-->

MENYOAL DANANTARA

Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Ibu Peduli Umat)

Presiden Prabowo Subianto mengumumkan pembentukan badan pengelola investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara. Keputusan ini sejatinya sangat beresiko tinggi, yang tertuang dalam Undang-undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang disahkan pada 4 Februari 2025. Di dalamnya dijelaskan Danantara akan menguasai 99% saham perusahaan negara. Sisanya dipegang Kementerian BUMN. Danantara bertugas mengelola semua aset BUMN, termasuk dividen yang selama ini menjadi penerimaan negara bukan pajak dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (www.tempo.co, Minggu 16 Februari 2025) (1).

Cita-cita ayahanda presiden Prabowo Subianto menjadi cikal bakal Danantara. Beliau, Prof Soemitro berpendapat, jika BUMN memberikan hingga 5% labanya untuk dikelola oleh suatu badan investasi, yang akan membeli saham perusahaan swasta (www.money.kompas.com, Selasa 18 Februari 2025) (2); maka keuntungan dari saham berupa dividen maupun keuntungan penjualan saham akan digunakan untuk membantu ekonomi masyarakat. Karenanya presiden Prabowo menggunakan dividen BUMN yang sedianya disetor ke kas negara sebagai PNBP (Penghasilan Negara  Bukan Pajak), dialihkan menjadi investasi pemerintah di Danantara. 

Ada penambahan modal melalui mekanisme pemerintah bagi Danantara, yakni pengeluaran pembiayaan dalam APBN. Ini dari hasil kebijakan efisiensi APBN yang diperkirakan sebesar Rp 56 triliun, yang berdampak langsung bagi kinerja pemerintahan. Terutama pada layanan pendidikan dan kesehatan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Sehingga diprediksi ke depannya akan semakin sulit diakses. 

Danantara berakar dari kapitalisme dengan mengusung ekonomi kerakyatan, namun tidak lepas dari oligarki, sebagai bentuk politik balas budi ala demokrasi. Semata untuk optimalisasi modal dan aset BUMN, seperti halnya Cina dalam mengejar pertumbuhan ekonomi. Ini terlihat dari jajaran petinggi Danantara yang sebagian besar pihak oligarki.

Kebijakan berbasis investasi, di tengah sulitnya rakyat mengakses kebutuhan-kebutuhannya; menunjukkan minimnya empati pemerintah pada rakyat. Sehingga muncullah aksi demo “Indonesia Gelap” yang digelar sebagai pengingat bagi pemerintah saat merumuskan kebijakan (www.amp.kompas.com, Selasa 18 Februari 2025) (3). Pada aksi demo ini, sebagai upaya memberikan masukan dan kritik pada pemerintah, agar benar-benar berpihak kepada rakyat. Karena modal raksasa Danantara ini adalah uang rakyat, karena APBN bersumber dari pajak. Namun pemerintah malah mempertaruhkannya dalam pasar saham di dalam persaingan bebas global. Mulai dari menarik investasi asing, maupun sebagai modal investasi Indonesia di luar negeri. 

Dana ini juga bisa dipakai untuk investasi di program prioritas pemerintah, seperti hilirisasi mineral dan batu bara, hingga sawit. Rakyat tidak akan menikmati hasilnya, karena hanya akan dinikmati oleh para oligarki minerba dan sawit; agar mereka bisa meluaskan ekspansi bisnisnya di pasar global. Jika investasi gagal, maka uang rakyat hilang dan tak mungkin kembali. Kalaupun berhasil, sangat kecil kemungkinannya rakyat kecipratan hasilnya. Karena untuk memenuhi kebutuhan rakyat sebelum ada Danantara saja kebijakan pemerintah sudah berulang kali mengecewakan rakyat. Penyebabnya adalah penerapan sistem kapitalisme oleh penguasa dan penerapannya sebagai landasan berekonomi. Akibatnya penguasa abai dari peran utamanya sebagai raain atau pengurus rakyat. Negara tak lain hanya regulator kebijakan yang memuluskan kepentingan pemilik modal atau investor.

Akar masalah sesungguhnya yakni penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang rusak dan merusak. Oleh karena itu, perubahan menuju sistem sahih yang membawa keberkahan bagi kehidupan umat harus diwujudkan. Sistem sahih itu adalah sistem Islam Kafah yang terimplementasi dalam negara Islam yakni Khilafah Islamiyah. 

Islam memberikan tuntunan tentang konsep kepemilikan dan bagaimana mengelolanya. Islam memiliki sistem ekonomi yang telah menentukan tata cara pengelolaannya, serta siapa yang berhak mengelola juga kepada siapa hasil itu diperuntukkan. Hal ini diatur secara rinci oleh syariat Islam, dalam sistem ekonomi Islam. Dengan ini, kesejahteraan rakyat akan diwujudkan oleh Khilafah individu per individu. Sebab beginilah Islam menetapkan standar kesejahteraan, bukan kesejahteraan kolektif sebagaimana dalam sistem kapitalisme. 

Islam menetapkan kebutuhan atas pangan, papan, dan sandang; sebagai kebutuhan pokok tiap individu rakyat. Islam juga menetapkan keamanan pendidikan dan kesehatan sebagai hak dasar seluruh masyarakat pemenuhannya merupakan tanggung jawab negara. Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok direalisasikan Khilafah sebagai pihak negara, dengan mewajibkan laki-laki memberi nafkah kepada diri dan keluarganya mewajibkan kerabat dekat untuk membantu saudaranya negara membantu rakyat miskin. Khilafah juga membuka lapangan kerja yang luas melalui pengaturan pengelolaan dan distribusi hak milik yang adil dan merata sesuai Islam. Negara wajib dan mampu menyediakan pelayanan keamanan pendidikan dan pelayanan kesehatan untuk seluruh rakyat secara gratis. Karenanya Khilafah tidak akan berlepas tangan atas tanggung jawab ini.

Khilafah mengelola seluruh Sumber Daya Alam (SDA) yang merupakan harta milik umum. Seperti tambang-tambang penting, kekayaan laut, hutan, dan lainnya sebagainya; untuk sebesar-besar kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Dalam Islam, investasi bukan jalan untuk mendapatkan pemasukan bagi negara. Pemasukan utama Khilafah dalam Islam hanya tiga pintu, yakni pos fai dan kharaj, pos kepemilikan umum dan pos zakat. Terbukti selama kurang lebih 13 abad Khilafah mampu menyejahterakan rakyatnya pada level yang luar biasa.
Wallahualam Bisawab

Catatan Kaki :
(1) https://www.tempo.co/kolom/danantara-wujud-kapitalisme-prabowo-1207637
(2) https://money.kompas.com/read/2025/02/18/053940026/danantara-antara-pengorbanan-rakyat-dan-ambisi-pemimpin)
(3) https://amp.kompas.com/tren/read/2025/02/18/091500365/rangkuman-mahasiswa-demo-indonesia-gelap-ini-maksud-dan-tuntutannyagian-dana-danantara-biayai-hilirisasi-1209317