-->

Ramadhan, Sekedar Jeda atau Awal Perubahan?


Oleh : Riani Kusmala Dewi

Ramadhan adalah bulan yang paling dinanti oleh kaum Muslim di seluruh dunia. Bulan ini bukan sekadar bulan puasa, tetapi juga bulan penuh keberkahan, ampunan, dan limpahan rahmat dari Allah SWT. Di bulan ini, semangat ibadah umat Islam meningkat tajam. Masjid-masjid yang di bulan biasa tampak sepi, tiba-tiba menjadi penuh sesak dengan jamaah yang menunaikan shalat tarawih. Lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an terdengar di mana-mana, dari rumah-rumah hingga tempat kerja, dari siang hingga malam. Umat Islam berlomba-lomba dalam amal kebaikan, memperbanyak sedekah, menghindari maksiat, dan menjaga lisannya dari hal-hal yang tidak bermanfaat.

Suasana Islami begitu terasa. Bahkan pemerintah dan aparat keamanan ikut serta menjaga kekhidmatan bulan suci ini dengan menutup tempat hiburan malam dan memperketat pengawasan terhadap peredaran minuman keras. Semua ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap bulan yang penuh kemuliaan. Seolah-olah kehidupan masyarakat kembali ke dalam fitrah Islam yang sesungguhnya.
Namun, apa yang terjadi setelah Ramadhan berlalu?

Ketika takbir Idul Fitri berkumandang, euforia kemenangan dirasakan oleh semua kaum Muslim. Namun, sayangnya, kebanyakan dari kita hanya merasa menang atas selesainya ibadah puasa, bukan atas kemenangan sejati dalam mengubah diri menjadi pribadi yang lebih bertakwa. Hanya dalam hitungan hari setelah Ramadhan, masjid-masjid kembali sepi, mushaf Al-Qur’an kembali tertutup berdebu, dan kebiasaan maksiat yang sempat dihentikan perlahan-lahan mulai dilakukan kembali.

Tempat hiburan malam yang sempat ditutup kembali beroperasi. Minuman keras kembali dijual bebas. Pergaulan bebas, perjudian, dan segala bentuk kemaksiatan yang sempat meredup di bulan suci, kini bangkit kembali. Seolah-olah bulan Ramadhan hanyalah sebuah fase sementara, bukan titik balik untuk perubahan yang lebih baik.
Mengapa ini bisa terjadi?

Fenomena ini adalah akibat dari diterapkannya sistem sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini mengajarkan bahwa Islam hanya boleh diamalkan dalam aspek ibadah pribadi—seperti shalat, puasa, dan zakat—tetapi tidak boleh diterapkan dalam aspek kehidupan lainnya, seperti ekonomi, politik, hukum, dan pemerintahan.
Akibatnya, masyarakat Muslim terjebak dalam pola pikir bahwa Islam hanyalah ritual, bukan sistem kehidupan. Ramadhan dijadikan momen spiritual sementara, bukan sebagai langkah awal untuk menerapkan Islam secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari.

Padahal, Islam bukan hanya agama yang mengatur ibadah, tetapi juga merupakan sistem yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam memiliki aturan dalam ekonomi agar tidak ada praktik riba yang menindas. Islam memiliki sistem hukum yang tegas untuk mencegah kejahatan. Islam memiliki aturan kepemimpinan yang memastikan pemimpin benar-benar mengurusi rakyatnya dengan amanah. Namun, semua ini terabaikan karena umat Islam hidup di bawah sistem sekuler yang hanya mengambil Islam dalam aspek tertentu saja.

Akibat dari sekularisme, kita menyaksikan berbagai bentuk kerusakan yang semakin merajalela di masyarakat. Setiap hari kita disuguhkan berita kriminal yang semakin sadis, kasus korupsi yang semakin besar, serta ketidakadilan hukum yang semakin mencolok.

Para pejabat yang dipilih oleh rakyat justru mengkhianati amanah mereka. Gaji mereka sudah luar biasa besar, fasilitas mewah tersedia untuk mereka, tetapi mereka masih saja serakah, mencuri uang rakyat melalui korupsi. Mereka membuat kebijakan yang hanya menguntungkan segelintir elit, sementara rakyat kecil semakin terhimpit oleh kesulitan ekonomi.

Di sisi lain, nilai-nilai moral dalam masyarakat semakin terkikis. Hubungan di antara manusia semakin individualistis, tanpa kepedulian terhadap sesama. Kasus kekerasan dalam rumah tangga meningkat, pergaulan bebas merusak generasi muda, dan angka perceraian terus melonjak akibat hilangnya keberkahan dalam keluarga.
Semua ini adalah buah dari sistem yang menyingkirkan Islam dari kehidupan.

Sudah saatnya kita menyadari bahwa Islam bukan hanya agama ritual, tetapi sebuah sistem kehidupan yang sempurna. Allah SWT telah memberikan petunjuk yang lengkap untuk mengatur setiap aspek kehidupan manusia, mulai dari individu, keluarga, hingga negara.

Ketika Islam diterapkan secara kaffah (menyeluruh), ketakwaan akan terbentuk di setiap lapisan masyarakat. Individu akan menjadi lebih bertakwa, keluarga akan lebih harmonis, masyarakat akan lebih adil, dan negara akan dipimpin oleh pemimpin yang amanah serta bertanggung jawab.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 208:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh) dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia adalah musuh yang nyata bagi kalian." (QS. Al-Baqarah: 208)

Mari kita jadikan Ramadhan sebagai titik awal untuk kembali kepada Islam yang sesungguhnya. Jangan biarkan kesalehan hanya bertahan di bulan suci ini. Jadikan Islam sebagai pedoman dalam seluruh aspek kehidupan, bukan hanya dalam ibadah ritual, tetapi juga dalam ekonomi, politik, hukum, dan pemerintahan. Dengan begitu, kita tidak hanya akan merasakan ketenangan spiritual di bulan Ramadhan, tetapi juga keberkahan dan keadilan dalam seluruh kehidupan kita.

Wallahu a’lam bishawab.