-->

Memicu Keinginan Bunuh Diri, KDRT Perlu Solusi Islam Kaffah

Oleh : Zulfa Syamsul, ST (Aktivis Muslimah)

Malam itu warga Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan (Sulsel) diliputi rasa antusias menjalankan Ibadah di malam Ramadhan. Namun tidak dengan satu warga ini, dirinya justru sedang dalam perasaan kalut nan menghimpit. Perasaan gelap itu menguasai kesadarannya, mendorongnya berjalan ke tepian jembatan, hendak melompat untuk mengakhiri hidupnya. Beruntung, aksi nekatnya berhasil digagalkan oleh warga yang masih ramai beraktivitas. Adalah MR(24) inisial wanita yang diselamatkan warga tengah malam itu. Petugas pun mengamankannya dan dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa dirinya kerap menjadi korban kekerasan dari sang suami. (detiksulsel.com, 03/03/2025).

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 mendefinisikan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah segala tindakan kekerasan baik secara fisik maupun non fisik antar hubungan keluarga. Kekerasan ini menyebabkan korban (umumnya perempuan) mengalami penderitaan baik secara fisik, psikis, seksual maupun dalam bentuk penelantaran rumah tangga. Kekerasan ini dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya, ayah kepada anaknya, antara saudara, paman kepada ponakan, dan seterusnya dimana pelaku dan korban keduanya memiliki hubungan kekerabatan.

Dua dekade pasca UU ini dibuat, kasus KDRT bukannya hilang malah semakin meningkat. Mengapa demikian? Di Soppeng sendiri, berdasarkan realese akhir tahun Kapolres 2024 tercatat 3 kasus KDRT dan ini meningkat 18% dari tahun sebelumnya (wargata.com, 28/12/2024). Sementara secara nasional kasus KDRT setiap tahun menjadi perhatian serius lantaran trendnya mengalami peningkatan. Catatan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menunjukkan bahwa total kekerasan yang terjadi pada tahun 2024 menembus 28.789 kasus, naik delapan kali lipat dari kasus yang terjadi tahun 2021 yang hanya 4.407 kasus. Sekali lagi mengapa kasus KDRT ini sulit diatasi? Bukankah serangkaian pencegahan dan penanggulangan telah dilakukan oleh pemerintah?

Faktor Utama Tuntas, KDRT Mudah Diberantas

Laksana api dalam sekam, jika penyebab utama KDRT masih dibiarkan maka kasus ini akan lebih merebak lagi. Sementara ekses dari kasus ini lebih buruk lantaran menghancurkan sendi bangunan keluarga yang muaranya akan mengancam generasi penerus bangsa. Berbagai ulasan dan jurnal telah disajikan untuk menyoal penyebab terjadinya KDRT, namun dibalik banyaknya faktor tersebut setidaknya ada tiga faktor utama yang perlu diatasi untuk membendungnya dari akarnya.

Pertama, adanya krisis identitas sebagai seorang muslim. Corak keluarga sejatinya ditentukan oleh corak pemikiran dan pemahaman yang diyakini oleh setiap anggotanya. Dalam hal ini, corak pemikiran dan pemahaman sepasang suami istrilah yang akan memberikan pondasi awal bagaimana corak sebuah keluarga akan dibentuk. Seorang suami-istri yang matang dengan tsaqofah Islam dan mengimplementasikan pemahaman Islamnya dalam kehidupan berumah tangga akan membentuk keluarga yang bercorak Islam. Yakni keluarga yang dibangun dengan kaidah, aturan dan sistem nilai yang bersumber dari Islam. Sehingga setiap cita diukir dengan Islam dan setiap soal dipupus pula dengan Islam.

Maka penting menghadirkan pendidikan berbasis tsaqofah Islam jauh sebelum sepasang suami-istri ini menikah. Pendidikan ini bisa memastikan bahwa kedua calon pengantin telah mampu bersikap berdasarkan pemahaman Islam dengan cara menjadikan syariat Islam sebagai standardnya dalam mengambil setiap keputusan. Pola pikir dan pola sikapnya senantiasa disandarkan kepada Islam dan aturannya. Inilah yang dimaksud dengan seorang yang berkepribadian islam (An Nabhani Taqiyuddin, Syakhsyhiah Islam, 15-16).

Seorang muslim yang bersyakhshiyah islamiyah inilah yang akan menjamin keamanan dan keselamatan bagi orang lain terutama bagi anggota keluarganya sebagaimana diceritakan seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW “Siapakah orang muslim yang paling baik?”, Beliau bersabda “Seorang muslim yang orang muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya”(HR.Muslim)

Sayang, pendidikan yang sekuleristik saat ini tak mampu alias gagal total mewujudkan pribadi muslim yang sejati. Halal-haram yang seharusnya menjadi patron perilaku bagi seorang muslim diganti dengan pragmatisme dan materialisme ala sekulerisme. Inilah tugas besar umat islam saat ini, berjuang melalui dakwah untuk mengganti aqidah umat dari sekulerisme menjadi Islam.

