-->

Harga Tiket Pesawat Turun, Kebijakan Populis Musiman yang Tak Mengurai Akar Persoalan?

Oleh : Siti Rohmah, S. Ak
(Pemerhati Kebijakan Publik) 

Pemerintah telah resmi mengumumkan bahwa harga tiket pesawat domestik kelas ekonomi turun sebesar 13 hingga 14 persen selama masa Angkutan Lebaran 2025. Kebijakan yang dibuat tersebut sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk menurunkan harga tiket pesawat agar dapat meringankan beban masyarakat, dan bertujuan untuk mendukung kelancaran, kemudahan, dan kenyamanan perjalanan masyarakat selama periode Angkutan Lebaran.

Pengumuman penurunan tiket pesawat ini disampaikan dalam konferensi pers yang diadakan di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Sabtu (1/3), dengan dihadiri oleh Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri PU Dody Hanggodo, Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Puspa dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.

Menhub Dudy menjelaskan bahwa kebijakan penurunan harga tiket pesawat merupakan bentuk komitmen nyata pemerintah dalam memberikan kemudahan dan keringanan bagi masyarakat yang akan merayakan Hari Raya Idul Fitri di kampung halamannya. Penurunan harga tiket pun hanya berlaku selama 15 hari, untuk penerbangan mulai dari tanggal  24 Maret hingga tanggal 7 April 2025, untuk periode pembelian tiket mulai tanggal 1 Maret hingga tanggal 7 April 2025. (Dephub.go.id, (01-03-2025)).

Kebijakan Musiman

Lagi-lagi negara mengeluarkan kebijakan musiman yang seolah menyelesaikan persoalan, seperti menurunkan harga tiket dan tarif tol. Kebijakan ini memang pantas untuk disebut sebagai kebijakan populis. Karena sejatinya bukan solusi masalah akan mahalnya biaya transportasi, tarif tol, dan sebagainya, mengingat tarif murah tidak terjadi di luar masa lebaran. Kebijakan ini pun ada jangka waktu tertentu nya, tidak lama. Sehingga tidak setia waktu bisa dinikmati penurunan harga tiket tersebut, padahal masyarakat menggunakan transportasi untuk kegiatan sehari-hari juga. 

Negara bahkan tidak menganggap adanya pelanggaran ketika pihak swasta menaikkan tarif demi mendapatkan keuntungan. Inilah dampak penerapan sistem Kapitalisme, negara menyerahkan pengelolaan transportasi kepada pihak swasta (investor). Akibatnya, tarif transportasi berada dalam kendali swasta. Tak semua warga mampu menjangkaunya. Karena dari segi kualitas dan layanan juga akan di sesuaikan oleh pihak swasta yaitu sesuai tarifnya. 

Sistem Kapitalisme juga menjadikan negara yang hanya berpihak pada kepentingan para korporat dengan membuat kebijakan populis otoriter. Tidak kita dapati saat ini alat transportasi yang aman, nyaman serta murah yang dikelola oleh negara. Adapun yang mahal kualitas bagus banyak diberikan oleh swasta. 

Islam Mengatur Transportasi

Transportasi yang berkualitas, murah, aman, dan nyaman sejatinya hanya akan dirasakan dalam negara yang menerapkan sistem ekonomi Islam di bawah institusi Khilafah Islam, bukan hanya di bulan Ramadhan tetapi setiap saat. Karena negara dalam Islam adalah raa’in (pengurus). Sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan kemaslahatan umat menjadi tanggung jawab negara, bukan pihak swasta. Bahkan, negara tidak akan menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta,  sementara negara hanya bertindak sebagai regulator bahkan dapat mengomersilkan hajat hidup masyarakat. 

Pemenuhan kebutuhan transportasi bagi publik adalah tanggung jawab negara, dengan pembiayaan dari kekayaan negara yang tersimpan di baitulma. Dengan kas yang cukup yang di dapat dari berbagai sumber pemasukan maka akan mampu menyediakan pelayanan transportasi yang layak. Sehingga semua masyarakat dapat merasakan nya. Maka hanya dengan kembali menerapkan sistem islam segala urusan akan teratasi. Wallahu a'alam bisshawab.