KORUPSI BERTUBI, BUAH DARI SISTEM KAPITALISME
Oleh : Soelijah W. (Aktivis Muslimah)
Tekad kuat dan seluruh daya akan dilakukan untuk membasmi tuntas korupsi, demikian janji Prabowo Subianto, Presiden RI di Forum World Government Summits 2025 (www.antaranews.com). Prabowo mengakui tingkat korupsi Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan menjadi masalah dasar yang merusak sendi-sendi negara.
Tidak hanya dilakukan oleh para pejabat tingkat pusat, namun korupsi di Indonesia bahkan sudah menjalar hingga pejabat tingkat daerah. Meskipun nilai korupsi mereka masih dalam skala kecil, yang namanya tindak kejahatan tetap tidak bisa dibiarkan begitu saja. Korupsi seakan-akan telah menjadi sebuah hobi bahkan tradisi oleh para penguasa. Jabatan dimanfaatkan untuk meraup pundi-pundi kekayaan. Badan pemberantas korupsi ditundukkan. Tak mengherankan bila akhir-akhir ini muncul tagar #IndonesiaGelap dan berbagai demonstrasi di beberapa daerah.
Bertolak Belakang Antara Ucapan dan Tindakan
Alih-alih Prabowo bertindak serius dengan segala wewenangnya, kenyataannya di lapangan tak sejalan dengan apa yang dijanjikan dalam pemberantasan tindak korupsi. Bertubi kasus mega korupsi terkuak, tak lagi berbilang ratusan milyar namun sudah mencapai angka fantastis, ratusan triliun.
Korupsi Timah, Pagar Laut dan terakhir korupsi minyak mentah Pertamina. Menjadi bukti kuat bahwa pemerintah tak mampu bertindak mengatasi korupsi yang sudah menjadi akar penyakit seluruh penurunan kinerja pemerintah di berbagai sektor. Kejahatan korupsi sungguh bukan main, namun hukuman yang dijatuhkan kepada mereka hanya sekedar main-main. Dengan uang hukum bisa dikompromi dan kebebasan pun akhirnya bisa dibeli. Sungguh sebuah ironi!
Penerapan sistem Kapitalisme Pintu Masuk Bagi Korupsi
Akar masalah tindak pidana korupsi bukan terletak pada amoralnya individu pejabat saja, melainkan juga pada sistem yang diterapkan. Realitas negara yang menerapkan sistem kapitalisme dalam kepemimpinannya senantiasa berorientasi meraih keuntungan sebanyak-banyaknya. Konsep ini membuka peluang terjadinya korupsi secara sistemik di berbagai bidang, level jabatan dan para pemilik modal yang mendapat proyek dari negara. Sistem kapitalisme mengadopsi sistem demokrasi dimana konsep kedaulatan hukum ada di tangan manusia sehingga pejabat bisa mengotak-atik hukum yang dibuat sesuai dengan kepentingannya.
Sistem demokrasi adalah sistem politik berbiaya mahal yang membuka peluang para pemilik modal/oligarki memberikan modal untuk pemilihan wakil rakyat dan pejabat. Sehingga siapapun yang jadi pejabat akan lemah dan tunduk pada pemilik modal tersebut.
Seluruh kebijakan negara dibuat pejabat dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk mengembalikan modal dengan cara culas. Kebijakan ini pastilah akan menguntungkan para donatur mereka. Memberikan proyek-proyek tertentu sekaligus melakukan korupsi dimana rakyat lagi yang pasti akan menjadi korban.
Sistem Islam Berantas Tuntas Korupsi
Daulah Khilafah yang dipimpin oleh seorang Khalifah adalah institusi negara dalam sistem pemerintahan Islam. Menerapkan institusi Daulah khilafah akan mampu menutup rapat celah-celah korupsi. Lantas, bagaimana mekanismenya?
