-->

Korupsi, kok Menjadi Tradisi?


Oleh : Binti Masruroh

Korupsi seolah telah menjadi tradisi di negeri ini, mencari celah dalam setiap kesempatan. Hitung saja PT Timah, BLBI, Duta Palma, PT Asabri, PT Jiwasraya, Garuda Indonesia, Bank Century, Kemensos dan masih banyak lagi. Yang teranyar adalah PT Pertamina. Bahkan netizen menyebutnya sebagai Liga korupsi Indonesia. Yang teranyar adalah kasus korupsi di PT Pertamina (Persero) dan anak perusahaan PT Pertamina Patra Niaga yang menyebabkan kerugian negara sangat besar, mencapai Rp 196,7 triliun. Ketika rakyat dihadapkan dengan harga BBM yang mahal ternyata kalangan elit Pertamina justru menikmati pengemplang triliunan rupiah dari pengelolaan BUMN kekayaan rakyat yang telah diamanahkan kepadanya. 

Dalam kasus korupsi PT Pertamina Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka yang terdiri dari enam pegawai petinggi pertamina dan tiga pihak swasta. Sembilan tersangka tersebut diantaranya Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan Dan Direktur Feedstock And Product Optimization PT Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Adrianto Riza, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa Dimas Werhaspati, dan Komisaris PT Jenggala Maritim, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Maya Kusuma. kompas.com 27/02/25).

Para tersangka melakukan modus operandi dengan menyalahgunakan wewenang dalam tata kelola impor dan ekspor minyak mentah dan BBM. Para tersangka melakukan pembelian bahan bakar minyak BBM dengan kadar oktan rendah (RON 90) dijual dengan RON 92. Atau melakukan pengoplosan atau blending Pertalite di depo/storage untuk menjadi Pertamax. Kasus tersebut terjadi di lingkup PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sejak 2018-2023. Tersangka juga melakukan Mark Up dengan kontrak Shipping dan melakukan pengkondisian rapat optimasi hilir sehingga Pertamina tidak dapat minyak mentah produksi domestik.

Kasus korupsi pertamina ini sangat rapi, para petinggi perusahaan yang memiliki wewenang saling bekerja sama untuk mendapatkan keuntungan secara pribadi dengan mengakali pengadaan barang, mengambil keuntungan dari transaksi, ini menunjukkan betapa lemahnya tata kelola perusahaan terutama dalam pengadaan dan pengawasan. Selain itu juga karena pejabat tidak amanah.

Kondisi ini merupakan buah dari penerapan sistem Kapitalisme sekuler yang diterapkan di negeri ini. Kapitalisme mengajarkan kebahagiaan seseorang diukur dari terpenuhinya kebutuhan secara materi dan terpenuhinya keinginan jasadiyah. Seseorang akan bahagia apabila memiliki kekayaan yang berlimpah. Sekularisme mengajarkan kepada untuk memisahkan kehidupan dunia dengan aturan agama. Karenanya untuk mendapatkan keuntungan dan kebahagiaan pribadi atau kelompok orang bebas melakukan apa saja dengan menghalalkan segala cara, tidak peduli merugikan negara ataupun menghisap darah rakyat.

Hal ini juga tidak lepas dari sistem pendidikan yang diterapkan yaitu sistem pendidikan sekuler. Sistem pendidikan sekuler hanya berorientasi pada capaian materi, nilai tinggi, dapat diterima di perguruan tinggi negeri, dapat pekerjaan. Agama hanya dipelajari sebagai ilmu pengetahuan sebagaimana mata pelajaran yang lain, tidak untuk diamalkan atau diterapkan, kecuali yang berhubungan dengan ibadah mahdhah seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Sehingga pendidikan tidak mampu menghasilkan generasi yang bertaqwa. Yang ada adalah generasi sekuler yang jauh dari nilai nilai agama.

Berbeda dengan sistem Islam. Pendidikan dalam sistem pendidikan menghasilkan generasi yang beriman dan bertakwa. Pendidikan berasaskan pada Aqidah Islam. Tujuan utama Pendidikan adalah untuk membentuk generasi yang berkepribadian Islam. Generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islami, perbuatannya disandarkan pada perintah dan larangan Allah SWT. Sehingga generasi ketika menjadi pejabat akan amanah dan hati-hati dalam menjalankan tugas karena ada kesadaran akan pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak. Generasi seperti ini tidak akan berani melakukan korupsi. Islam mengajarkan ukuran kebahagiaan adalah mendapatkan ridho Allah SWT, bukan capaian materi seperti dalam sistem kapitalisme hari ini. 

Pendidikan Islam tidak berorientasi pada materi yang hanya menjadikan generasi sibuk memperkaya diri tanpa memperhatikan kemanfaatan ilmu untuk kemaslahatan umat, generasi yang dididik dengan sistem pendidikan Islam akan mengkontribusikan Ilmunya untuk kemaslahatan umat dan memberikan kebaikan bagi dunia.

Masyarakat dalam sistem Islam memiliki kontrol sosial yang sangat baik. Amar makruf nahi mungkar merupakan amalan mulia yang diwajibkan kepada seluruh kaum muslimin. Dengan demikian sesama anggota masyarakat akan ada suasana saling mengingatkan, saling menasehati dalam ketaatan dan kesabaran.

Islam tidak memberikan celah kepada pejabat untuk melakukan korupsi. Pejabat menyadari bahwa jabatan atau kekuasaan adalah amanah yang nanti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah, Islam memiliki sistem sanksi yang tegas kepada pejabat atau penguasa yang melakukan korupsi. Sehingga mampu mencegah terjadinya korupsi secara tuntas. Prinsip sanksi dalam Islam adalah untuk memberikan efek jawabir yaitu mengampuni dosa pelaku dan efek zawajir yaitu efek pencegah di masyarakat.


Dengan menerapkan sistem Islam atau Syariat Islam secara kaffah maka korupsi akan diberantas tuntas dari akar-akarnya, korupsi tidak menjadi tradisi di kalangan pejabat sebagaimana dalam sistem kapitalis sekuler hari ini. 
Wallahu a'lam bi ash-showaf