Bonus Demografi : Peluang atau Ilusi di Bawah Sistem yang Salah?
Oleh : Adinda Fathimah A.
Indonesia berada di ambang fase penting dalam sejarah demografinya. Antara tahun 2030 hingga 2045, jumlah penduduk usia produktif diproyeksikan akan mencapai lebih dari 200 juta jiwa. Fenomena ini disebut sebagai bonus demografi—sebuah kondisi di mana usia kerja mendominasi populasi, yang secara teori memberikan peluang besar bagi kemajuan ekonomi dan sosial suatu negara.
Dalam video berjudul "Giliran Kita", Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menyampaikan optimisme terhadap potensi ini. Generasi muda disebut sebagai aktor utama perubahan, yang diharapkan mampu beradaptasi dengan teknologi, bersaing secara global, dan membawa negeri ini ke arah kemajuan yang berkelanjutan.
Namun, di balik semangat positif ini, muncul pertanyaan mendasar: apakah semangat dan motivasi cukup untuk mengubah bonus demografi menjadi keberhasilan nyata?
Realitas yang Terjadi: Bonus Demografi dalam Bayang-Bayang Krisis Struktural
Faktanya, memiliki populasi usia produktif yang besar bukanlah jaminan otomatis menuju kesejahteraan. Banyak negara yang pernah melewati fase ini justru mengalami ledakan pengangguran, krisis sosial, dan meningkatnya angka kemiskinan—karena kegagalan dalam mengelola momentum tersebut secara sistemik.
Kondisi serupa berpotensi terjadi di Indonesia jika tidak ada langkah serius yang menyentuh akar permasalahan. Beberapa tantangan yang kini dihadapi antara lain:
Akses pendidikan yang mahal dan tidak merata, yang menyebabkan kesenjangan kualitas sumber daya manusia.
Kesulitan mendapatkan pekerjaan layak, bahkan bagi lulusan perguruan tinggi.
Kesenjangan ekonomi yang terus melebar, di mana kekayaan masih terkonsentrasi di tangan segelintir elite.
Sistem hukum dan pemerintahan yang tidak stabil, mudah berubah karena tekanan politik dan ekonomi.
Ketergantungan pada investasi asing, yang membuat kebijakan dalam negeri rentan dikendalikan kepentingan luar.
Jika persoalan-persoalan ini tidak diatasi secara mendasar, maka bonus demografi hanya akan menjadi nihil. Generasi muda akan menjadi korban dari sistem yang gagal menyediakan masa depan yang layak.
Pandangan Islam sebagai Solusi Sistemik
Islam memiliki pendekatan khas dalam mengelola potensi rakyat, termasuk dalam menghadapi bonus demografi. Beberapa prinsip penting dalam Islam antara lain:
1. Negara Menjamin Pendidikan Gratis dan Bermutu
Pendidikan dalam Islam bukan hanya alat untuk mencari kerja, tapi sarana membentuk kepribadian dan mencetak pemikir serta pemimpin. Negara wajib menyediakan pendidikan berkualitas untuk semua warganya, tanpa diskriminasi kelas sosial.
2. Ekonomi Dikelola untuk Rakyat, Bukan Pasar
Islam menolak dominasi kapital dalam pengelolaan ekonomi. Negara wajib mengelola sumber daya alam dan kepemilikan umum untuk kepentingan rakyat. Lapangan kerja bukan dibebankan pada pasar bebas, tapi menjadi tanggung jawab negara dalam menciptakan iklim produksi yang sehat dan berkeadilan.
3. Sistem Pemerintahan Berbasis Hukum Tetap
Berbeda dengan sistem demokrasi kapitalis yang memungkinkan hukum berubah tergantung kekuasaan, Islam menetapkan hukum yang bersumber dari wahyu dan bersifat tetap. Ini memberikan stabilitas, kepastian hukum, dan keadilan bagi seluruh rakyat.
4. Pemuda sebagai Penggerak Peradaban
Islam memiliki visi besar terhadap pemuda, tidak hanya sebagai tenaga kerja, tapi sebagai penjaga nilai, pelanjut risalah, dan penggerak perubahan. Mereka tidak hanya didorong untuk produktif, tapi juga untuk berpikir kritis, memimpin, dan membangun peradaban.
Optimisme terhadap bonus demografi memang penting, namun harus diiringi dengan langkah nyata yang menyentuh akar persoalan. Sistem kapitalisme yang dominan saat ini telah terbukti gagal menyediakan kesejahteraan yang merata dan keadilan yang menyeluruh.
Tanpa perubahan sistemik, bonus demografi hanya akan menjadi angka dalam statistik. Islam, sebagai sistem kehidupan yang menyeluruh, menawarkan alternatif yang bisa diandalkan untuk mengelola potensi ini—bukan sekadar janji, tapi solusi yang telah terbukti dalam sejarah.
Jika generasi muda adalah masa depan bangsa, maka sudah semestinya mereka dibesarkan dalam sistem yang benar-benar berpihak pada manusia, bukan pasar.
Posting Komentar