-->

Kejar Efisiensi Anggaran, Pelayanan Publik Tergadaikan


Oleh : Diana (Aktivis Dakwah Cikarang)

Pada awal tahun ini, presiden Prabowo Subianto menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) No.1 tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Rencana penghematan anggaran yang akan dilakukan dalam 3 tahap dengan total pengehmatan mencapai Rp.750 triliun. 

Tahap pertama sedang berlangsung dan sudah menghemat Rp.300 triliun, tahap kedua direncanakan akan menghemat Rp 308 triliun. Sedangkan untuk tahap ketiga penghematan akan dilakukan melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN), di mana dividen yang ditargetkan mencapai Rp 300 triliun.

Pemangkasan dana APBN dan APBD ini di lakukan demi membiayai program-program populis pemerintah, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG). Namun, realitas di lapangan menunjukkan kebijakan ini telah menimbulkan kekacauan, terutama dalam penyelenggaraan layanan publik, karena dengan pemangkasan anggaran yang drastis tersebut akan berakibat pada penghentian proyek-proyek infrastruktur vital. Jalan-jalan yang seharusnya diperbaiki kini dibiarkan rusak, sementara proyek bendungan dan irigasi yang penting bagi sektor pertanian ditunda atau dibatalkan. Selain itu pemangkasan anggaran ini telah menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di berbagai lembaga, seperti Lembaga Penyiaran Publik RRI dan TVRI. 
Walaupun beberapa keputusan PHK akhirnya dibatalkan karena tekanan publik, dampak psikologis dan ketidakpastian kerja bagi pegawai tetap menjadi permasalahan serius. Jika tahap kedua dan ketiga tetap dijalankan tanpa strategi yang lebih matang, bukan tidak mungkin akan terjadi PHK dalam skala yang lebih luas serta berkurangnya tenaga profesional disektor-sektor vital.

Tampak terlihat jelas efisiensi yang dilakukan pemerintah tanpa pemikiran yang matang, anggaran kepentingan umum banyak yang di pangkas, sedangkan penguasa sibuk menambah pegawai pembantu kepresidenan. Makin nyata yang dibela bukan kepentingan rakyat, namun pihak yang punya kepentingan.

Dalam Islam penguasa adalah raa'in yang tugas utamanya adalah mengurus rakyat yaitu mewujudkan kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan pokok.

Sebagaimana tertulis dalam hadist yang artinya sebagai berikut:

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya”.( HR. Al-Bukhari dan Muslim) 

Hadis ini menegaskan bahwa setiap orang adalah pemimpin, termasuk penguasa, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya di akhirat. Penguasa berkewajiban memastikan kebutuhan rakyatnya terpenuhi dengan baik, sehingga rakyat dapat hidup sejahtera. 
Dan Allah telah menjamin kesejahteraan di suatu negeri, saat negeri tersebut menerapkan hukum-hukum Allah. 

Islam juga memerintahkan rakyat untuk mematuhi pemimpin yang menaati Alloh dan Rosulnya. Yang dengan ketaatan tersebut menuntun pemimpin atau penguasa menerapkan hukum-hukum Allah. Seperti firman Allah SWT di QS. An-Nisa ayat 59 :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا

"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian".

Dalam Islam, kedaulatan berada di tangan syara' yang menjadikan penguasa harus 
tunduk pada hukum syara, tidak berpihak pada pihak lain yang ingin mendapat keuntungan. 

Dan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, Islam mempunyai sumber anggaran yang banyak dan beragam, tidak bergantung pada utang dan pajak seperti dalam sistem kapitalis. 
Terdapat tiga pos anggaran dalam baitulmal yang memiliki sumber dan peruntukannya sendiri-sendiri, yakni pos zakat, pos kepemilikan umum, dan pos kepemilikan negara. 

Pemasukan pos zakat, berasal dari para wajib zakat dan pengeluarannya pun hanya boleh untuk delapan asnaf. Sedangkan, sumber pemasukan pos kepemilikan umum adalah hasil pengelolaan sumber daya alam oleh negara untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan rakyat, seperti biaya layanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas, membangun infrastruktur yang bagus, serta keperluan rakyat yang lain. Adapun kepemilikan negara bersumber pada ganimah, fai, dan kharaj. Pengeluarannya untuk biaya perang dan membayar pegawai. 

Dengan demikian, jelasnya, terlihat bahwa sumber pemasukan negara akan sangat besar dari kekayaan alam yang berlimpah. Pemanfaatannya pun jelas sehingga alokasi anggaran menjadi efektif dan terhindar dari anggaran yang tidak tepat sasaran dan tidak akan ada hak-hak publik yang terampas. 

Jelaslah bahwa Islam mampu memberikan solusi dalam permasalahan anggaran negara kita. Dimana ketika diterapkan berarti telah melaksanakan perintah Allah SWT. Dengan menerapkan solusi dari IsIam, alokasi anggaran akan dilaksanakan penuh tanggung jawab dengan perencanaan yang matang. Karena Islam menetapkan jabatan adalah Amanah.

Wallahu'alam bishowab