-->

Pagar Laut, Bukti Carut-Marut Birokrasi Indonesia

Oleh : Henise

Pembangunan pagar laut di berbagai kawasan pesisir, seperti di Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta, kembali menuai kontroversi. Proyek ini diklaim sebagai upaya pengendalian abrasi dan peningkatan estetika kawasan, tetapi di sisi lain, publik melihatnya sebagai bentuk privatisasi wilayah pesisir yang seharusnya menjadi hak publik.

Fenomena ini tidak hanya mencerminkan keserakahan kapitalisme dalam menguasai aset publik, tetapi juga mengungkap carut-marut birokrasi Indonesia yang lemah dalam mengatur tata ruang, pengelolaan lingkungan, serta kepentingan rakyat. Alih-alih berfungsi sebagai pelindung masyarakat dan lingkungan, birokrasi justru menjadi alat bagi segelintir elite untuk mengamankan kepentingan mereka.

Birokrasi yang Lemah, Kepentingan Kapitalis yang Berkuasa

Pembangunan pagar laut di kawasan tertentu mencerminkan ketidaktegasan pemerintah dalam mengatur tata ruang dan kepentingan publik. Beberapa permasalahan yang muncul dari proyek ini antara lain:

1. Privatisasi Wilayah Publik
Wilayah pesisir yang seharusnya menjadi milik bersama perlahan berubah menjadi area eksklusif yang hanya bisa diakses oleh segelintir orang. Pembangunan pagar laut mempersempit ruang gerak masyarakat, khususnya nelayan dan warga yang biasa memanfaatkan pantai untuk aktivitas sehari-hari.

2. Proses Perizinan yang Buram
Salah satu indikasi carut-marutnya birokrasi adalah lemahnya transparansi dalam proses perizinan. Proyek besar seperti ini sering kali berjalan tanpa partisipasi publik yang memadai dan minim pengawasan dari lembaga terkait. Akibatnya, kepentingan rakyat diabaikan demi keuntungan segelintir pengusaha.

3. Dampak Lingkungan yang Diabaikan
Bukan rahasia lagi bahwa pembangunan di kawasan pesisir sering kali mengancam keseimbangan ekosistem laut. Pembuatan pagar laut bisa mengganggu habitat biota laut, mengurangi akses nelayan ke laut, serta meningkatkan risiko bencana lingkungan akibat perubahan aliran air dan sedimentasi.

Kapitalisme dan Birokrasi yang Korup

Birokrasi dalam sistem kapitalisme tidak berorientasi pada kepentingan rakyat, melainkan pada kepentingan bisnis. Regulasi yang seharusnya dibuat untuk melindungi kepentingan publik justru sering kali dikendalikan oleh kelompok berkepentingan yang memiliki modal besar.

Beberapa faktor yang membuat birokrasi di Indonesia semakin carut-marut dalam proyek seperti ini adalah:

1. Kolusi dan Nepotisme dalam Perizinan
Perusahaan besar sering kali mendapatkan kemudahan dalam perizinan, sementara masyarakat yang terdampak justru kesulitan mengakses keadilan. Kebijakan yang dibuat pun sering kali mengakomodasi kepentingan bisnis dibanding kesejahteraan rakyat.

2. Kurangnya Pengawasan dan Akuntabilitas
Proyek pembangunan pagar laut seharusnya melalui kajian mendalam, baik dari aspek sosial maupun lingkungan. Namun, lemahnya pengawasan membuat proyek seperti ini tetap berjalan meski banyak pihak yang keberatan.

3. Pemerintah sebagai Fasilitator Kapitalis
Dalam sistem kapitalisme, negara bukanlah pelindung rakyat, tetapi fasilitator bagi kepentingan korporasi. Negara justru memberikan karpet merah bagi pengusaha besar untuk menguasai lahan-lahan strategis, termasuk kawasan pesisir.

Solusi Islam: Pengelolaan Tata Ruang yang Adil dan Berbasis Syariat

Islam memiliki sistem tata kelola yang jauh lebih adil dan berpihak pada kepentingan rakyat. Dalam Islam, laut, pantai, dan sumber daya alam lainnya adalah kepemilikan umum yang tidak boleh diserahkan kepada individu atau perusahaan tertentu.

Beberapa prinsip utama dalam Islam terkait pengelolaan tata ruang dan birokrasi yang bersih adalah:

1. Wilayah Pesisir adalah Milik Umat
Rasulullah ﷺ bersabda:

"Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ibn Majah)

Hadis ini menegaskan bahwa laut dan pesisir termasuk dalam kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat, bukan diserahkan kepada swasta.

2. Pemerintah yang Amanah dan Bertanggung Jawab
Dalam Islam, penguasa adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat. Mereka tidak boleh menjual atau menyerahkan aset publik kepada pihak yang hanya mencari keuntungan.

3. Regulasi yang Transparan dan Berbasis Syariat
Perizinan dan pengelolaan tata ruang dalam sistem Islam dilakukan secara transparan, tanpa intervensi kepentingan kapitalis. Setiap kebijakan dibuat dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat, bukan hanya keuntungan bisnis.

4. Perlindungan Lingkungan sebagai Amanah
Islam sangat menekankan perlindungan lingkungan. Segala bentuk proyek pembangunan harus mempertimbangkan dampak ekologis dan memastikan tidak ada kerusakan yang merugikan umat.

Penutup

Pembangunan pagar laut di kawasan pesisir adalah bukti nyata dari carut-marutnya birokrasi dalam sistem kapitalisme. Proyek ini mencerminkan bagaimana pemerintah lebih berpihak kepada kepentingan pengusaha daripada rakyat.

Islam menawarkan solusi yang lebih adil dan berpihak pada umat. Dengan menjadikan wilayah pesisir sebagai kepemilikan umum, menerapkan regulasi yang transparan, dan memastikan kepemimpinan yang amanah, umat dapat terhindar dari eksploitasi dan perampasan aset publik oleh segelintir elite.

Sudah saatnya umat Islam sadar bahwa birokrasi yang bersih dan adil hanya bisa terwujud dalam sistem Islam yang kaffah. Selama kapitalisme masih menjadi sistem yang dijalankan, kepentingan rakyat akan selalu dikorbankan demi keuntungan segelintir orang.

Wallahu a'lam