Islam Punya Cara Atasi Kasus Perselingkuhan
Oleh : Maulli Azzura
Kasus yang meningkat mencuat dalam waktu dekat sempat menjadi fakta yang mengagetkan. Munculnya kasus-kasus perceraian oleh ASN cukup memprihatinkan dan butuh solusi nyata yang tepat serta tuntas tanpa memnculkan konflik baru akibat solusi yang setengah-setengah.
Seperti kasus yang viral dalam pekan-pekan ini. Semisal Kasus dugaan perselingkuhan mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) dengan model majalah dewasa Lisa Mariana ternyata settingan. Hal ini berdasarkan analisa pakar teknologi, khususnya menyoroti media sosial. Kasus tersebut berawal dari Lisa Mariana mengaku sebagai selingkuhan Ridwan Kamil. Pengakuannya melalui akun media sosial langsung viral hingga RK bereaksi dengan menyebut tudingan itu sebagai fitnah keji bermotif ekonomi yang didaur ulang. Lalu Lisa menggelar konferensi pers di Jakarta mengungkap dirinya melakukan hubungan terlarang dengan Ridwan Kamil di Palembang saat ia berusia 21 tahun. Kemudian hamil dan melahirkan bayi di Pamulang. (lampost.co 14/04/2025)
Dalam era kapitalisme, tentu hukum dan aturan yang diterapkan adalah ide dari sekuler, dimana kesenangan duniawi mudah di dapat tanpa pertimbangan halal dan haram. Tak lepas juga dengan kasus perceraian dengan alasan perselingkuhan yang menjadi penyebab terbesar runtuhnya sebuah rumah tangga. Ketika HAM menjadi alasan untuk bebas berekspresi dan berbuat, maka musnahlah rasa takut terhadap akibat yang akan terjadi dikemudian hari.
Perbuatan selingkuh menurut sudut pandang Islam adalah haram. Baik selingkuh yang tidak sampai berbuat zina, terlebih jika sampai berbuat zina. Karena jika pun tak sampai berbuat zina, tetap terhitung mendekati zina, dan itu adalah perbuatan yang harus kita hindari. Allah ta’ala telah melarang mendekati zina, disertai dengan celaan bahwa zina adalah perbuatan keji (fâhisyah) dan jalan jalan yang buruk (sâ’a sabîla)
وَلَا تَقۡرَبُوا الزِّنٰٓى اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ؕ وَسَآءَ سَبِيۡلًا
"Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk"
(QS. Al-Isra: 32).
Dalam ilmu ushul fiqh ada istilah mafhum muwafaqah (makna linear yang lebih berat), maksudnya jika dalam ayat tersebut mendekati saja dilarang, apalagi melakukanya. Keharaman ini makin bertambah-tambah karena zina yang di lakukan dalam perselingkuhan telah melanggar ikatan suci dalam pernikahan yang Al-Quran istilahkan dengan mîtsâqan ghalîzha (ikatan perjanjian yang kuat)
Sebagaimana firman Allah,
وَكَيْفَ تَأْخُذُوْنَهٗ وَقَدْ اَفْضٰى بَعْضُكُمْ اِلٰى بَعْضٍ وَّاَخَذْنَ مِنْكُمْ مِّيْثَاقًا غَلِيْظًا
"Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu."
(QS. An-Nisa: 21).
Solusi Islam atas maraknya perselingkuhan ada yang bersifat preventif (pencegahan) dan kuratif (penganganan/tindakan). Solusi bersifat prevensif, Islam melarang memandang lawan jenis yang bukan mahrom-nya disertai dengan syahwat, melarang khalwat (berduaan dengan Wanita yang bukan mahromnya), mewajibkan setiap muslim untuk menjaga pandangan mata (ghadhul bashar), mewajibkan menutup aurat (bagi wanita seluruh tubuhnya adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan, ini adalah pendapat dalam madzhab Imam asy-Syafi’i), melarang Wanita ber-tabarruj (bersolek menor) yang mengundang perhatian, mengharamkan pacaran, mewajibkan suami memperlakukan istri dengan baik (mu’asyarah bil makruf), mewajibkan istri taat pada suaminya yang jika hal tersebut dilakukan maka seorang istri berhak masuk surga dari pintu mana saja yang dia inginkan, termasuk Islam membolehkan poligami (menikahi maksimal empat orang wanita).
Jika ternyata tetap terjadi perselingkuhan dan perzinahan maka solusi selanjutnya adalah kuratif (tindakan hukum) berupa sanksi sebagaimana disebutkan di atas agar memberikan efek jera sekaligus kafarat/ampunan dosa dan terbebas dari siksa di akhirat.
Dan hal itu hanya akan terjadi jika sistem negara berubah menjadi sistem yang benar-benar menerapkan syariat Islam sebagai hukum dan aturan. Maka tidak ada solusi tuntas selain berdirinya sistem negara Islam yang akan mampu mewujudkan ketakwaan individu, kontrol masyarakat serta peran negara yang mampu menjadikan cita-cita tertinggi yakni surga Allah.
Wallahu ta’ala a’lam bi ash showab
Posting Komentar