-->

Darurat Pelecehan Seksual, Saat Pelindung Justru Jadi Pemangsa

Oleh : Selvi Sri Wahyuni M.Pd

Di negeri ini, makin hari makin menyedihkan. Kasus pelecehan seksual terus meningkat, tapi yang lebih mengerikan adalah ketika pelakunya justru berasal dari kalangan yang "seharusnya melindungi". Dari guru hingga polisi, dari pejabat publik hingga tokoh agama kasus demi kasus bermunculan, membuktikan satu hal: kita hidup dalam sistem yang rusak dari akarnya.

Pelaku Berkedok Kuasa

Baru-baru ini publik kembali dibuat geram oleh laporan pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum berpangkat. Ada yang mencabuli anak didiknya, ada yang memperkosa korban di ruang tahanan, bahkan ada yang menjadikan status dan jabatan sebagai alat untuk membungkam dan mengancam korban. Ini bukan sekadar kelainan individu, tapi bukti bahwa sistem hari ini melanggengkan kejahatan seksual melalui "relasi kuasa yang tak tersentuh hukum."

Keadilan tak ubahnya ilusi. Banyak korban yang dipaksa diam karena pelaku adalah “orang penting.” Alih-alih mendapat perlindungan, mereka justru diintimidasi, dilecehkan dua kali: secara seksual dan secara sistemik.

Kenapa Ini Terjadi?

Karena sistem sekuler hari ini tak menjadikan agama sebagai standar. Moral hanya jadi jargon. Hukum bisa dibeli. Budaya permisif dijunjung tinggi atas nama kebebasan. Edukasi seksual dijalankan tanpa batas, tapi tak pernah menyentuh akar keimanan dan kehormatan.

Tak heran jika pelecehan bahkan dianggap “biasa” selama pelakunya punya kuasa dan korban disalahkan karena “berpakaian menggoda.” Inilah wajah masyarakat rusak yang dibentuk oleh sistem liberal yang mengajarkan kebebasan, tapi membiarkan kebinatangan berkeliaran tanpa kendali.

Solusi Islam: Bukan Karpet Merah bagi Pemangsa, Tapi Sistem Tegas yang Mencegah

Islam bukan hanya agama ibadah, tapi sistem kehidupan. Dalam Islam, kehormatan manusia adalah sesuatu yang suci dan wajib dijaga. Pelecehan seksual bukan sekadar pelanggaran norma, tapi kejahatan besar yang hukumannya tegas: dari cambuk, pengasingan, hingga "rajam" bagi pelaku pemerkosaan.

Islam juga membangun sistem pencegahan, bukan hanya reaksi. Mulai dari kewajiban menundukkan pandangan, menutup aurat secara sempurna, memisahkan ruang laki-laki dan perempuan dalam interaksi publik yang tak perlu, serta larangan khalwat (berdua-duaan tanpa mahram). Ini bukan bentuk pengekangan, tapi perlindungan.

Yang lebih penting: Islam melahirkan pemimpin yang takut kepada Allah, bukan pemimpin yang doyan kuasa dan nafsu. Dalam sistem Islam, seorang khalifah bisa dihukum jika zalim, dan tidak ada kebal hukum bagi siapa pun, apalagi pelaku kejahatan seksual.

Kita tidak sedang krisis hukum semata. Kita sedang krisis sistem dan nilai. Ketika para pemangsa dibiarkan menjelma pelindung, dan korban dipaksa diam, maka yang kita butuhkan bukan reformasi tambal sulam, tapi perubahan total kembali kepada aturan yang benar-benar menjaga kehormatan manusia.

Saatnya akhiri mimpi buruk ini. Jangan serahkan nasib generasi pada sistem yang membiarkan pemangsa berdasi memangsa dengan legal. Islam datang bukan hanya untuk mengutuk kegelapan, tapi menyalakan cahaya peradaban yang bermartabat.

Wallahu a'lam bishowab