Sistem politik Islam, sangat sederhana dan tidak mahal. Saat ada kekosongan posisi Khalifah maka kaum muslimin dalam rentang 3 hari 3 malam harus sudah selesai melakukan pemilihan dan pembaiatan Khalifah. Kepemimpinannya bersifat tunggal, pengangkatan dan pencopotan aparat negara merupakan kewenangan seorang Khalifah. Sehingga konsep ini tidak memunculkan persekongkolan mengembalikan modal dan keuntungan pada cukong-cukong politik. Inilah yang mencegah praktik-praktik korupsi.
Pegawai negara wajib memenuhi kriteria kifayah (kapabilitas) dan berkepribadian Islam (syakhsiyah Islamiyah), sehingga kualifikasi rekrutmen pegawai negara wajib berdasarkan pada profesionalitas dan integritas bukan berasaskan koneksi, nepotisme dan politik balas budi. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, "Jika urusan diserahkan pada yang bukan ahlinya maka tunggulah hari kiamat." (H.R. Bukhari).
Untuk mendapatkan kualifikasi pegawai yang demikian, Daulah Khilafah menerapkan sistem pendidikan Islam. Dalam kitab Ususat-Ta'lim al -Manhaji fi Daulah al-Khilafah, Syaikh 'Atha bin Khalil, Amir Hizbut Tahrir menjelaskan bahwa sistem pendidikan Islam bertujuan membentuk generasi ber syakhshiyyah islamiyyah dimana pola pikir dan pola sikap mereka berlandaskan syari'at Islam. Dengan begitu generasi memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri agar menjauhi kemaksiatan, seperti tidak amanah dalam jabatan, melakukan korupsi dan sebagainya.
Khilafah wajib memberi gaji dan fasilitas yang layak kepada para pegawai, merupakan perintah Rasul SAW, "Siapa saja yang bekerja untuk kami tapi tak punya rumah, hendaklah dia mengambil rumah, kalau tak punya istri, hendaklah dia menikah, kalau tak punya pembantu atau kendaraan, hendaklah ia mengambil pembantu atau kendaraan." (H.R. Ahmad). Selain itu, Abu Ubaidah pernah berkata kepada Umar bin Khattab, "Cukupilah para pegawaimu, agar mereka tidak khianat."
Khilafah juga menerapkan kebijakan, haram bagi pegawainya menerima suap dan hadiah. Hal ini berdasar perintah Rasulullah SAW dalam haditsnya, "Hadiah yang diberikan kepada penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kekufuran." (H.R. Ahmad).
Khilafah juga menerapkan kebijakan unik untuk menelusuri pegawainya yang terlibat tindak korupsi dengan melakukan penghitungan kekayaan bagi para pegawai negara di awal dan di akhir jabatannya dan melakukan pembuktian terbalik jika ditemukan penambahan harta yang tidak wajar.
Jika masih saja ada pegawai yang korup maka Khilafah akan memberi sanksi Islam (uqubat) yang akan memberantas tuntas korupsi. Syaikh Abdurrahman Al-Maliki dalam kitabnya Nidzamul Uqubat, halaman 78-89. Beliau menuliskan, "Hukuman untuk koruptor masuk kategori ta'zir yaitu hukuman yang kadarnya ditentukan oleh hakim. Bentuk berat ringan hukuman berupa nasihat, teguran sampai yang paling tegas yaitu hukuman mati. Ini disesuaikan dengan berat ringan kejahatan yang dilakukan. Uqubat bersifat jawabir (penebus dosa bagi pelaku) dan jawazir (pencegah agar masyarakat tidak melakukan hal yang sama)."
Sementara itu, harta hasil korupsi menjadi harta ghulul yang akan diambil negara dan dimasukkan ke dalam pos kepemilikan negara di baitul mal. Ditambah lagi dengan adanya kontrol masyarakat yang selalu melakukan amar ma'ruf nahi munkar.
Hanya sistem Islam dengan mekanisme yang lengkap, mampu menutup kecurangan yang mungkin terjadi di masyarakat. Inilah sistem yang seharusnya diambil dan diterapkan penguasa yang benar-benar bertujuan serius memberantas tuntas korupsi. Wallahu'alam bi ashshawwab. []
Posting Komentar