-->

Kapitalisme Menindas, Paylater Menggoda, Islam Membebaskan


Oleh : Ummu Aqila 

Per Februari 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total utang masyarakat Indonesia melalui layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau PayLater di sektor perbankan mencapai Rp 21,98 triliun. Meski mengalami sedikit penurunan dibandingkan Januari 2025 yang tercatat Rp 22,57 triliun, secara tahunan justru terjadi lonjakan sebesar 36,60 persen. Hal ini disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam konferensi pers virtual pada Jumat, 11 April 2025. Liputan6.com

Daya beli masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, termasuk DKI Jakarta, terus mengalami penurunan. Ini bukan sekadar fenomena biasa, tetapi gejala akut dari sistem ekonomi yang rusak. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di berbagai sektor, harga kebutuhan pokok melonjak, dan beban utang rumah tangga makin menumpuk. Semua ini diperparah oleh lesunya ekonomi global. Di tengah himpitan hidup, masyarakat dipaksa memutar otak demi bisa tetap bertahan. Lalu muncullah “penyelamat semu” bernama paylater.

Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada tahun 2024 nilai transaksi paylater di Indonesia mencapai Rp35 triliun, meningkat 32% dari tahun sebelumnya. Sementara itu, berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik), pada kuartal pertama 2024, daya beli masyarakat menurun sebanyak 4,2% dibanding tahun lalu. Hal ini juga tercermin dari meningkatnya indeks kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.

Paylater hadir menawarkan kemudahan belanja tanpa harus langsung membayar. Dalam sistem kapitalisme, yang menuhankan materi dan gaya hidup, tawaran ini sungguh menggoda. Masyarakat diajak untuk tetap konsumtif meski tidak mampu, karena yang penting bisa tampil dan terlihat mapan. Budaya konsumerisme makin menguat, didorong oleh iklan, tren, dan tekanan sosial. Dalam logika kapitalisme, bahagia itu ketika bisa membeli banyak hal, meskipun semua dibayar dengan utang. Paylater pun menjadi candu baru—mudah diakses, cepat cair, dan diam-diam menyeret ke dalam jurang riba.

Salah satu kisah nyata datang dari seorang ibu rumah tangga di Surabaya. Awalnya ia menggunakan paylater untuk kebutuhan mendesak, namun lama-lama menjadi kebiasaan. Ia tak sadar telah memiliki utang lebih dari Rp12 juta dari tiga aplikasi berbeda. Ketika jatuh tempo, ia harus membayar bunga dan denda yang membuatnya makin tercekik. Akhirnya ia terpaksa menggadaikan perhiasan dan meminjam uang dari keluarga untuk menutupi utang tersebut. Bukan solusi, paylater justru menambah penderitaan.

Padahal, di balik kemudahan itu tersimpan bom waktu. Paylater yang marak digunakan saat ini berbasis riba, yang jelas haram dalam Islam. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 275: 
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (QS. Al-Baqarah: 275)
Rasulullah SAW juga bersabda: “Riba itu mempunyai 73 pintu, yang paling ringan seperti seseorang yang menzinai ibunya sendiri.” (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi). Alih-alih menyelesaikan masalah, paylater justru menambah beban ekonomi dan menambah dosa, yang menjauhkan keberkahan hidup.

Solusi Islam

Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam tidak memandang kebahagiaan dari sisi materi semata. Dalam sistem Islam yang kaffah, standar hidup bukanlah seberapa banyak harta atau barang yang dimiliki, tapi seberapa taat seseorang kepada Allah SWT. Negara Islam (Khilafah) akan menutup semua celah praktik riba dan menanamkan kesadaran bahwa setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Masyarakat tidak didorong menjadi konsumtif, tapi diajak untuk hidup secukupnya dan produktif dalam kerangka halal dan berkah.

Sistem ekonomi Islam memiliki mekanisme konkret dalam menjamin kesejahteraan rakyat per individu. Negara bertanggung jawab penuh dalam pemenuhan kebutuhan pokok —pangan, sandang, dan papan—setiap rakyatnya. Negara juga menjamin pendidikan, kesehatan, dan keamanan tanpa membebani rakyat dengan pajak dan utang ribawi.

Sudah saatnya masyarakat sadar, bahwa akar persoalan hidup hari ini bukan sekadar harga naik atau gaji kecil, tapi sistem rusak yang diterapkan. Kapitalisme harus ditinggalkan. Paylater bukan solusi, tapi jebakan. Satu-satunya jalan keluar adalah dengan kembali pada sistem Islam yang menerapkan syariat secara menyeluruh. Waallahualam bishowab