Kedua, adanya dukungan atau support system dari circle terdekat. Pernikahan sesungguhnya bukan hanya menyatukan dua insan tapi menyatukan dua keluarga beserta latar belakangnya masing-masing yang berbeda. Maka dalam membangun keluarga diperlukan dukungan dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Saat terjadi polemik dalam rumah tangga maka diperlukan bantuan nafkah, nasehat bahkan mediasi antara keduanya. Sebagaimana dalam surat Al-Baqarah ayat 233 dijelaskan dengan gamblang peran ayah sebagai pencari nafkah, peran ibu sebagai pengurus anak-anaknya, bagaimana idealnya komunikasi antara ibu dan ayah dalam menjalankan peran tersebut, hingga disebutkan juga peran ahli waris terhadap sang anak yakni sama dengan peran ayah ibunya sepeninggal mereka. Adanya frase “Jangan sampai seorang ibu-ayah menderita kesengsaraan karena anaknya” adalah petunjuk agar setiap pihak mengedepankan empati, musyawarah dan komunikasi yang baik di dalamnya, bukan kekerasan.

“Para Ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya dan warispun berkewajiban demikian.... ” (QS.Albaqarah: 233)

Ketiga, negara hadir dalam menjamin kesejahteraan ekonomi. Tak dipungkiri bahwa kondisi ekonomi menjadi faktor utama lainnya penyebab terjadinya KDRT. Maka dibutuhkan kehadiran pemimpin negara melalui kebijakan politik ekonominya dalam mensejahterahkan rakyat. Islam memberikan kewajiban seorang laki-laki dalam menjamin nafkah. Kepada siapa? Bagi istri dan anaknya, bagi saudara perempuan dan ibunya saat ayahnya telah meninggal. Sebagaimana kepada laki-laki maka demikianlah pula negara punya kewajiban untuk menjamin bahkan membantu tertunaikannya kewajiban tersebut. Dalam hal ini negara melalui pemimpin yang telah diberikan kekuasaan penuh wajib menjalankan seluruh syariat Islam dalam sendi perekonomian sehingga terwujudlah kesejahteraan melalui pembukaan lapangan kerja yang luas dan pengawalan stabilitas ekonomi. Negara memastikan orang per orang mesti memiliki makanan dan pekerjaan, serta terlayani pula kebutuhan pendidikan dan kesehatannya.

Tak hanya itu negara juga wajib memberi kepastian hukum. Semakin merebaknya kasus KDRT salah satunya karena sanksi yang ringan dan penegakan sanksi yang lemah. Allah SWT memberikan amanat kepada kepala negara memberlakukan sanksi jinayah berupa Qishas atau denda (diyat) terhadap setiap bentuk penganiayaan. Sebagaimana yang termaktub dalam Al Quran surat Al Maidah yang berbunyi “Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka-luka (pun) ada qishasnya (balasan yang sama). Barang siapa melepaskan (hak qishas)nya, maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang Allah turunkan, maka mereka itulah orang-orang dzalim.” (QS.Al Maidah:45)

Inilah petunjuk dari Allah SWT dalam pelaksanaan sanksi kepada setiap pelaku kekerasan termasuk KDRT, penganiayaan bahkan pembunuhan. Sayang, akibat sekulerisme yang memisahkan agama dari negara, petunjuk ini justru diabaikan oleh umat Islam saat ini.

Dakwah Jamaah Wajib Adanya

Ketiga faktor di atas masih jadi sebuah konsep lantaran tatanan kehidupan bernegara yang berlaku di tengah-tengah kita masih berdasar sekulerisme. Masyarakat pun masih awam dengan solusi Islam ini. Oleh karena itu, agar tiap umat mampu memahaminya diperlukan dakwah dari jamaah. Jamaah inilah yang akan berperan menyampaikan kebaikan-kebaikan Islam dalam menyelesaikan setiap persoalan yang ada di tengah-tengah masyarakat.

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan(Islam), menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS.Ali Imran:104)

Jamaah ini mesti istiqomah dalam menyampaikan kebaikan Islam hingga umat menerima dakwah mereka. Sementara bagi sebagian muslim yang sudah tersampaikan dakwah padanya, semoga Allah SWT membuka hati dan pikiran mereka sehingga tidak hanya menerima dakwah tapi juga bersedia menjadi bagian dari penyeru dakwah ini. Wallahu ‘alam.