-->

PALESTINA KEMBALI BERDUKA DI HARI RAYA


Oleh : Kanti Rahayu (Aliansi Penulis Rindu Islam)

Pada Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah yang jatuh pada Minggu, 30 Maret 2025, serangan udara Israel di Jalur Gaza mengakibatkan setidaknya 64 warga Palestina, termasuk anak-anak, kehilangan nyawa. Serangan ini berlangsung saat warga Palestina tengah merayakan Idul Fitri, dengan tenda dan rumah mereka menjadI target.senjata (BukaMataNews id 1/4/2025). 

Jika kita lihat sejak eskalasi konflik yang dimulai pada 7 Oktober 2023, total korban jiwa di Palestina telah mencapai 50. 357 orang (Detik,com jabar 1/4/2025). Degan serangan ini, Kondisi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk, setelah sebelumnya wilayah ini telah menderita akibat blokade dan konflik yang berkepanjangan. Israel juga menghentikan pengiriman bantuan ke wilayah tersebut, yang semakin memperparah penderitaan warga sipil.

Salah seorang anak di Gaza utara, Wissam Nassar, mengungkapkan kesedihannya. Taman hiburan lokal yang sering dikunjungi olehnya dan teman-temannya selama liburan kini hancur akibat serangan (DetikNews 31/3/2025). Bahkan, Idul Fitri yang seharusnya menjadi momen yang membahagiakan bagi umat Islam, terutama anak-anak. Namun, situasi yang jauh berbeda dialami oleh anak-anak di Gaza, Palestina, yang sedang terjebak dalam konflik berlarut-larut.

Palestina kembali menghadapi kekejaman yang tak terlukiskan dari Zionis. Serangkaian serangan terus menerus terjadi, mengakibatkan jatuhnya korban yang tak bersalah, mayoritasnya adalah perempuan dan anak-anak. Di tengah situasi yang kelam ini, dunia tampak terjebak dalam dialog, mediasi, dan kecaman yang tak berarti. Para pemimpin negeri Muslim tampaknya hanya berperan sebagai aktor pencitraan, yang menyerukan pembelaan secara retoris tanpa tindakan nyata. Bahkan, solusi yang mereka usulkan sering kali merupakan tawaran dari Barat yang justru memperpanjang penjajahan.

Dunia internasional, bersama dengan lembaga-lembaga global, tampak hanya mampu mengeluarkan kecaman tanpa tindakan nyata. Usulan solusi dua negara yang sering dibicarakan pun dianggap sebagai pengkhianatan terhadap tanah kaum Muslim. Pada dasarnya, solusi ini berarti mengakui perampasan tanah suci Palestina oleh Zionis. Hal ini mencerminkan bahwa sistem dunia saat ini, yang didasari oleh ideologi kapitalisme sekuler, tidak mampu memberikan penyelesaian yang komprehensif terhadap masalah penjajahan.

Islam menawarkan solusi yang jelas dalam menghadapi penjajahan, yaitu melalui jihad fi sabilillah. Hanya dengan jihad, kezaliman Zionis dapat dihentikan secara tuntas. Namun, jihad ini tidak bisa dilaksanakan secara sembarangan. Ia memerlukan kekuatan negara yang mampu memaksimalkan seluruh potensi umat Islam, baik di bidang militer, ekonomi, maupun diplomasi, untuk melawan penjajah.

Oleh karena itu, umat Islam perlu menyadarkan para pemimpin Muslim akan kewajiban jihad melawan Zionis. Mereka harus didorong untuk mengambil tindakan nyata dengan menggerakkan pasukan, bukan hanya mengeluarkan pernyataan tanpa makna. Selain itu, umat juga harus menyadari bahwa solusi sejati tidak akan pernah berasal dari PBB, AS, atau negara-negara Barat lainnya. Solusi tersebut hanya dapat ditemukan dalam Islam, dengan jihad sebagai cara untuk mencapai pembebasan.

Jihad saja tidaklah cukup tanpa adanya kepemimpinan politik yang mampu menyatukan umat Islam. Inilah mengapa keberadaan khilafah sebagai institusi politik Islam sangat penting, karena ia berfungsi untuk melindungi tanah dan jiwa kaum muslim. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Sesungguhnya imam (khalifah) itu adalah perisai; orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya. " (HR. Bukhari dan Muslim).

Khilafah merupakan sebuah sistem pemerintahan yang bertujuan untuk menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Sistem ini tidak hanya berfokus pada pembebasan wilayah-wilayah yang terjajah, tetapi juga berupaya melindungi umat Islam di seluruh dunia. Hanya khilafah yang mampu menghadapi ancaman Zionis secara komprehensif, baik melalui kekuatan militer, strategi diplomasi internasional, maupun penggalangan potensi umat.

Sejarah Islam mencatat sebuah momen penting ketika Palestina berhasil dibebaskan. Di bawah kepemimpinan Shalahuddin Al-Ayyubi, Baitul Maqdis berhasil lepas dari cengkeraman Pasukan Salib. Shalahuddin mampu menyatukan umat Islam dalam satu komando yang solid, menerapkan syariat Islam dengan tegas, dan menggerakkan kekuatan militer yang tangguh.

Dengan strategi yang terencana dan semangat jihad yang berkobar, Shalahuddin memimpin pertempuran di Hittin pada tahun 1187 M. Kemenangan yang mengesankan ini menjadi langkah awal untuk membebaskan Baitul Maqdis. Setelah berhasil, Shalahuddin memperlakukan penduduk dengan keadilan, membebaskan para tawanan, dan menjaga kehormatan setiap individu, baik Muslim maupun non-Muslim. Sejarah ini merupakan bukti yang jelas bahwa melalui persatuan umat di bawah kepemimpinan Islam, Palestina dapat dibebaskan.

Untuk mewujudkan jihad dan khilafah, tentunya diperlukan proses penyadaran umat. Dakwah Islam yang bersifat ideologis menjadi kunci utama dalam hal ini. Dakwah tersebut harus menyerukan umat untuk memahami solusi sejati bagi Palestina, yakni jihad dan khilafah, serta mengajak mereka untuk bersama-sama berjuang mewujudkan institusi tersebut.

Kelompok dakwah Islam ideologis memikul tanggung jawab penting: membangun kesadaran umat dengan mengikuti metode dakwah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Mereka perlu menjelaskan bahwa perjuangan ini bukan sekadar angan-angan, melainkan sebuah kewajiban syar'i yang harus diwujudkan sesuai dengan teladan Nabi Muhammad SAW.

Dengan ditegakkannya khilafah, umat Islam akan memperoleh kembali kekuatan politik, militer, dan ekonomi yang kokoh, yang akan memungkinkan mereka membebaskan Palestina dan melindungi tanah-tanah kaum Muslim lainnya. Hanya dengan cara ini, maksiat yang dilakukan oleh Zionis dapat dihentikan, dan Palestina akan kembali merdeka di bawah naungan Islam.