-->

Gaza Membara, Umat Harus Bergerak: Sampai Kapan Kita Diam?

Oleh : Ghooziyah

Gaza kembali berdarah. Dentuman bom, ratapan anak-anak, dan reruntuhan bangunan menjadi pemandangan harian di tanah para nabi itu. Dunia melihat, dunia mencatat, tapi dunia juga bungkam. Dalam berbagai forum internasional, penderitaan rakyat Palestina hanya jadi bahan pidato. Negara-negara besar menari dengan diplomasi, sementara nyawa terus berjatuhan.

Namun di tengah penderitaan itu, ada satu pertanyaan besar yang seharusnya mengguncang hati kita, di mana posisi umat Islam? Apakah kita hanya penonton tragedi, ataukah bagian dari solusi?

Gaza Adalah Cermin Luka Umat

Gaza bukan sekadar wilayah konflik. Ia adalah simbol ketidakberdayaan umat Islam hari ini. Di sana, kita menyaksikan bagaimana satu bagian dari tubuh umat diinjak-injak tanpa perlawanan berarti. Kita memiliki populasi lebih dari 1,8 miliar Muslim di seluruh dunia, namun tidak satu pun negara Muslim yang benar-benar mengirimkan pasukan atau kekuatan militer untuk membebaskan Gaza. Yang ada hanya kutukan, doa, bantuan makanan, dan kampanye sosial media. Semua itu baik, tapi tidak cukup.

Ironisnya, ketika satu negeri Islam diserang, negeri Islam lain justru sibuk mempererat hubungan dagang dengan penjajah atau bahkan menjadi antek-antek kepentingan asing. Gaza adalah bukti bahwa tanpa persatuan politik dan kepemimpinan Islam global, umat ini akan terus menjadi korban. Hukum Islam Menyeru untuk Membela
Islam tidak membiarkan umatnya diam menyaksikan penindasan. Membela kaum Muslim yang tertindas bukanlah pilihan, melainkan kewajiban. Allah SWT berfirman:
“Dan jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan...” (QS. Al-Anfal: 72)

Nabi Muhammad SAW juga bersabda:
"Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya (disakiti)." (HR. Bukhari dan Muslim)

Membiarkan Gaza dibantai tanpa upaya serius adalah bentuk pengkhianatan terhadap ukhuwah Islamiyah. Solidaritas sejati bukan hanya sekadar donasi dan simpati, tapi aksi nyata yang terorganisir. Dan ini hanya mungkin terwujud jika umat Islam memiliki satu kepemimpinan yang menyatukan kekuatan mereka secara global: Khilafah Islamiyah.

Khilafah Adalah Solusi Nyata, Bukan Sekadar Retorika

Di masa lalu, Khilafah Utsmaniyah pernah mengirimkan pasukan ke berbagai penjuru dunia untuk membela umat, termasuk dalam Perang Crimea, Balkan, hingga India. Khilafah bukan sekadar simbol, tapi mesin politik dan militer yang menjaga kehormatan umat Islam di mana pun mereka berada.

Jika hari ini Khilafah masih tegak, mustahil Gaza akan dibantai seperti sekarang. Israel tidak akan berani menyentuh tanah Palestina jika tahu akan berhadapan dengan kekuatan militer umat Islam yang bersatu. Inilah yang menjadi ketakutan terbesar penjajah: kembalinya Khilafah sebagai pelindung umat.

Dunia Butuh Islam, Bukan Sekadar Negara Muslim

Jangan salah sangka, dunia tidak kekurangan negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim. Tapi apa gunanya jika pemimpinnya tunduk pada sistem kapitalis dan tidak menjadikan Islam sebagai landasan dalam mengambil keputusan? Kita butuh sistem, bukan hanya individu. Kita butuh Khilafah, bukan sekadar negara-negara Islam yang beroperasi dalam sistem sekuler.

Dunia butuh Islam yang diterapkan secara kaffah, termasuk dalam hubungan luar negeri dan kebijakan militer. Karena hanya dengan itu, Gaza bisa dibebaskan, dan Palestina kembali ke tangan umat Islam.

Saatnya Berhenti Diam

Gaza bukan isu musiman. Ia bukan trending topic yang hanya dibahas saat terjadi serangan besar-besaran. Gaza adalah bagian dari kita, dari tubuh umat Islam yang harus dirawat, dibela, dan dibebaskan. Setiap pembiaran adalah dosa. Setiap kelambanan adalah pengkhianatan.

Umat Islam harus bangkit dari tidur panjang. Saatnya menyadari bahwa solusi sejati tidak ada pada PBB, tidak juga pada perundingan damai yang penuh tipu daya. Solusinya adalah kembali kepada Islam sebagai sistem kehidupan dan memperjuangkan tegaknya Khilafah Islamiyah yang akan membebaskan Palestina dan seluruh wilayah umat yang terjajah.

Penutup

Gaza terus membara. Tapi nyala api yang membakar tanah suci itu juga harus membakar semangat kita untuk kembali pada sistem Islam. Ini bukan hanya tentang Palestina. Ini tentang harga diri, tentang iman, tentang tanggung jawab kita sebagai Muslim. Jika hari ini kita diam, maka sejarah akan mencatat bahwa kita pernah hidup di zaman pembantaian, dan memilih menjadi penonton.
Gaza menunggu, bukan simpati, tapi aksi