-->

KORUPSI YANG MENGGURITA, BUAH DARI PENERAPAN SISTEM KAPITALISME


Oleh : Sri wijayanti 

Presiden RI Prabowo subianto mengakui tingkat korupsi di Indonesia sangat mengkhawatirkan dan telah menjadi masalah dasar bagi penurunan kinerja disemua sektor, yang telah disampaikannya dalam forum dunia World Governments Summit 2025. “Saya yakin bahwa masalah dasar kita adalah telah terjadi semacam, saya tidak tahu, apakah itu penurunan kepemimpinan moral, penurunan kepemimpinan sosial. Namun, tingkat korupsi di Negara saya sangat mengkhawatirkan.”kata prabowo melalui tayangan video dari akun Youtube World Government Summit.Jakarta/14/01/2025. Hal ini pun menjadi tekad yang kuat bagi presiden untuk menggunakan seluruh energi dan wewenang yang dimiliki untuk mencoba mengatasi korupsi, yang dinilainya sebagai penyakit, serta akar dari seluruh penurunan kinerja diberbagai sector tersebut.

Akan tetapi mirisnya penyataan untuk menghapus korupsi tidak sejalan dengan kenyataan dilapangan. Begitu juga tekad yang kuat tidak dapat mengalahkan kekuatan dari penerapan sistem kapitalisme sekulerisme yang telah membuka peluang terjadinya korupsi secara Sistemik. Tidak tanggung- tanggung dari mulai jajaran tinggi sampai level terendah, setingkat desa pun tidak terlepas adanya praktek korupsi. Begitu juga hampir berbagai bidang dan level jabatan serta para pemilik modal mendapat proyek dari Negara yang rentan melakukan korupsi. Misalkan saja kasus korupsi PT Timah Tbk sebesar 300T, kasus BLBI sebesar 131T, penyerobotan lahan PT Duta Palma Group sebesar 78 T, kasus PT TPPI sebesar 37,8T ,kasus PT Asabri sebesar 22,7T, kasus PT Jiwasraya sebesar 16,8T, izin ekspor minyak kelapa sawit mentah sebesar 12T, pengadaan pesawat CRJ 1000 dan ATR 72-600 sebesar9,37T, kasus proyek BTS 4G sebesar 8T, kasus Bank Century sebesar 7T dan masih banyak kasus korupsi yang terjadi akibat penerapan sistem demokrasi kapitalisme.

Didalam sistem Demokrasi untuk memilih penguasa dan wakil rakyat harus melalui pemilihan suara dengan biaya yang sangat besar. Mulai dari pembuatan baliho, kampanye, bahkan serangan fajar sudah menjadi rahasia umum untuk dapat menang dalam pesta demokrasi. Dan masih banyak lagi biaya yang harus dikeluarkan dalam memilih penguasa lima tahun sekali. Hal ini yang menjadikan peluang bagi pemilik modal bermain perannya dengan memberikan dukungan modal serta meminta imbalan kebijakan yang menguntungkan pemilik modal. Sehingga siapapun pejabat yang terpilih menjadi pemimpin, kelak pasti akan tunduk terhadap keinginan para pemilik modal. Akhirnya Negara lemah dihadapan oligarki, sementara rakyat akan menjadi korban atas keserakahan dan kerakusan para kapital. 

Demikianlah tekad dan keinginan yang kuat saja tidak cukup untuk memberantas korupsi karena masalah korupsi adalah masalah sistemik. Sistem kapitalisme demokrasi yang rusak hanya akan memberikan kerusakan bagi kehidupan. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah korupsi yang telah mengkhawatirkan ini, harus menyelesaikan sampai ke akar masalahnya yakni dengan mengganti sistem demokrasi kapitalisme dan menerapkan sistem Islam yang berasal dari Allah swt.

Sistem Islam menuntup rapat- rapat celah korupsi bahkan kemungkinan korupsi menjadi nol. Sebab, Islam memiliki sistem pendidikan yang membentuk generasi bersyakhsyiah Islamiyah jauh dari kemaksiatan. Ditambah lagi penerapan sistem sanksi yang tegas dan menjerakan, sebagai jawajir dan jawabir. Sebagaimana yang dilakukan oleh Khalifah Umar ra, maka diawal para pejabat menjabat maka wajib diketahui berapa total kekayaannya , apabila didapati kekayaan seorang wali atau amil bertambah secara tidak wajar, maka beliau meminta pejabat tersebut menjelaskan asal-usul harta tambahan tidak wajar tersebut, apabila penjelasannya tidak memuaskan, maka kelebihannya disita atau dibagi dua,separuhnya diserahkan kepada baitulmall (kas negara). Hal ini pernah beliau lakukan kepada Abu Hurairah, Utbah bin Abu sufyan dan Amr bin Al-Ash untuk kasus yang subhat. Adapun untuk kasus yang jelas–jelas terbukti seseorang memperkaya diri sendiri dengna jalan curang, maka hukumannya ditakzir, bisa disita hartanya, dicambuk, dipenjara bahkan hukuman mati bergantung pada efek kerusakan yang ditimbulkan korupsi tersebut.

Oleh karena itu, Penguasa atau pejabat dituntut untuk amanah dalam menjaga harta rakyat, tidak boleh sedikit pun harta rakyat hilang atau tersia-siakan. Pernah Khalifah Umar bin Al-khatab mengejar unta zakat yang lepas, beliau lalu ditegur oleh Imam Ali ra, kemudian beliau menjawab” jangan engkau mencela aku, wahai abu hasan. Demi tuhan yang telah mengutus Muhammad saw dengan kenabian, andaikan ada anak domba (zakat) hilang ditepi sungai Eufrat, pasti umar akan dihukum karena hal tersebut pada hari kiamat. Sebabnya tiada kehormatan bagi seorang penguasa yang menghilangkan (hak) kaum muslim”, (As-samarkandi,Tanbih alGhafilin,hal 383-384). Oleh karena hanya sistem islam yang mampu menyelesaikan masalah korupsi dan mengembalikan kesejahteraan kepada umat.
Wallahu a'lam bishowab.