-->

Pelecehan Seksual Terus Berulang Di Dunia Pendidikan

Oleh: Hamnah B. Lin

Dilansir oleh kompas.com tanggal 7/03/2025, Kuasa hukum SMK Kalideres, Dennis Wibowo, menyebut ada 40 siswi yang mengaku mengalami dugaan pelecehan oleh oknum guru berinisial O di sekolah tersebut. Dennis mengatakan ara siswi itu mengaku dilecehkan dengan cara memegang pundak, salaman yang lama, dan mengelus pinggul. Guru berinisial O yang diduga melakukan pelecehan pun telah mengakui perbuatannya.

Guru yang seharusnya menjadi panutan dan memberikan teladan baik namun justru melakukan pelecehan seksual kepada peserta didiknya, hal ini tidak luput akibat dari tontonan media yang liberal, lingkungan pergaulan dan sistem pendidikan yang sekuler sehingga tidak bisa mewujudkan pribadi yang mulia.

Sungguh miris, Indonesia dengan penduduk mayoritas muslim nyatanya adalah salah satu negeri yang mengadopsi prinsip hidup sekuler liberal, makin tampak kerusakannya sebagaimana di Barat. Untuk Indonesia sendiri, yang mengeklaim berpegang pada prinsip hidup adat ketimuran, realitasnya adat ketimuran yang rapuh ini telah tergerus oleh pengaruh ideologi sekuler liberal kapitalisme. 

Prinsip kebebasan itu tegak atas sekularisme yang meminggirkan aturan Sang Pencipta. Dalam sistem tersebut, manusia meyakini bahwa aturan Ilahi tidak memiliki otoritas untuk mengatur kehidupan sosial dan negara. Seluruh aturan yang ada di masyarakat murni hasil kesepakatan yang didasarkan atas kecenderungan manusia dalam menentukan suka atau tidak suka terhadap sesuatu. 

Jika kita telisik, ada banyak aspek yang menjadikan kasus kekerasan seksual terhadap anak makin parah. Pertama adalah aspek sanksi yang tidak menjerakan. Berdasarkan UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak, setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Setiap orang yang melanggar ketentuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar (Kompas, 6-1-2022). Ancaman hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak tidak sampai hukuman mati, melainkan hanya dipenjara, bahkan realisasinya bisa sangat ringan.

Aspek kedua, masih terdapat perbedaan persepsi di antara para aparat terkait definisi kasus. Perbedaan definisi kasus di antara para aparat ini bisa menjadi kesalahan fatal karena terkait penentuan hukuman bagi pelaku. Lantas, kalau definisinya saja berbeda, bagaimana keadilan hukum bisa terwujud?

Ketiga, buruknya pengaturan media massa. Pornografi-pornoaksi banyak bergentayangan di internet. Siapa pun mudah saja mengakses konten porno melalui ponselnya.

Keempat adalah buruknya sistem pendidikan. Kurikulum pendidikan kita begitu jauh dari agama (sekuler) sehingga output-nya adalah orang-orang yang mengabaikan agama. Mereka tidak peduli halal-haram, juga tidak takut neraka, apalagi mau merindukan surga. Mereka merasa bebas berbuat apa saja tanpa peduli terhadap syariat. Akibatnya, terwujudlah masyarakat liberal sehingga memunculkan beraneka macam tindak kejahatan.

Berbanding jauh ketika Islam diterapkan, Sistem Islam berasaskan akidah Islam sehingga keimanan dan ketakwaan menjadi dasar penyelesaian setiap masalah.

Sistem pendidikan Islam akan mewujudkan pribadi bertakwa sehingga tidak akan mudah bermaksiat. Sistem pergaulan Islam memisahkan antara kehidupan laki-laki dan perempuan, kecuali ada keperluan yang dibenarkan syarak. Tidak akan terjadi interaksi khusus antara laki-laki dan perempuan nonmahram selain dalam ikatan pernikahan. 

Sistem media massa dalam Islam mencegah adanya konten pornografi-pornoaksi sehingga tidak ada rangsangan yang bisa mendorong terjadinya kekerasan seksual. 

Pelaksanaan semua sistem tersebut akan mencegah terjadinya kekerasan seksual, termasuk terhadap anak. Jika terjadi kasus, negara akan memberikan sanksi tegas. Jika pelecehan seksual yang terjadi sampai terkategori zina, hukumannya adalah 100 kali dera bagi pelaku yang belum menikah dan hukuman rajam bagi pelaku yang sudah menikah.

Adapun perkosaan atau rudapaksa (ightisabh) bukanlah hanya soal zina, melainkan sampai melakukan pemaksaan atau ikrah yang perlu dijatuhi sanksi tersendiri. Hukuman takzir ini dilakukan sebelum penerapan sanksi rajam. Adapun ragam takzir dijelaskan dalam kitab Nizhamul Uqubat, yaitu bahwa ada 15 macam takzir, di antaranya adalah dera dan pengasingan.

Demikianlah, hanya dengan penerapan Islam kafah dalam wadah Khilafah, kekerasan seksual terhadap anak bisa tercegah dan tersolusi hingga ke akarnya. Mari turut berjuang memegakkan sistem khilafah sebagai perisai umat.
Wallahu a'lam.