Islam Menjamin Transportasi Aman dan Layak
Oleh : Devy Rikasari
Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan bersama Litbang Kompas memprediksi potensi pergerakan masyarakat selama libur Lebaran tahun ini mencapai 146,48 juta jiwa. Jumlah ini setara dengan 52% dari total penduduk Indonesia. Ironisnya, meski banyaknya pemudik mencapai setengah dari jumlah penduduk, nyatanya ada dua masalah serius yang menjadi siklus berulang: kemacetan dan kecelakaan lalu lintas. Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, menilai kurangnya inovasi pemerintah dalam mengatasi masalah berulang tersebut. Ia menyoroti lonjakan penggunaan kendaraan pribadi ketimbang angkutan umum yang terbukti efektif mengurangi kemacetan. Di sisi lain, penggunaan kendaraan pribadi roda dua memiliki risiko kecelakaan lalu lintas yang cukup besar. Tahun 2024 saja, Korlantas mencatat 75% kecelakaan lalu lintas dialami oleh pemudik pengguna sepeda motor. (cnnindonesia.com, 27-3-2025)
Mengapa Transportasi Publik Kurang Diminati?
Survei Litbang Kompas pada 4-7 Maret 2025 menunjukkan 56,8% responden memilih mudik menggunakan mobil pribadi. Alasan yang dikemukakan terkait kenyamanan (31,6%), fleksibilitas (21,2%), biaya (25,2%), dan faktor keamanan (12,5%). Kurangnya antusiasme warga terhadap penggunaan transportasi publik disebabkan karena anggapan bahwa transportasi publik tidak nyaman, biayanya mahal, dan tidak aman.
Meski pemerintah telah membuat kebijakan program mudik gratis dan diskon tarif kereta api dan pesawat, kebijakan tersebut belum mampu menarik minat masyarakat untuk menggunakan moda transportasi umum. Jumlah tiket yang terbatas membuat banyak pemudik kehabisan tiket dan akhirnya memilih menggunakan kendaraan pribadi.
Selain penggunaan kendaraan pribadi, marak pula penggunaan travel gelap. Layanan door to door dan tarif yang fleksibel menjadikan travel gelap banyak diminati, terutama oleh pemudik menuju daerah yang minim layanan transportasi umum. Maraknya travel gelap ini mencerminkan kegagalan pemerintah dalam menyediakan layanan transportasi umum yang merata hingga ke pelosok daerah.
Persoalan transportasi ini tidak terlepas dari buruknya tata kelola transportasi yang berasaskan kapitalisme-sekuler. Dalam sistem ini, pengelolaan transportasi diserahkan kepada pihak swasta sehingga wajar menjadi jasa komersial. Negara hanya berperan sebagai regulator yang lebih banyak berpihak kepada pengusaha.
Ketimpangan Pembangunan dan Urbanisasi
Arus mudik besar-besaran yang terjadi saat ini disebabkan karena banyak warga masyarakat yang menggantungkan hidupnya di perkotaan. Mereka rela meninggalkan kampung halamannya demi kehidupan yang lebih baik.
Urbanisasi kerap terjadi dari wilayah yang kurang berkembang. Hal ini terjadi karena pembangunan yang tidak merata. Pemerintah dalam sistem kapitalisme hanya fokus mengembangkan daerah yang berpotensi menguntungkan secara ekonomi.
Islam dan Tanggung Jawab Negara dalam Transportasi
Islam memandang transportasi sebagai fasilitas umum yang pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada swasta. Negara wajib membangun transportasi publik yang aman, nyaman, murah, tepat waktu, dan memiliki fasilitas penunjang yang memadai sesuai dengan perkembangan teknologi.
Hal ini sangat mungkin dilakukan jika paradigma untung-rugi yang biasa ada dalam sistem kapitalisme-sekuler dihilangkan. Penguasa yang sejati memahami bahwa keberadaannya sebagai pengatur urusan rakyat, bukan sebaliknya.
Rasulullah SAW bersabda,
فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia akan diminta pertanggungjawaban tentang rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari)
Mentalitas sebagai pengurus dan pelayan umat ini sangat tampak pada pribadi para khalifah, salah satunya Umar bin al-Khaththab ra. Ketika beliau melihat jalanan berlubang, beliau berujar, “Seandainya ada seekor keledai terperosok di Kota Bagdad karena jalan rusak, aku khawatir Allah Swt. akan meminta pertanggungjawaban diriku di akhirat nanti.” Mindset seperti inilah yang mendasari pemimpin negara khilafah dalam menjalankan kebijakan transportasi.
Negara khilafah juga memiliki sumber pemasukan yang banyak dan beragam, sehingga mampu membangun infrastruktur, termasuk transportasi yang baik, aman, dan nyaman. Pembangunan dan pengelolaannya pun dilakukan oleh pemerintah sendiri, bukan oleh swasta. Karena itu, rakyat bisa mendapatkan layanan yang mudah dan berkualitas terbaik dengan biaya murah bahkan gratis.
Sejarah mencatat, sejak tahun 950 M, jalan-jalan di Cordoba sudah diperkeras, secara teratur dibersihkan dari kotoran, dan malamnya diterangi lampu minyak. Dua ratus tahun kemudian, yakni 1185 M, barulah Paris memutuskan sebagai kota pertama di Eropa yang meniru Cordoba. Abbas Ibnu Firnas (810-887 M) dari Spanyol melakukan serangkaian percobaan untuk terbang, 1000 tahun lebih awal dari Wright bersaudara. Hal ini diakui oleh sejarawan Phillip K. Hitti dalam buku History of the Arabs.
Hingga abad ke-19, Kekhilafahan Utsmaniyah masih tetap konsisten mengembangkan infrastruktur transportasi ini. Ketika kereta api ditemukan di Jerman, Khalifah Abdul Hamid II mencanangkan proyek “Hejaz Railway”. Jalur kereta ini terbentang dari Istanbul, ibu kota Kekhilafahan, hingga Makkah, melalui Damaskus, Yerusalem hingga ke Madinah. Dengan adanya proyek ini, perjalanan ibadah haji dari Istanbul ke Makkah yang semula 40 hari dapat dipangkas menjadi 5 hari.
Islam Meniscayakan Pembangunan yang Merata
Islam memandang bahwa semua rakyat berhak mendapat perlakuan dan pelayanan yang sama. Oleh karena itu, negara akan membangun infrastruktur merata, bukan hanya di perkotaan. Hal ini akan membuka potensi ekonomi di semua wilayah.
Hal ini dapat disaksikan ketika Baghdad, sebagai ibukota, dibangun sebagai pusat kekhilafahan. Di kota itu dibangun sekolah, perpustakaan, masjid, taman, dan berbagai fasilitas publik lainnya. Orang-orang tidak perlu merantau jauh untuk menuntut ilmu atau bekerja karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semuanya memiliki kualitas yang standar.
Penerapan sistem ekonomi Islam akan memberikan jaminan pembangunan ekonomi yang merata, berkah, adil, dan sejahtera. Kondisi ini meminimalisir kesenjangan ekonomi dan menjauhkan masyarakat dari kerusakan. Kekhilafahan Islam akan menyediakan infrastruktur transportasi yang aman, memadai, dan berteknologi terkini. Dengan begitu, ribuan muslim tidak akan lagi menjadi korban kecelakaan transportasi akibat kelalaian pemerintah, juga tak perlu bermacet-macet sekadar untuk bertemu dengan keluarga dan kerabat.
Wallahu a'lam bishawab.
Posting Komentar