-->

Ekonomi Melemah, Transaksi Ribawi Meningkat

Oleh : Dinda Kusuma W T

Hari raya idul Fitri 1446 H baru saja berlalu, masyarakat Indonesia kembali pada rutinitas sebagaimana biasa. Euforia hari raya menyisakan cerita tersendiri bagi para pedagang, pasalnya hampir masif diseluruh wilayah indonesia, tingkat penjualan menurun, menunjukkan melemahnya perekonomian negeri ini.

Ekonomi yang lemah dan penurunan daya beli masyarakat sering terjadi bersamaan. Ketika ekonomi tidak berjalan baik, pendapatan masyarakat cenderung stagnan atau bahkan menurun, yang kemudian berdampak pada daya beli mereka. Hal ini bisa menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan karena konsumsi masyarakat berkurang.

Penurunan daya beli masyarakat tercermin dari deflasi yang terjadi pada awal tahun 2025. Meskipun pemerintah menganggap deflasi sebagai tanda keberhasilan pengendalian harga, para ekonom justru menilai bahwa kondisi ini lebih mencerminkan lemahnya konsumsi masyarakat. Kondisi ini sebenarnya sudah terprediksi dan tidak terlalu mengejutkan mengingat dahsyatnya gelombang PHK terutama memasuki awal tahun 2025. 

Mirisnya, ditengah kalang kabut masyarakat menengah kebawah menghadapi penurunan pendapatan, atau bahkan kehilangan pekerjaan, ada tuntutan kebutuhan hari raya yang tidak bisa disingkirkan. Akibatnya, banyak masyarakat mengambil jalan pintas yaitu mengambil pinjaman ribawi. Mulai dari pinjaman konvensional, pinjol (pinjaman online), dan yang terbaru adalah utang sistem paylater (beli sekarang bayar nanti).

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae melaporkan kredit paylater perbankan mencapai Rp21,77 triliun per November 2024. Setelah gegap gempita Lebaran mereda, masyarakat Indonesia kini menghadapi kenyataan yang berulang setiap tahun, yakni tagihan dari layanan pinjaman online (pinjol) dan buy now pay later (BNPL) atau paylater. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pola ini sudah menjadi siklus tahunan yang terus berulang. Saat Lebaran 2024 lalu, misalnya, kredit melalui paylater meningkat 31,45 persen secara tahunan hingga mencapai Rp 6,47 triliun (tempo.com, 15/04/2025).

Banyak orang kini lebih memilih meminjam melalui aplikasi karena kemudahan dan kecepatan, dibanding cara lama seperti meminjam ke keluarga atau tetangga. Sayangnya, kemudahan itu justru membuat pengeluaran jadi tidak terkendali. Terkesan mudah, namun ini sebenarnya adalah jebakan. Kaum kapitalis tampaknya sangat memahami karakter rakyat Indonesia yang sangat konsumtif dan tidak segan mengambil pinjaman tanpa berfikir dampaknya dikemudian hari.

Disisi lain, banyak ditemui fakta hancurnya kehidupan seseorang akibat terjerat pinjol dan judol (judi online). Berita kriminalitas berkaitan dengan hal tersebut makin marak silih berganti. Ada yang keluarganya hancur tercerai berai berujung pada perceraian, ada yang nekat melakukan tindak kriminal seperti pencurian bahkan pembunuhan demi melunasi pinjaman onlinenya, ada yang sampai bunuh diri karena tidak kuat memikul tekanan jerat utang riba. Kebobrokan dan mentalillness kian merajalela menggerogoti Indonesia. Jelas, kapitalisme mendorong bangsa ini terperosok ke dalam jurang kehancuran.

Riba adalah salah satu ciri dan pilar utama sistem ekonomi kapitalisme. Jerat utang riba sering kali dimanfaatkan oleh kaum kapital untuk merampas aset masyarakat atau memaksa masyarakat membayar bunga pinjaman yang besar. Tak heran dalam sistem ini para pemilik modal besar akan semakin kaya sedangkan yang miskin makin miskin. Jarak antara si kaya dan si miskin makin menganga.

Untuk keluar dari kesengsaraan, kapitalisme harus dicabut hingga akarnya dan diganti dengan sistem yang benar yaitu Islam. Sistem kapitalisme bertentangan dengan sistem ekonomi Islam yang tegas mengharamkan riba. Tegaknya sistem islam akan menghentikan praktik perbankan konvensional yang ribawi serta seluruh aktivitas ekonomi apapun baik antar individu maupun pebisnis yang mengandung riba.

Sebuah negara yang menerapkan sistem islam juga tidak mengambil utang luar negeri untuk kepentingan pembangunan negeri. Sehingga negara akan terbebas dari jebakan utang dan dikontrol oleh negara asing. Negara tidak akan melakukan privatisasi terhadap SDA milik umum, apalagi sampai menyerahkannya kepada swasta atau lokal. Sehingga lapangan pekerjaan bagi warga negara akan terbuka lebar dan keuntungannya total digunakan untuk periayahan umat.

Saat sistem Islam diterapkan maka kedamaian, kesejahteraan, keadilan dan keamanan akan tewujud. Hal ini sudah terbukti dengan masa pemerintahan Rasulullah SAW dan para Khalifah setelahnya. Tidak ada sistem yang benar, sesuai fitrah manusia, dan memberikan solusi hakiki selain Islam. 
Wallahu a’lam bhissawab.