Ekonomi : Sekulerisme Kapitalisme, Induk dari Korupsi
Oleh : Ghooziyah
Korupsi telah menjadi masalah kronis di banyak negara, termasuk Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantasnya, mulai dari pembentukan lembaga antikorupsi, penguatan regulasi, hingga penegakan hukum yang lebih ketat. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa korupsi justru semakin masif dan sistematis.
Kasus-kasus korupsi terus bermunculan, melibatkan berbagai lapisan pejabat, dari tingkat desa hingga pusat. Anggaran yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat justru masuk ke kantong pribadi atau kelompok tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi bukan sekadar masalah individu, tetapi telah menjadi bagian dari sistem yang ada.
Kapitalisme Memfasilitasi Korupsi
Dalam sistem kapitalisme, kepentingan ekonomi dan politik sering kali berjalan beriringan. Para pemodal besar memiliki pengaruh yang kuat terhadap kebijakan pemerintah, sementara para pejabat yang berkuasa sering kali lebih mementingkan keuntungan pribadi daripada kepentingan rakyat.
Kapitalisme menciptakan kondisi di mana kekayaan dan kekuasaan terkonsentrasi pada segelintir orang. Sistem ini mendorong individu untuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan aspek moral atau keadilan. Akibatnya, praktik korupsi menjadi sesuatu yang lumrah karena sistem ini memberikan peluang bagi mereka yang berkuasa untuk menyalahgunakan wewenangnya demi kepentingan pribadi.
Praktik suap, kolusi, dan nepotisme tumbuh subur dalam sistem ini. Para pengusaha yang ingin mendapatkan proyek besar atau kebijakan yang menguntungkan mereka akan berusaha mendekati pejabat dengan berbagai cara, termasuk melalui pemberian suap atau gratifikasi. Sebaliknya, para pejabat yang ingin mempertahankan kekuasaan atau menambah kekayaannya akan memanfaatkan jabatannya untuk mengamankan kepentingan mereka.
Sekulerisme: Memisahkan Agama dari Moralitas Politik dan Ekonomi
Sekulerisme, yang menjadi fondasi dari sistem kapitalisme, memisahkan agama dari kehidupan politik dan ekonomi. Dalam sistem ini, nilai-nilai moral dan spiritual tidak lagi menjadi landasan dalam mengambil keputusan. Akibatnya, standar benar dan salah menjadi relatif, bergantung pada kepentingan individu atau kelompok tertentu.
Dalam sistem sekuler, seseorang bisa saja menjalankan ibadah dengan baik, tetapi di saat yang sama tetap melakukan korupsi karena merasa bahwa urusan duniawi terpisah dari ajaran agama. Inilah yang menyebabkan banyaknya pejabat yang tampak religius, tetapi tetap terlibat dalam praktik korupsi.
Sekulerisme juga menciptakan budaya permisif, di mana tindakan yang salah bisa ditoleransi selama memberikan keuntungan. Sistem ini mengajarkan bahwa kesuksesan diukur dari seberapa besar kekayaan yang dimiliki, bukan dari seberapa jujur atau amanah seseorang dalam menjalankan tugasnya.
Islam Menawarkan Sistem yang Bebas dari Korupsi
Berbeda dengan kapitalisme dan sekulerisme, Islam memiliki sistem ekonomi dan pemerintahan yang dirancang untuk mencegah terjadinya korupsi. Dalam Islam, pemimpin adalah pelayan rakyat, bukan penguasa yang berhak mengambil keuntungan dari jabatannya.
Islam menetapkan aturan yang ketat dalam pengelolaan keuangan negara. Pejabat yang terbukti menyalahgunakan wewenangnya akan dikenakan hukuman yang tegas. Dalam sejarah, Khalifah Umar bin Khattab pernah mencopot pejabat yang hidup bermewah-mewah karena dianggap tidak sesuai dengan amanah kepemimpinan.
Selain itu, dalam sistem Islam, pengelolaan keuangan negara harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Baitul Mal sebagai lembaga keuangan negara memiliki mekanisme yang ketat dalam mengelola harta umat, sehingga tidak ada celah bagi individu untuk menyalahgunakan dana publik.
Islam juga melarang praktik riba, suap, dan segala bentuk kecurangan dalam ekonomi. Sistem ini mendorong distribusi kekayaan yang adil dan memastikan bahwa setiap individu mendapatkan haknya tanpa harus bergantung pada praktik-praktik curang.
Saatnya Meninggalkan Kapitalisme dan Sekulerisme
Selama kapitalisme dan sekulerisme masih menjadi dasar dalam sistem pemerintahan dan ekonomi, korupsi akan tetap menjadi masalah yang sulit diberantas. Sistem ini memberikan ruang bagi para pejabat untuk menyalahgunakan wewenangnya dan memungkinkan para pemodal untuk mengontrol kebijakan demi kepentingan mereka.
Islam menawarkan sistem yang lebih adil dan bebas dari korupsi. Dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah, pemerintahan akan berjalan berdasarkan kejujuran, transparansi, dan keadilan. Hanya dengan kembali kepada sistem Islam, masyarakat bisa terbebas dari jeratan korupsi yang telah menghancurkan bangsa ini.
Wallahu a'lam
Posting Komentar