-->

PHK Masal, Salah Siapa?


Oleh : Yaurinda 

Perusahaan tekstil Sritex di Sukoharjo, Jawa Tengah, resmi berhenti beroperasi mulai Sabtu, 1 Maret 2025, setelah perusahaan itu dinyatakan pailit oleh pengadilan. Lebih dari 10.000 karyawannya diberhentikan.

"Jumlah karyawan Sritex yang terkena PHK (pemutusan hubungan kerja) sebanyak 10.665 orang," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Sukoharjo, Sumarno, Kamis (27/02), seperti dikutip kantor berita Antara.

PT Sritex merupakan perusahaan tekstil terbesar se Asia Tenggara, yang dianggap paling kuat terhadap PHK. Namun nyatanya harus melakukan PHK massal.  PHK massal di Sritex ini bisa dianggap sebagai dampak sosial dari kebijakan pemerintah, yang membuat kemudahan produk Cina masuk ke Indonesia melalui  ACFTA maupun UU Cipta kerja.

ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) yang ditandatangani pada 12 November 2017. Kesepakatan ini bertujuan untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan perdagangan barang, baik tarif ataupun nontarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi.

Selain itu akan meningkatkan aspek kerja sama ekonomi demi mendorong hubungan perekonomian para pihak ACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Cina. Kesepakatan baik regional dan internasional akan menjadikan negara tunduk pada kepentingan asing.

Dan ternyata benar akibat besarnya arus impor Industri tekstil dalam negeri tidak mampu menahan gempuran barang impor, produksi menurun, penjualan merosot, hingga banyaknya pemutusan hubungan kerja terjadi di industri ini. Lemahnya perlindungan negara untuk menjaga daya saing produk tekstil dalam negeri menjadi pemicu keadaan pailit perusahaan tekstil, termasuk PT. Sritex.

Ini merupakan salah satu akibat diterapkan liberalisasi pasar bebas dalam sistem kapitalisme. Liberalisasi ini mengakibatkan negara kehilangan kontrol dalam menyediakan lapangan kerja dan membuat swasta berperan aktif dalam industri.

Alhasil, negara berkembang seperti Indonesia menjadi tujuan utama pasar global negara maju.
Pasar bebas dalam sistem kapitalisme memungkinkan bagi individu dan perusahaan untuk berproduksi, membeli, dan menjual barang dan jasa secara bebas tanpa ikut campur pemerintah secara signifikan. Pada akhirnya, peran negara menjadi sebatas regulator dan fasilitator bagi kepentingan pemilik modal.

Seharusnya negara memiliki tujuan utama perindustrian didirikan yaitu untuk mewujudkan dan mengatasi seluruh kebutuhan dari rakyat. Seharusnya negara  memprioritaskan untuk memproduksi kebutuhan dasar rakyat hingga terpenuhi sebelum melakukan ekspor barang ke negara lain. Kebijakan ekspor bisa dilakukan jika kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi dengan baik. Begitu pula sebaliknya seperti pengendalian impor agar produk dalam negeri dapat dimaksimalkan. 

Dari sisi nonfisik, seluruh pembangunan industri harus dibangun berdasarkan kemandirian. Tidak boleh sedikit pun ada peluang yang akan membuat negara tergantung kepada negara lain baik dari sisi teknologi (melalui aturan-aturan lisensi), ekonomi (melalui aturan-aturan pinjaman atau ekspor impor), maupun politik.
 
Namun hal ini sangat mustahil diwujudkan dalam sistem kapitalis karena tumpuan dari sistem ini adalah pemilik modal. Dan negara kehilangan fungsinya sebagai pengurus urusan rakyat. Tentu ini sangat berbeda dengan sistem Islam, karena dalam sistem Islam negara bertugas  sebagai raa’in (pengurus) urusan rakyat. Negara wajib mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Di dalam Islam dalam mengelolaan industri dalam negeri, perdagangan luar negeri, dan kepemilikan harta di atur secara rinci dan jelas. Di dalam Islam kepemilikan harta terbagi menjadi tiga, yakni kepemilikan individu, umum, dan negara. Islam tidak memberikan kebebasan penuh kepada individu, swasta, apalagi asing untuk mengelola harta milik umum dan negara. 

Sistem Islam menjamin suasana yang baik bagi para pengusaha dan perusahaan dengan penerapan sistem ekonomi Islam. Dan jelas dalam Islam mengutamakan kepentingan rakyat bukan korporasi. Dengan begitu negara mampu membangun industri strategis, seperti pengilangan minyak, pengelolaan tambang, pertanian, dan sebagainya yang memungkinkan penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar.

Penyediaan lapangan kerja dalam industri strategis juga akan mendorong masyarakat meningkatkan keterampilan dan kemampuannya. Selain itu negara akan memberikan pelatihan kepada laki-laki (pencari nafkah)untuk bekerja dan dilatih untuk bekerja. Apabila ia tidak mampu bekerja maka negara wajib untuk mengusahakan pekerjaan untuknya. 

Semua ini dilakukan karena negara laksana penggembala serta bertanggung jawab terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan hidup rakyatnya. Bahkan jika individu itu tidak dapat bekerja karena tua atau sakit maka nafkah akan dialihkan kepada saudara. Namun jika tidak mampu menafkahi maka mereka menjadi tanggung jawab negara.

Dengan tersedianya lapangan pekerjaan luas. Pendidikan yang diberikan oleh negara memungkinkan kesejahteraan dinikmati oleh semua kalangan. Jadi masih kah kita berharap kepada sistem hari ini?