-->

Wawasan Islam: Hubungan Penguasa dan Pengusaha

Oleh : Ghooziyah

Hubungan antara penguasa dan pengusaha menjadi topik yang selalu menarik untuk dibahas, terutama dalam sistem kapitalisme yang berlaku saat ini. Di banyak negara, termasuk Indonesia, relasi antara keduanya sering kali tidak sehat. Para pengusaha menggunakan kekuatan modalnya untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah demi keuntungan pribadi, sementara penguasa sering kali tunduk pada kepentingan korporasi dengan mengorbankan rakyat.

Dalam Islam, hubungan antara penguasa dan pengusaha memiliki konsep yang sangat berbeda. Islam tidak melarang adanya hubungan keduanya, tetapi menegaskan bahwa negara wajib mengatur ekonomi dengan adil, menjaga kepentingan rakyat, dan tidak tunduk kepada kepentingan segelintir elite bisnis.

Kapitalisme: Penguasa sebagai Pelindung Pengusaha

Dalam sistem kapitalisme, hubungan penguasa dan pengusaha sering kali didasarkan pada kepentingan timbal balik. Pengusaha butuh regulasi yang menguntungkan bisnisnya, sementara penguasa membutuhkan dana dari pengusaha untuk melanggengkan kekuasaan. Hubungan ini menciptakan praktik oligarki, di mana kebijakan ekonomi lebih berpihak pada pemilik modal daripada rakyat kecil.

1. Pengusaha Menguasai Regulasi
Kapitalisme memungkinkan para pengusaha besar untuk "membeli" kebijakan pemerintah. Mereka melakukan lobi, memberikan dana kampanye, atau bahkan menyuap pejabat agar kebijakan yang dihasilkan menguntungkan bisnis mereka. Hal ini terlihat dalam banyak sektor, seperti industri tambang, minyak, hingga infrastruktur.

2. Korupsi dan Kolusi Merajalela
Relasi erat antara penguasa dan pengusaha melahirkan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Penguasa memberikan proyek-proyek besar kepada pengusaha tertentu, sementara pengusaha memberikan kompensasi berupa suap atau dukungan politik. Inilah yang membuat kebijakan ekonomi sering tidak berpihak pada rakyat.

3. Liberalisasi dan Privatisasi yang Merugikan
Dalam kapitalisme, banyak sektor strategis diserahkan kepada pengusaha swasta dengan alasan efisiensi. Namun, kenyataannya, kebijakan privatisasi ini sering kali hanya menguntungkan segelintir pengusaha besar dan merugikan masyarakat. Layanan publik seperti air, listrik, dan transportasi menjadi mahal karena dikelola dengan orientasi keuntungan, bukan kesejahteraan rakyat.

Islam: Penguasa Mengatur, Pengusaha Berdagang dengan Jujur

Berbeda dengan kapitalisme, Islam mengatur hubungan penguasa dan pengusaha dengan prinsip keadilan, kesejahteraan, dan amanah.
Penguasa Bertanggung Jawab Mengatur Ekonomi dengan Adil Dalam Islam, penguasa adalah pelayan rakyat, bukan pelindung pengusaha. Tugas utama seorang pemimpin adalah memastikan bahwa ekonomi berjalan dengan adil dan tidak hanya menguntungkan segelintir orang. Rasulullah ﷺ bersabda: "Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim) Artinya, negara tidak boleh tunduk pada kepentingan segelintir pengusaha, tetapi harus memastikan bahwa kebijakan ekonomi benar-benar berpihak pada rakyat.

1. Bisnis dalam Islam Dijalankan dengan Jujur dan Halal
Islam tidak melarang seseorang menjadi pengusaha atau mencari keuntungan, tetapi menekankan bahwa bisnis harus dilakukan dengan cara yang jujur dan halal. Rasulullah ﷺ bersabda: "Pedagang yang jujur dan terpercaya akan bersama para nabi, shiddiqin, dan syuhada di hari kiamat." (HR. Tirmidzi) Seorang pengusaha dalam Islam tidak boleh menipu, memanipulasi harga, atau memonopoli pasar demi keuntungan pribadi.

2. Negara Tidak Boleh Menjual Aset Publik kepada Pengusaha
Dalam Islam, sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak tidak boleh diserahkan kepada individu atau korporasi. Rasulullah ﷺ bersabda: "Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api (energi)." (HR. Abu Dawud) Ini berarti sektor-sektor strategis seperti tambang, minyak, dan gas harus dikelola negara untuk kepentingan rakyat, bukan dijual kepada pengusaha. Dengan demikian, tidak ada celah bagi pengusaha untuk menguasai sumber daya alam dan memperkaya diri sendiri.

3. Negara Bertanggung Jawab Menindak Pengusaha Curang
Islam juga mewajibkan negara untuk bertindak tegas terhadap pengusaha yang melakukan kecurangan. Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa menipu dalam bisnis adalah perbuatan dosa besar. Dalam sejarah peradaban Islam, para khalifah selalu mengawasi pasar dan menindak langsung pedagang yang berbuat curang. Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, misalnya, pernah mencambuk pedagang yang menjual susu yang dicampur air, karena dianggap menipu konsumen. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak memberikan ruang bagi pengusaha yang ingin mencari keuntungan dengan cara curang.

Saatnya Meninggalkan Kapitalisme dan Kembali ke Islam

Hubungan penguasa dan pengusaha dalam sistem kapitalisme telah terbukti membawa kerusakan ekonomi dan ketidakadilan sosial. Selama sistem ini masih diterapkan, rakyat akan terus menjadi korban, sementara pengusaha besar semakin kaya dengan dukungan penguasa.

Islam menawarkan solusi yang lebih adil dan sejahtera. Dalam Islam:
Penguasa harus mengurus rakyat, bukan melayani kepentingan pengusaha.
Pengusaha harus berbisnis dengan jujur, tanpa kecurangan dan monopoli.
Negara harus mengelola sumber daya alam untuk kepentingan seluruh rakyat, bukan dijual ke swasta.

Jika umat Islam ingin melihat sistem ekonomi yang lebih adil, maka satu-satunya cara adalah meninggalkan kapitalisme dan kembali kepada sistem Islam yang telah terbukti memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.

Wallahu a'lam