-->

Mengembalikan Spirit Bulan Ramadhan

Oleh : Henise

Ramadhan di masa Rasulullah ﷺ bukan sekadar bulan ibadah, tetapi juga bulan kemenangan dan perubahan besar bagi umat Islam. Wahyu pertama turun di bulan ini, Perang Badar dimenangkan, dan Fathu Makkah terjadi. Umat Islam menjadikan Ramadhan sebagai momentum perjuangan, bukan hanya ritual seremonial.

Namun, kondisi umat Islam saat ini sangat berbeda. Ramadhan lebih banyak dipahami sebagai tradisi tahunan tanpa perubahan berarti. Masjid memang ramai saat tarawih, tetapi setelahnya tempat hiburan tetap dipenuhi pengunjung. Diskotik, konser musik, dan pesta tetap berlangsung, bahkan dengan berbagai promo spesial Ramadhan.

Ramadhan vs. Hedonisme

Di zaman Nabi, Ramadhan membentuk masyarakat yang bertakwa dan berjuang untuk Islam. Hari ini, Ramadhan justru dipenuhi budaya konsumtif dan hedonisme. Tempat makan dan pusat perbelanjaan lebih ramai dibandingkan masjid. Festival musik dan hiburan bermunculan dengan dalih "menyemarakkan Ramadhan", padahal hanya menjauhkan umat dari nilai-nilai Islam.

Media sosial pun tidak ketinggalan dalam mengeksploitasi bulan suci ini. Banyak influencer yang lebih sibuk membuat konten viral demi engagement daripada menyebarkan nilai-nilai Islam. Alih-alih mengajak kebaikan, banyak yang justru menampilkan gaya hidup mewah, pesta buka puasa eksklusif, atau bahkan konten vulgar yang tidak mencerminkan suasana Ramadhan.

Pergaulan Bebas Tetap Merajalela

Meskipun bulan suci tiba, kasus pergaulan bebas tetap tinggi. Prostitusi tetap berjalan, bahkan beberapa tempat hiburan menawarkan paket khusus "Ramadhan vibes" bagi pelanggan mereka. 

Di berbagai kota, kasus kehamilan di luar nikah terus meningkat, menunjukkan bahwa sekularisme telah menghancurkan nilai-nilai moral dalam masyarakat.

Ironisnya, munculnya wacana tes kehamilan bagi siswi menunjukkan betapa parahnya dampak pergaulan bebas di masyarakat. Alih-alih mencari solusi mendasar, kebijakan semacam ini justru mengarah pada pendekatan yang pragmatis tanpa menyentuh akar masalah. Islam tidak menyelesaikan masalah dengan cara seperti ini, melainkan dengan membangun sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam, menanamkan pemahaman yang benar tentang batasan pergaulan, serta menerapkan hukum yang tegas untuk mencegah zina sejak awal. Tanpa sistem Islam yang menyeluruh, berbagai kebijakan yang lahir hanyalah tambal sulam yang tidak menyelesaikan masalah. Ini membuktikan bahwa sistem pendidikan sekuler gagal menanamkan moralitas yang kuat dalam diri generasi muda.

Ketimpangan Ekonomi Makin Terlihat

Di zaman Rasulullah ﷺ, Ramadhan menjadi bulan berbagi. Negara memastikan tidak ada rakyat yang kelaparan. Sistem ekonomi Islam diterapkan sehingga kesejahteraan merata.

Namun hari ini, Ramadhan justru memperjelas ketimpangan ekonomi. Orang-orang kaya berpesta dengan buka puasa mewah di restoran mahal, sementara rakyat kecil harus antre berjam-jam hanya untuk mendapatkan takjil gratis. Harga kebutuhan pokok melonjak akibat permainan pasar kapitalis, membuat masyarakat semakin sulit memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Lebih parahnya, ketika rakyat kecil berjuang mencari makanan murah, pejabat dan elite justru sibuk dengan proyek-proyek yang hanya menguntungkan segelintir orang. Anggaran negara terus dipangkas dengan alasan efisiensi, tetapi korupsi dan pemborosan tetap terjadi.

Islam Menawarkan Solusi Hakiki

Semua ini adalah bukti bahwa sistem sekuler-kapitalis telah gagal membawa kebaikan bagi umat Islam. Ramadhan yang seharusnya menjadi momen perubahan justru kehilangan maknanya. Tidak ada perubahan sosial yang berarti, karena umat masih terjebak dalam sistem yang menjauhkan mereka dari Islam.

Islam menawarkan solusi yang nyata dan terbukti mampu membawa peradaban ke puncak kejayaan. Ramadhan harus dikembalikan kepada maknanya yang sejati, bukan sekadar ritual tetapi juga momen untuk menegakkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

Negara harus menerapkan hukum Islam secara menyeluruh agar tidak ada ruang bagi pergaulan bebas, prostitusi, dan gaya hidup hedonis. Ekonomi Islam harus diterapkan agar tidak ada lagi ketimpangan sosial yang semakin tajam setiap Ramadhan tiba.

Umat Islam harus sadar bahwa kondisi mereka saat ini tidak akan berubah selama masih berada dalam cengkeraman sekularisme dan kapitalisme. Ramadhan harus menjadi titik balik kebangkitan, bukan hanya bulan seremonial yang berlalu begitu saja. Jika umat ingin mengembalikan kejayaan Islam, maka satu-satunya jalan adalah kembali kepada Islam kaffah.

Wallahu a'lam