-->

Hukum Pencurian Dalam Islam Dan Kapitalisme


Oleh : Maulli Azzura

Beberapa kasus terungkap dengan  mode yang berbeda di kalangan masyarakat. Sempat viral beberapa pekan lalu mengenai anak yang mencuri pisang untuk makan adiknya, ada ibu-ibu yang mencuri telur dan susu untuk anak-anaknya karena sudah terpaksa dengan keadaan dan banyak lagi kasus-kasus yang dimana masyarakat benar-benar mengalami kesulitan hingga memaksa mereka untuk melakukan tindakan buruk untuk bertahan hidup.

Beban hidup yang semakin berat membuat seseorang harus mampu memenuhinya, terlebih seorang ibu tunggal yang harus memberikan makanan untuk tumbuh kembang sang anak. Namun hal ini menjadi runyam kala kapitalisme menjadi tuan dari kehidupan.

Beban hidup dengan harga pangan yang tidak murah, serta seorang diri menghidupi anak, membuat seorang wanita terpaksa mencuri  serta dihukumi dengan berat tanpa melihat ada apa disebalik dia berkelakuan seperti itu. Tentu inilah bukti nyata seorang ibu yang terhimpit oleh paksaan kapitalis.

Bukti nyata juga ditujukan oleh sistem kapitalis yakni hukum pisau dapur, yang tajam kebawah dan tumpul ke atas. Sudah bukan rahasia bahwa hukuman untuk koruptor terbilang ringan, sedang yang mencuri sepele dijatuhi hukuman yang berat sekalipun itu karena dorongan terpaksa atau memenuhi kebutuhan pangan.

Seorang janda yang ditinggal oleh suaminya, maka nafkah anak tetap harus dipenuhi oleh mantan suami, sedang nafkah istri kembali kepada walinya, bukan hanya itu, negara seharusnya patut mengambil alih tanggung jawab sebagai pemimpin yang mengayomi rakyatnya. Keburukan mencuri tidak akan terjadi jika semua porsi ada ditempatnya. Dan ini sangat membutuhkan peran negara yang mampu melindungi dan menjamin kebutuhan mudah di dapat merupakan kewajiban seorang pemimpin.

Di dalam Islam, hukum mencuri ditegaskan di dalam Al-Quran: "laki-laki yang mencuri dan peempuan yang mencuri, potonglah kedua tangannya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana."
(Q.S. Al Maidah (5) : 38 ).

Lantas bagaimana Islam memandang terpaksa mencuri karena lapar?. 

Kejadian ini mengingatkan pada kisah pencuri pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Saat itu, beberapa pembantu Hatib bin Abi Balta’ah ketahuan mencuri seekor unta milik pria asal Muzainah. Warga lantas membawa para pencuri itu kepada Khalifah Umar. Umar lantas mengetahui, mereka melakukan perbuatan buruk itu karena terpaksa. Umar lalu mengimbau Abdurrahman bin Hatib agar membayar dua kali lipat harga unta yang dimiliki orang Muzainah itu. Dengan demikian, status unta tadi menjadi halal, yakni tak lagi sebagai barang curian. Kebijakan Umar ini didasari nash Al Qur’an Surah Al Baqarah: 173.

.....فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

"......Tetapi barang siapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."

Seseorang yang mencuri karena kelaparan yang menghantarkan pada darurat kematian, ia tidak berdosa dan tidak dihukum. Namun, bukan berarti seseorang bebas melakukan pencurian dengan dalih ini. Ini berlaku jika memang sudah tidak ada upaya lain untuk mengatasi rasa laparnya.

Mereka tidak mendapatkan hukuman tapi layak dibantu. Sikap Khalifah Umar menunjukkan bahwa seorang pemimpin memiliki tanggung jawab pada rakyatnya. Rasulullah SAW mengatakan, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” Aturan Islam jika diterapkan secara kaffah akan menjamin kehidupan setiap warganya.

Kasus pencurian di dalam Islam, akan melewati tindak penyelidikan secara terperinci, maka Islam akan benar-benar memberikan hukuman yang adil terkait semua kasus tindak kriminal, serta meluruskan dan memberi edukasi pemahaman yang jelas dan tegas sehingga mampu mencegah tiap kasus terjadi atau terulang.

Lantas dimana kita bisa mendapatkan kepemimpinan seperti khalifah Umar Bin Khatab, tentu tidak akan tercipta dari sistem kapitalisme. Pemimpin Islam hanya akan ada ketika sistem Islam yang menerapkan Syariat Islam secara kaffah tegak  dan menjadi aturan serta hukum dalam negara.

Wallahu A'lam Bishowab