Air Mata Palestina Tak Butuh Simpati, Tapi Jihad!
Oleh : Selvi Sri Wahyuni M.Pd
Di Gaza, darah terus mengalir. Tak ada hari tanpa ledakan, tak ada malam tanpa tangisan. Satu per satu nyawa melayang, tak hanya pejuang tapi juga anak-anak, perempuan, jurnalis, bahkan bayi dalam gendongan ibunya. Terakhir, jurnalis Fatima dan tujuh kerabatnya tewas mengenaskan akibat serangan brutal Israel. Tenda-tenda pengungsi yang disebut “zona aman” justru dibombardir. Sebagian warga bahkan terpaksa memakan daging kura-kura demi bertahan hidup, di tengah krisis pangan akut yang mengguncang Gaza.
Sementara itu, dunia hanya menatap. Lembaga internasional hanya mengutuk tanpa daya. Para penguasa negeri-negeri Islam pun hanya lantang di mimbar, namun bisu dalam tindakan. Tak satu pun menggerakkan tentaranya untuk menolong saudara mereka. Jangankan mengangkat senjata, bahkan untuk memutuskan hubungan diplomatik pun tak berani. Palestina seakan dibiarkan sendirian menghadapi monster penjajah yang didukung kekuatan besar dunia.
Padahal Allah berfirman:
"Dan jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan."
(QS. Al-Anfal: 72)
Dan Rasulullah SAW bersabda:
“Perumpamaan kaum mukminin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi di antara mereka, seperti satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakan sakitnya dengan tidak tidur dan demam.”
(HR. Bukhari & Muslim)
Lantas di mana tubuh umat itu hari ini? Mengapa tangan tak terulur, kaki tak melangkah, dan senjata tak diangkat? Jawabannya hanya satu: "Umat telah tercerai-berai oleh batas nasionalisme warisan penjajah". Hati kita satu, tapi tubuh kita terkunci dalam peta palsu bernama negara-bangsa. Maka selama nasionalisme ini belum ditanggalkan, selama umat tidak memiliki satu pemimpin global yang menyatukan kekuatan mereka, maka penderitaan Palestina akan terus berlanjut.
Yang dibutuhkan hari ini bukan lagi kecaman. Tapi penggalangan kekuatan global. Persatuan hakiki. "Umat Islam harus menyatu dalam satu kepemimpinan", yaitu Khilafah yang akan menggerakkan jihad sebagai jalan pembebasan.
Inilah saatnya umat menyerukan satu suara: "Persatukan barisan! Tegakkan Khilafah! Kirimkan bala tentara untuk membebaskan Al-Aqsha!"
Umat tidak boleh menunggu para penguasa yang telah lama menutup telinga dan hati. Maka harus ada yang memimpin gerakan umat, memandu dengan visi ideologis, menyatukan langkah dan arah.
Kemenangan bukan datang dari diplomasi, bukan dari konferensi, bukan pula dari tangan PBB yang sudah lapuk dimakan kepentingan kafir penjajah. Tapi dari persatuan umat di bawah kepemimpinan yang sah, yang menjadikan Islam sebagai satu-satunya hukum dan solusi. Khilafah adalah perisai umat. Dan jihad adalah jalan kemuliaannya.
Wallahu a'lam bishowab
Posting Komentar