan beban mereka karena tereksploitasi secara ekonomi sebagai buruh perempuan.

Wallahualam Bisawab

Catatan Kaki :
(1) https://www.tempo.co/politik/gelar-aksi-hari-perempuan-internasional-ini-10-tuntutan-partai-buruh-1217360
(2) https://www.times.co.id/perempuan-penggerak-ekonomi-keluarga-solusi-tangguh-hadapi-krisis-dan-phk-massal