-->

Dua Tagar Menggambarkan Kecemasan Rakyat


Oleh : Ayu Lailiyah
Aktivis Dakwah

Belakangan ini warganet berbondong-bondong menyerukan tagar #KaburAjaDulu, bahkan tagar tersebut menjadi trending di media sosial X. Narasi yang disebarkan lewat tagar tersebut berisi tentang ajakan pindah ke luar negeri. Tagar #KaburAjaDulu dimaknai sebagai bentuk kekecewaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan Indonesia yang dirasa tidak memberikan jaminan masa depan. Ditambah dengan peraturan baru yang dinilai tidak pro terhadap rakyat, juga berita-berita tentang banyaknya pejabat atau pengusaha yang korupsi, pemberian keringanan sanksi atau hukuman kepada para pelaku korupsi, pengurangan anggaran, efisiensi anggaran, yang akhirnya membuat rakyat semakin muak berada di negeri ini. Berbeda dengan keadaan di negara lain yang direkomendasikan oleh warganet di media sosial X, di mana beberapa negara yang disebutkan dapat memberikan apa yang negeri ini tidak bisa berikan seperti pendidikan gratis, lapangan pekerjaan yang memadai, pungutan pajak yang rendah, dan lain sebagainya. Hal ini semakin memberikan peluang untuk "kabur".

Ada juga istilah "Brain Drain" yang merupakan fenomena perginya para cendekiawan, intelektual dan ilmuwan dari suatu negara ke negara lain. Brain Drain pernah terjadi di beberapa negara seperti di India dan Indonesia.
Di Indonesia sendiri, Brain Drain sudah terjadi sejak tahun 1965 pada saat rezim Orde lama ke Orde Baru. Sekarang diperbincangkan kembali fenomena Brain Drain ini di sosial media. Banyak warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri juga memberikan opininya yang menyatakan lebih memilih tinggal di luar negeri daripada kembali ke tanah air. 

Masih panas tagar #KaburAjaDulu, muncul tagar baru yang digaungkan oleh ribuan mahasiswa, pelajar dan kelompok sipil di berbagai sosial media yakni tagar #IndonesiaGelap, sebagai bentuk protes dan mengkritisi kebijakan maupun program pemerintah. "Gelap" diartikan sebagai ketakutan warga Indonesia terhadap nasib masa depan bangsa. 
Ini dapat menggambarkan kegagalan kebijakan politik ekonomi negeri dalam memberikan kehidupan sejahtera. Sistem yang dijadikan asas negeri ini yakni sistem kapitalisme yang menjadi akar permasalahannya. Kesenjangan ekonomi dapat terlihat jelas bukan hanya dalam negeri tetapi tingkat dunia, antara negara maju dan negara berkembang. 

Berbeda halnya dalam sistem IsIam, yang mewajibkan negara untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya. Seperti pada saat Umar bin Khattab menjabat sebagai kepala negara. Beliau sering berkeliling untuk memastikan setiap warganya hidup dengan aman dan sejahtera. Hingga pada suatu malam beliau menemukan ada warganya yang tidak memiliki bahan makanan, hingga terlihat kelaparan. Lalu seketika itu Khalifah Umar kembali menemui warganya tersebut dengan membawa banyak bahan pokok makanan. 

Kemudian untuk mewujudkan kemandirian ekonomi, Negara Islam akan melakukan industrialisasi dengan mengembangkan industri pengelolaan harta milik umum oleh negara dan industri swasta melalui iklim investasi yang kondusif. Negara juga akan memberikan bantuan modal, pelatihan, dan menghilangkan pungutan serta pajak yang memberatkan. Impor yang berpotensi mematikan industri dalam negeri juga akan dicegah, agar industri dalam negeri dapat eksis dan berkembang. Industri juga dapat memberikan upah yang sesuai bagi pekerjanya melalui akad saling rida antara pekerja dan pemberi kerja hingga terwujud keadilan dalam pengupahan dan tidak ada pihak yang terzalimi. Selain itu, gaji para pekerja juga tidak akan tergerus inflasi karena sistem ekonomi Islam yang stabil dan mata uang dinar-dirham yang nilainya tetap. Dengan demikian, rakyat dapat bekerja dengan tenang, mendapatkan gaji yang adil, dan memperoleh kesejahteraan yang diharapkan, sehingga tidak perlu mencari pekerjaan untuk kehidupan masa depan di negara asing.

Kondisi kekecewaan dengan sistem bernegara saat ini, seperti yang ditunjukkan dengan munculnya gerakan #KaburAjaDulu dan #IndonesiaGelap, memiliki kesamaan dengan kekecewaan Rasulullah SAW terhadap kehidupan jahiliah di Makkah. Kekecewaan tersebut mendorong Rasulullah untuk mengasingkan diri di Gua Hira, yang kemudian diikuti dengan turunnya wahyu pertama dan menjadi awal gerakan mewujudkan kehidupan yang penuh petunjuk dari Allah. Transformasi sosial yang dicontohkan Rasulullah SAW lahir dari pemikiran Islam yang sahih dan ditransfer kepada para sahabat. Proses pembinaan pemikiran ini mampu mengubah perilaku dan aktivitas untuk mewujudkan target kehidupan berkah dan cemerlang. Dengan modal dasar keimanan yang kokoh kepada Allah, dapat melahirkan pejuang yang siap berkorban. Oleh karena itu, kehidupan peradaban Islam yang memberikan keberkahan harus segera di gapai pada era generasi hari ini dan harapan untuk kehidupan yang lebih baik dapat menjadi kenyataan, baik di dunia maupun di akhirat.

Firman Allah SWT dalam Qur'an Surah Ibrahim ayat 1 :
"Alif, Lamm Raa. (Ini adalah) kitab yang kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari sisi gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji".

Wallahu a'lam bish showwab