-->

Evakuasi Rakyat Gaza Ke Indonesia Memuluskan Agenda Penjajah


Oleh : Ummu Naura

Jumlah korban jiwa di Jalur Gaza Palestine akibat dari serangan militer Israel, terus meningkat. Berdasarkan laporan terbaru yang di keluarkan oleh Kementerian Kesehatan Palestina, hingga Kamis, 4 April 2025, tercatat ada lebih dari 50.600 warga Palestina yang meninggal dunia, dan 115.000 lainnya mengalami luka-luka sejak terjadinya agresi militer dimulai 7 Oktober 2023. 

Menyikapi permasalahan dunia yang tak kunjung usai, bahkan semakin hari kita lihat semakin tragis dan tak pandang bulu korban yang berjatuhan dari kalangan anak-anak, perempuan dan laki-laki, dari kalangan warga sipil, tenaga kesehatan bahkan hingga jurnalis juga menjadi target.

Presiden Prabowo dalam kunjungan kenegaraan ke Tuki menyampaikan bahwasannya “Kami (Negara Indonesia) siap untuk mengevakuasi korban yang luka-luka, trauma. Anak-anak yatim piatu, siapapun yang oleh pemerintah Palestina dan pihak-pihak terkait korban ingin dievakuasi ke Indonesia, kami siap akan kirim pesawat-pesawat untuk mengangkut korban, kita perkirakan jumlahnya 1.000 orang untuk gelombang pertama, dalam pidatonya juga menyoroti tentang diamnya sejumlah Negara atas pelanggaran HAM yang terjadi.

Evakuasi warga Gaza ke Indonesia justru merugikan warga Palestina dan sebaliknya malah memenangkan Israel. “Dengan mengosongkan penduduk Gaza, justru akan memudahkan Israel untuk melakukan pendudukan Gaza sesuai rencana besar Israel dan Amerika Serikat untuk mencaplok Palestina secara perlahan.

Semakin banyak warga Gaza yang meninggalkan tempat kelahirannya tak ubahnya memberi karpet merah kepada Israel untuk menghilangkan negara Palestina dari peta dunia. Gagasan merekolasi warga Gaza ke Indonesia merupakan kebijakan populis untuk membangun solidaritas kemanusiaan, tapi bisa menjadi blunder dalam percaturan politik internasional dunia Islam.

Politik luar negeri Trump yang selalu memback-up kepentingan Israel tidak lain adalah politik yang penuh kepalsuan atas nama perdamaian dunia. Arab Saudi, Turki, dan Mesir harusnya menjadi garda depan untuk membantu rakyat Palestina, bukan hanya bantuan kemanusiaan, tetapi juga lobi-lobi politik internasional. Persatuan dunia Islam adalah salah satu kunci dari pendudukan Israel atas Palestina. Prabowo harus meyakinkan mereka akan posisinya yang strategis dalam membela Palestina.

Akibat dari Pemikiran Kapitalis

Pemikiran kapitalisme sudah bersarang dalam pemikiran para pemimpin hari ini. Pemikiran kapitalis dibangun hanya untuk mengambil jalan tengah dalam permasalahan, maka dapat kita lihat solusi yang di berikan hanya sebatas jalan pintas untuk tidak berperang saja, seperti halnya yang di tawarkan oleh PBB membangun dua Negara dalam satu wilayah. 

Nyatanya ini hanya omong kosong pada akhirnya Palestina juga akan terus di jajah, begitupun dengan evakuasi. Pertanyaan lain muncul, apakah membawa korban ke Indonesia akan mampu memberikan kebebasan kepada masayarakat Palestina? Atau akan bisa memberhentikan kejahatan Israel? Nyatanya tidak, bisa jadi mereka makin brutal menghabisi sisa orang–orang di dalam tanah Palestina sehingga mereka berjaya memilikinya.

Padahal seharusnya para pemimpin, khususnya pemimpin Negara muslim, memikirkan bagaimana solusi terbaik dari permasalahan Palestina bukan hanya solusi sementara namun solusi yang mampu membuat Israel tidak lagi berani mengangkat senjatanya kepada masyarakat Palestina, bahkan masyarakat di belahan dunia yang lainnya.

Maka solusi untuk Palestina adalah jihad, bayangkan jika kita di seluruh umat muslim bersatu untuk mengirimkan militernya melawan Israel maka kemenangan telak berada di tangan Islam. Namun nyata apa hari ini? Kita tersekat–sekat oleh nasionalisme, kita tersekat–sekat oleh peraturan dunia yang mereka buat. Dan tidak ada negara muslim mengirimkan militernya untuk membantu melawan Israel, jika kita mengikuti berita hari ini, baru Yaman dan Lebanon yang benar turun langsung melawan Israel padahal umat muslim tersebar di seluruh dunia.

Inilah dunia tanpa khilafah, kita tersekat–sekat oleh nasionalisme, kita terpisah–pisah oleh kesibukan duniawi, kita lemah oleh peraturan dibuat oleh para kapitalis. Maka jangan lagi kita tertidur, mari kita bangkit untuk kembali bersatu dalam bingkai khilafah maka pada saat itulah seruan jihad dalam satu kepemimpinan akan terjadi. 

Para tentara Muslim dari seluruh wilayah di bawah naungan khilafah akan mampu mengusir tentara Israel. Sungguh, hal itu tidaklah mustahil. Allah SWT berjanji bahwa Islam akan kembali memimpin dunia. 

Solusi yang Seharusnya: Dukung Kemerdekaan, Bukan Relokasi

Para pengamat menilai bahwa Indonesia lebih baik fokus pada solusi yang lebih praktis dan sesuai dengan nilai-nilai kemerdekaan yang dijunjung tinggi. Sebagai negara yang mendukung kemerdekaan Palestina, Indonesia bisa lebih berkontribusi dalam membantu negara-negara yang menampung pengungsi Gaza, seperti Mesir dan Turki, atau mengirimkan bantuan medis dan tenaga medis untuk membantu warga Gaza yang membutuhkan. Seharusnya Indonesia mengumpulkan kekuatan dari lebih dari 100 negara lainnya yang mendukung kemerdekaan Palestina untuk mendesak solusi dua negara. Jika benar ingin membantu Palestina, Indonesia seharusnya mendorong solusi politik, bukan justru ikut dalam narasi pemindahan warga dari tanahnya. Indonesia perlu memanfaatkan dukungan dari lebih dari 100 negara yang telah mengakui Palestina untuk mendorong solusi dua negara. "Ingat, dulu Palestina juga mendukung Indonesia merdeka. Warga Gaza Tak Butuh Evakuasi, yang Mereka Inginkan adalah Kemerdekaan Konflik panjang yang terjadi di Jalur Gaza bukan hanya tentang bom, blokade, dan kehancuran fisik, tetapi juga tentang harapan yang terus menyala: kemerdekaan. Selama bertahun-tahun, berbagai negara dan organisasi internasional telah menawarkan bantuan kemanusiaan, perlindungan, hingga usulan evakuasi bagi warga Palestina. Namun, di tengah segala tawaran tersebut, satu pesan terus bergema dari tanah yang terkepung: "Kami ingin tetap tinggal di tanah kami, bukan dipindahkan, bukan dilupakan."

Wallahu'alam bissawab