-->

Hari Perempuan Sedunia 2025: Saatnya Perempuan Menggugat Kapitalisme

Oleh : Zulfa Syamsul, ST (Aktivis Muslimah) 

Tampaknya para pejuang hak-hak perempuan belum bisa bernafas lega. Tahun 2025 ini, Hari Perempuan sedunia (International Women Day) diperingati dengan catatan yang masih gelap terhadap perempuan. Adalah Aliansi Perempuan Indonesia (API) yang menyatakan sikap dengan melakukan aksi di Jakarta Pusat, Sabtu (8/03/2025). Dalam aksinya itu API menyerukan “Perempuan Dimiskinkan, Dibunuh, Dikriminalkan: Perempuan Melawan dan Menggugat Negara”. Ini adalah refleksi dan keresahan atas situasi yang dialami oleh perempuan Indonesia saat ini (konde.co, 8/3/2025)

Perempuan dalam Data

Masih dalam artikel yang sama, berbagai penderitaan perempuan menjadi ulasan panjang. Diawali dengan meningkatnya kejadian pelecehan seksual di lingkungan kampus. Perguruan tinggi yang diharapkan menjadi tempat aman, nyatanya juga mengkhianati perempuan. Sebanyak 623 kasus kekerasan seksual yang dicatat selama tahun 2023 oleh kemdikbudmenristek, pelakunya tak hanya dari sesama mahasiswa tapi juga dari dosen atau staff kampus lainnya. Kekhawatiran atas civitas kampus juga menyeruak lantaran banyaknya jumlah mahasiswi yang putus kuliah lantaran tak mampu membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT). Kondisi ini akan semakin parah jika efisiensi yang dilakukan pemerintah berdampak pada semakin meningkatnya biaya UKT. Akan berapa banyak jumlah mahasiswi yang akan putus kuliah?

Tak berhenti di situ, cerita perempuan lain tak kalah sedihnya. Kehidupan lady Ojol misalnya, hingga kini tak pernah mendapat hak-hak maternitas. Cuti hamil, melahirkan dan menyusui masih belum diperhatikan bahkan sekadar mengganti pembalut saat mengalami haid terasa sulit, Kondisi yang paling parah terjadi hingga adanya Lady ojol yang mesti narik dalam kondisi hamil 8-9 bulan dan mengalami kesulitan berupa rahim yang harus diangkat. Kondisi terjepit membuat perempuan tak punya banyak pilihan, memaksa mereka menjadi Lady Ojol.

Inilah sekelumit ketidakadilan yang dialami oleh perempuan. Belum lagi di ranah yang lain seperti pembunuhan dan mutilasi, buruh migran, hingga Asisten Rumah Tangga yang masih belum mendapatkan jaminan kerja yang manusiawi. 

Penting Memahami Kapitalisme Sebagai Biang Kerok

Di tengah banyaknya ketidakadilan yang mendera perempuan, bagian yang paling penting adalah mengetahui secara mendasar penyebabnya. Hanya saja pandangan dalam menganalisa poin ini tak boleh sempit bak kuda lepas dari pingitan, memandang hanya kepada dua hal saja. Dalam hal ini sebahagian besar pejuang hak-hak perempuan memandang bahwa jika saat ini penyebab perempuan termarginalkan adalah Kapitalisme dan solusinya hanya dengan Sosialisme. Bahwa saat ini yang paling menderita atas ketidakadilan adalah perempuan padahal di saat yang sama, laki-laki pun mengalami ketidakadilan yang sama, bukan? Lalu bagaimana harusnya memandang?

Dalam Kitab Nizhamul Islam, Syaikh Taqiyuddin An Nabhani menuliskan bahwa “hanya qiyadah fikriyah Islam yang layak bagi manusia karena kesesuaiannya dengan fitrah dan akal manusia. Selain qiyadah fikriyah Islam (Kapitalisme dan Sosialisme) adalah bathil. Hanya qiyadah fikriyah Islam saja yang benar dan satu-satunya yang akan berhasil (dalam mengatur kehidupan manusia)”(Tahun 2001, Bab I-69).

Paragraf ini menarik karena mensejajarkan Islam dengan Kapitalisme dan Sosialisme bukan dengan agama lainnya. Dalam hal ini, Islam dibahas dalam kerangka Ideologi yang akan mengatur tata kelola pemerintahan dan kehidupan bernegara seperti bidang Ekonomi, Politik, Pendidikan, Hukum dan Sanksi dan Bidang Sosial Kemasyarakatan. Maka apa yang harusnya ditawarkan untuk menyelesaikan persoalan yang mendera perempuan dan juga mendera laki-laki hanyalah Islam.

Sejarah Kemuliaan Perempuan Ada dalam Peradaban Islam

Penerapan Islam sebagai Ideologi sebuah negara terukir dalam sejarah, memanjang sejak Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin, kemudian Kekhilafahan Umayyah, Abbasiyah hingga Kesultanan Utsmani. Kesejahteraan dan keamanan perempuan sangat terjaga di sepanjang sejarah itu. 

Salah satunya tercatat dalam sebuah kisah masyhur yang menunjukkan betapa peduli Khalifah Al Mu’tashim kepada muslimah. di Tahun 837 Masehi, terdapatlah seorang budak muslimah yang dilecehkan oleh tentara Romawi. Dia lalu berteriak, “Di mana engkau wahai Mu’tashim (Tolonglah aku)”

Mendengar berita itu, Khalifah Harun Al Rasyid alias Al Mu’tashim Billah lalu mengirim puluhan ribu pasukannya  untuk menyerbu Ammuriah, kota yang berada di wilayah Turki saat ini). Dikisahkan bahwa tentara yang berbaris sangat panjang yang ekornya masih di depan Istana Khalifah di Baghdad sementara  Kepala pasukan telah sampai di Ammuriah (Turki). Pasukan mengepung Ammuriah dan berhasil menaklukkannya. 

Sang Khalifah lalu menemui muslimah itu dan berkata, “Wahai saudariku, apakah aku telah memenuhi seruanmu atasku?”. Inilah standard perlindungan pemimpin negara kepada perempuan. Karenanya, dibutuhkan penerapan Islam secara kaffah, bukan kapitalisme apalagi sosialisme. Bukan pula sekedar ide gender yang ingin memberikan perlombaan antara laki-laki dan perempuan. Wallahu ‘Alam.