Hilangnya Pijakan, Ketika Al-Qur'an Tak Lagi Membentuk Peradaban
Oleh : Riani Kusmala Dewi
Al Qur'an, sebagai wahyu Ilahi yang diturunkan untuk membimbing seluruh umat manusia, seharusnya menjadi pijakan utama dalam membangun karakter, mengatur seluruh tata kehidupan, dan merancang tatanan negara yang adil dan melindungi masyarakat. Mukjizat Rasulullah Muhammad SAW ini tidak hanya memberikan petunjuk tentang hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta, tetapi juga menyentuh setiap aspek kehidupan baik itu hubungan Manusia dengan sesama Manusia yang meliputi moral, sosial, ekonomi, dan sistem politik. Juga Hubungan manusia dengan alam sekitarnya, dimana manusia harus menjaga dan mengelola kekayaan alam dunia secara baik dan bertanggungjawab.
Namun, di tengah arus modernisasi yang kian menekankan logika empiris dan keputusan kolektif, penerapan nilai-nilai Al Qur'an kerap terpinggirkan. Ironisnya, di era di mana sistem demokrasi dan kapitalisme mendominasi, pemahaman mendalam tentang pedoman hidup dari alqur'an justru mulai tersisih, sehingga muncul fenomena di mana mereka yang berupaya menerapkan ajaran Al Qur'an dalam kehidupan sehari-hari sering disalahpahami dan dicap radikal.
Dalam sistem yang diterapkan saat ini, kebenaran dan keadilan sering kali diukur melalui suara mayoritas serta kepentingan kolektif yang berdasarkan pada rasionalitas dan statistik.
Sayangnya, keterbatasan akal manusia membuat sistem semacam ini rentan terhadap distorsi kepentingan, bias, dan ketidakadilan. Keputusan yang dihasilkan tidak selalu mencerminkan nilai-nilai moral dan etika yang mendalam, melainkan lebih sering menguntungkan kelompok-kelompok tertentu yang memiliki kekuatan ekonomi dan politik. Hal inilah yang mendorong semakin jauh terpisahnya prinsip-prinsip keagamaan dari kehidupan publik, sehingga nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Al Qur'an kehilangan pijakannya dalam membentuk peradaban yang beradab.
Di tengah arus sekularisme yang memisahkan ranah agama dari urusan kenegaraan, individu yang dengan tegas menjunjung tinggi ajaran Al Qur'an sering kali mendapat label negatif sebagai radikal atau intoleran. Padahal, esensi dari ajaran tersebut adalah untuk menegakkan keadilan, menumbuhkan kasih sayang, dan membangun kesejahteraan bersama. Penerapan nilai-nilai Al Qur'an tidaklah semata-mata tentang ritual keagamaan, melainkan juga mencakup aspek sosial dan politik menyeluruh yang menuntut keadilan dan keseimbangan dalam setiap kebijakan publik. Tantangan inilah yang membuat idealisme keislaman semakin sulit untuk diaplikasikan di tengah kebisingan politik dan kepentingan duniawi yang mendominasi arus pemikiran masyarakat saat ini.
Untuk mengatasi kesenjangan antara nilai-nilai alqur'an dengan realitas kehidupan saat ini, diperlukan peran aktif dari orang-orang berilmu dan jamaah dakwah ideologis yang konsisten membela agama Allah.
Mereka memiliki tanggung jawab untuk menerjemahkan ajaran Al Qur'an ke dalam konteks kehidupan saat ini, sehingga nilai-nilai tersebut dapat dirasakan dan diimplementasikan oleh seluruh lapisan masyarakat. Dakwah yang ideal tidak hanya berfokus pada upaya mengajak kembali kepada keimanan, tetapi juga mengedepankan pendidikan moral, sosial, dan etika yang mampu menciptakan lingkungan hidup yang lebih adil dan harmonis. Melalui pendekatan yang ramah dan terbuka, dakwah dapat menjadi jembatan yang menyatukan idealisme spiritual dengan realitas sosial-politik, sehingga membebaskan umat dari belenggu materi kemewahan dunia dan kembali menghamba kepada Allah yang Maha Mengetahui.
Dalam QS. Ali Imran ayat 104, Allah SWT mengingatkan umat-Nya untuk menjadi kelompok yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar.
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung." (TQS. Ali Imran: 104)
Ayat ini merupakan landasan moral yang harus dijadikan pedoman dalam setiap kebijakan dan tindakan, baik dalam skala individu maupun kolektif. Jika nilai-nilai tersebut dapat diintegrasikan ke dalam kehidupan sehari-hari, maka masyarakat akan mampu membangun tatanan sosial yang tidak hanya berdasarkan pertimbangan material semata, tetapi juga didasari oleh keadilan, kasih sayang, dan kepedulian terhadap sesama.
Dalam menghadapi kompleksitas kehidupan modern yang sarat dengan dinamika kekuasaan dan kepentingan duniawi, pemulihan peran Al Qur'an sebagai pedoman hidup menjadi suatu keharusan. Umat Islam dituntut untuk tidak sekadar merayakan peringatan turunnya Al Qur'an sebagai agenda seremonial, melainkan mengaktualisasikan ajarannya dalam setiap aspek kehidupan. Hanya dengan demikian, nilai-nilai keislaman yang mendalam dapat menyatu dengan upaya menciptakan peradaban yang adil, sejahtera, dan bermartabat bagi seluruh umat manusia.
Dan semua ini akan terwujud dengan diterapkannya sistem Islam Kafah yang menyeluruh disetiap aspek kehidupan.
Posting Komentar