-->

Indonesia Gelap, Bersinar dengan Islam


Oleh : Ida Nurchayati

Dikutip dari Koran Tempo edisi 4 Maret 2025, diberbagai daerah, sejumlah mahasiswa sedang merancang aksi Indonesia Gelap jilid dua. Di Yogyakarta, mereka tengah berkonsolidasi menekankan tuntutan Prabowo dan Gibran turun. Mereka menyoroti kabinet Prabowo yang korup, gemuk, dan boros anggaran; serta kelangkaan gas elpiji 3 kilogram, perusakan lingkungan, dan polisi yang represif. 

Aksi ini kelanjutan aksi turun jalan pertengahan Februari lalu. Mahasiswa di berbagai daerah, baik di dalam maupun luar negeri, berunjuk rasa mengangkat sejumlah tema. Menuntut pemerintah memberi pendidikan gratis, membatalkan pemangkasan anggaran, mencabut proyek strategis nasional bermasalah, mengevaluasi total program makan bergizi gratis, serta menolak sejumlah revisi undang-undang, seperti UU TNI, UU Polri, dan UU Kejaksaan (www.tempo.co, 6/3/2025).

Tuntunan Kurang Mendasar

Mahasiswa merupakan kelompok masyarakat intelektual yang seharusnya peka dan bisa memahami realitas yang terjadi ditengah masyarakat. Tidak bisa dipungkiri, aksi Indonesia gelap sebagai representatif bahwa nasib rakyat kian berat. Berbagai kebijakan pemerintah sering blunder, hingga makin menyengsarakan rakyat. Kebijakan penguasa lebih mengutamakan segelintir elit oligarki, keadilan susah didapatkan.

Kenaikan PPN, kisruh distribusi LPG 3 kg, kasus pagar laut, lantas muncul korupsi di pertamina bukti negara kita tidak sedang baik-baik saja. Harapan baru yang semula digantungkan pada rezim baru, seolah musnah, tinggal menjadi harapan. Rezim baru bahkan memuja dan meneruskan rezim sebelumnya, maka wajar muncul gelombang aksi diberbagai daerah.

Tuntutan sejumlah mahasiswa diberbagai daerah patut diapresiasi. Namun, bila dicermati tuntutan tersebut masih dalam ranah kebijakan teknis, sementara sistemnya masih sama yakni sistem sekuler kapitalis demokrasi. Padahal permasalahan yang dihadapi bangsa adalah sistemik, bukan sekedar pemimpin yang tidak amanah saja.

Sistem sekuler demokrasi merupakan sistem politik berbiaya tinggi. Seorang calon penguasa butuh dukungan modal hingga tampuk kekuasaan. Maka cukong-cukong politik mutlak keberadaannya, terlebih menjelang pemilu. "No free lunch". Terjadi simbiosis mutualisma, kolaborasi penguasa dan pengusaha sebagai bentuk balas jasa. Tidak hanya oligarki, keberadaan partai politik dalam demokrasi bersifat pragmatis, hanya berputar pada kepentingan dan kemaslahatan partainya. Hampir seluruh parpol berkoalisi dengan penguasa sehingga kabinet yang terbentuk sangat gemuk. Kepentingan semua elit partai diakomodasi. Bisa dipastikan, gemuknya struktur kabinet berimplikasi pada gemuknya anggaran.

Sistem kapitalis juga meniscayakan adanya privatisasi sumber daya alam. Atas nama investasi, sumber daya alam bisa dikuasai segelintir oligarki. Rakyat akhirnya menjadi obyek penderita, nasibnya seperti ayam yang mati dilumbung padi. Indonesia merupakan negara penghasil gas terbesar, namun ironi ketika rakyatnya ada yang mati ketika mengantri gas elpiji. Kasus pagar laut juga indikasi bahwa negara telah dikuasai oligarki. Tampak jelas ketidakberdayaan negara melawan hegemoni segelintir oligarki.

Ketika sumber daya alam diprivatisasi, maka sumber pemasukan utama negara adalah pajak. Rakyat yang sudah menderita masih dipalak dengan berbagai pungutan pajak. Naiknya PPN menjadi 12 persen, meski sempat ditunda karena menuai penolakan masyarakat, buktinya. Minimnya anggaran bahkan mengalami defisit meniscayakan negara kembali mengambil utang, gali lubang tutup lubang. Rakyat masih harus menanggung beban biaya pendidikan dan keaehatan yang kian mahal. Inilah lingkaran setan demokrasi yang tak berujung.

Tidak ada kepastian hukum dalam sistem demokrasi. Aturan bisa diubah sekehandak penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya. Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Keadilan sulit didapatkan. Lantas dengan segudang permasalahan sistemik tersebut. Cukupkah akan terselesaikan dengan mengganti rezim?

Sistem Islam Solusi Kegelapan

Islam merupakan mabda yang memiliki fikrah dan tariqah untuk memecahkan problematika kehidupan manusia. Penerepan Islam secara kaffah akan mengubah gelapnya kondisi hari ini menjadi bersinar. Sejarah mencatatnya, ketika Nabi SAW membangun peradaban Islam di Madinah, kota ini bercahaya dengan sebutan Madinah al Munawarah.

Islam menetapkan kedudukan penguasa sebagai ra'in, yakni pelayan bagi rakyat. Maka keberadaannya akan memastikan bahwa rakyatnya bisa terpenuhi hak-haknya. Ada kebutuhan dasar yang harus dijamin oleh negara, kebutuhan pokok individu yakni sandang, pangan maupun papan. Juga ada kebutuhan pokok komunal yang bisa diakses rakyat dengan gratis, yakni pendidikan, kesehatan dan keamanan.

Negara mampu membiayai kebutuhan rakyatnya, karena sumber pemasukan dalam Islam sangat banyak. Bisa dari kekayaan negara berupa fa'i dan kharaj, juga yang melimpah dai pos kepemilikan umun, yang berasal dari tambang, sumber daya laut, kehutanan, dan sebagainya.

Islam juga mampu mewujudkan keadilan. Karena hukum dalam Islam berasal dari Allah Yang Maha Adil, Zat yang tidak punya kepentingan sedikitpun. Penguasa tinggal melaksanakan syariat Islam yang sangat sempurna. Berbeda dengan hukum dalam demokrasi yang bisa diperkosa sesuai kehendak penguasa.

Sejarah mencatat umat Islam pernah memimpin peradaban dunia mewujudkan rahmat bagi seluruh alam. Peradaban yang bersinar dan menyinari dunia dengan cahaya Islam yang sempurna.

Wallahu a'lam