-->

Pembiayaan Pendidikan Tinggi dan Riset Di Era Efisiensi Anggaran


Oleh : Fadhilah Nur Syamsi (Aktivis Muslimah)

Kebijakan efisiensi anggaran di Indonesia memicu kekhawatiran terhadap masa depan pendidikan tinggi dan riset. Pemangkasan anggaran dituangkan melalui Inpres No. 1 Tahun 2025, dengan tujuan penghematan pembelanjaan negara sebesar Rp 306,7 triliun. Beberapa pihak, termasuk akademisi dan mahasiswa mengungkap keresahan mereka, menganggap bahwa pemotongan anggaran ini dapat memotong pemberian beasiswa pendidikan, membatasi akses pendidikan, bahkan menurunkan kualitas pendidikan. Lebih jauh lagi kebijakan ini juga berdampak pada pengurangan dana penelitian yang dapat menghambat penelitian itu sendiri dan berbagai inovasi. Pengaruhnya dalam jangka panjang adalah dapat menurunkan daya saing bangsa. Negara-negara maju seperti Korea Selatan dan Jepang telah membuktikan bahwa investasi besar dalam riset dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing global.

Tagar #IndonesiaGelap yang sempat viral di dunia media sosial merupakan bentuk protes kebijakan yang disertai dengan aksi demonstrasi dan kritik mahasiswa bersama koalisi masyarakat sipil. Aksi ini terjadi di beberapa daerah di Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Palembang, Medan, Mataram, Makassar, Banjarmasin, Samarinda, pada pertengahan Februari 2025. Meskipun diklaim mendukung program unggulan Makan Bergizi Gratis (MBG) dimana pemerintah mengalokasikan Rp 71 triliun untuk program MBG pada APBN 2025, namun efisiensi berimbas pada pemangkasan alokasi anggaran dana di sektor lain termasuk sektor pendidikan tinggi dan riset.

Lebih Jauh Efisiensi Anggaran di Bidang Pendidikan Tinggi dan Riset

Pemangkasan anggaran juga dilakukan pada Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek), dengan pengurangan sebesar Rp 22,5 triliun dari total pagu anggaran Rp 57,6 triliun, 39%), juga di kementerian pendidikan mencapai Rp 43,6 triliun,.

Tak hanya pada pendidikan tinggi, efisiensi juga menyasar pada sektor riset. Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kemendikti Saintek, Fauzan Adziman, menekankan bahwa anggaran riset di kementeriannya sudah relatif kecil, hanya Rp 1,2 triliun dari total pagu Rp 57 triliun. Dengan pemangkasan lebih lanjut, hanya 7% dari proposal riset yang masuk dan mendapatkan pendanaan. Penghapusan seluruh anggaran riset dan inovasi di 12 organisasi riset atau pusat riset terpaksa harus dilakukan oleh bapak Tri Handoko yang menjabat sebagai kepala BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional).

Pemangkasan anggaran pendidikan berimplikasi luas terhadap berbagai aspek pendidikan tinggi dan riset, diantaranya sebagai berikut: 1)Penurunan Kualitas Riset, 2) Pengurangan Anggaran Beasiswa yaitu KIP-K (Kartu Indonesia Pintar Kuliah) dengan pemotongan dana Rp 1,31 triliun (9 persen), BPI dengan pemotongan sebesar 10 persen, Beasiswa Adik 10 persen, juga Beasiswa dosen dan tenaga kependidikan 25 persen, 3) Kenaikan UKT (Uang Kuliah Tunggal), 4) Penurunan Kesejahteraan Dosen, didalamnya terdapat pemotongan dana tunjangan dosen non-PNS yang mencapai angka 25 % dari pagu awal yaitu Rp 2,7 triliun.

Pendidikan dalam Sistem Islam adalah Tanggung Jawab Negara

Pendidikan adalah gerbong pertama menciptakan generasi unggul dan berkualitas. Pandangan inilah yang membuat Islam benar-benar serius dan sangat memperhatikan aspek pendidikan. Sistem pendidikan tertata secara sistematis dalam menyempurnakan misi penciptaan manusia yang berkedudukan sebagai hamba Allah dan khalifah Allah di muka bumi. Mereka harus mempunyai pengetahuan saintek, keterampilan, dan segala sesuatu yang dibutuhkan supaya berdaya guna di tengah-tengah masyarakat. Ilmu yang dimilikinya tersebut digunakan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan umat.

Khusus Pendidikan Tinggi, ada dua tujuan utama sistem Pendidikan Tinggi dalam sistem Islam. Pertama: Memperdalam kepribadian Islam, untuk menjadi pemimpin yang menjaga dan melayani problem vital umat. Pemimpin yang dimaksud adalah seorang Khalifah dengan Khilafah sebagai institusinya, berusaha memperjuangkannya ketika keduanya belum ada. Menjaganya sebagai institusi politik yang menegakkan hukum-hukum Allah SWT (hukum Islam) di tengah-tengah umat. Menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia, serta senantiasa siap dalam menghadapi berbagai ancaman yang dapat menggoyahkan persatuan umat Islam.

Kedua: Menghasilkan gugus tugas yang dapat melayani kebutuhan penting umat dan membuat gambaran rencana strategis jangka pendek dan jangka panjang. Dalam hal ini mengamankan kebutuhan pokok, seperti makanan, air, akomodasi, keamanan, dan pelayanan kesehatan. Mencetak para peneliti yang kompeten dalam melakukan penelitian. Melakukan berbagai penemuan guna memajukan sarana dan model dalam lapangan pertanian dan air, keamanan dan berbagai kebutuhan “urgent” lainnya yang memungkinkan umat dapat mengendalikan urusannya sesuai visinya sendiri dan tercukupi oleh diri sendiri. Ini dilakukan agar terhindar dari pengaruh negara lain yang tidak dapat dipercaya. 

Dalam pandangan Islam, pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang mendasar bagi umat yang wajib dipenuhi oleh negara. Artinya, negara bertanggung jawab dalam penyediaan biaya, fasilitas, tenaga ahli, serta segala aspek yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan tersebut. Pemerintah harus fokus pada pengelolaan harta rakyat demi pemenuhan kebutuhan ini. Departemen kemaslahatan umat yang bertanggung jawab kepada khalifah memastikan seluruh kebutuhan masyarakat terpenuhi tanpa pengecualian. Wallahua’lam bi shawab.[]